Laman

Kamis, 19 Januari 2017

Sejarah Bandung (4): Tata Ruang Kota Bandung; Situs Pertama, Kantor Controleur di Jalan Pos Trans-Java

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bandung dalam blog ini Klik Disini

Kota Bandung adalah kota pegunungan, kota yang sangat luas dan terbilang datar yang dikelilingi oleh pegunungan. Hawanya yang sejuk membuat lingkungan perkotaan Bandung sangat ideal. Namun lokasi ini pernah diragukan untuk dijadikan kota (ibukota di era Belanda) karena dianggap tidak sehat (banyak rawa) dan karenanya lokasi ibukota Preanger dipilih di Tjiandjoer. Namun dalam perkembangannya tata letak Bandung yang memang ideal dan memungkinkan suatu kota dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Lantas, bagaimana awal munculnya kota Bandoeng dan bagaimana pula perkembangan tata ruang kota selanjutnya. Mari kita lacak.

Tata Letak Bandoeng

Untuk memahami tata ruang kota Bandung yang sekarang, kita harus membayangkan suatu ruang kosong di cekungan Bandoeng pada masa lampau (era VOC). Cekungan Bandoeng yang dikelilingi oleh ‘bukit barisan’ ini adalah suatu area yang benar-benar kosong dan tidak berpenghuni. Tengah-tengah area ruang kosong ini banyak rawa-rawa akibat luapan sungai Tjikapoendoeng dan sungai Tjitaroem. Ruang kosong ini juga diselimuti alang-alang yang di sana sini terdapat semak yang memungkin populasi rusa berkembang biak (menjadi area perburuan rusa). Kampung-kampung hanya berada di lahan yang agak tinggi, umumnya di sebelah utara cekungan Bandoeng.

Kota Bandung dikelilingi oleh 'Bukit Barisan'
Kampong-kampong yang berada di lahan-lahan yang agak tinggi, jauh dari rawa dan bahaya banjir (Peta Topographij 1818) tersebut antara lain kampong Tjitjendo, Tjitepas, Tjipaganti, Tjibenjieng dan Odjong Brong. Kampung-kampung ini pada tahun 1810 menjadi rute jalan pos trans-Java antara Batavia-Chirebon ruas antara Baybang (kelak menjadi Radja Mandala) dengan Sumadang (lihat Bataviasche koloniale courant, edisi pertama tanggal 05-01-1810). Sementara kampong Bandoeng sendiri berada di selatan cekungan Bandoeng yang letaknya berada di pertemuan sungai Tjikapoendoeng dan sungai Tjitaroem. Kampong Bandoeng ini terus eksis hingga pada waktunya nanti lambat laun namanya lebih dikenal sebagai kampong Dajeh Kolot.

Lahan-lahan di utara cekungan Bandung ini pada tahun 1810 menjadi rencana rute jalan pos trans Java pada ruas Tjiandjoer-Sumedang. Akses menuju kampong Bandoeng yang berada di selatan cekungan Bandoeng adalah dari Tjiandjoer di sisi selatan sungai Tjitaroem (Peta 1818). Oleh karenanya, sisi utara Bandoeng lebih awal berkembang yang secara ekonomi menghubungkan Batavia, Buitenzorg, Tjiandjoer, Baybang (Radjamandala), Odjoeng Brung, Tandjongsari, Sumedang, Carang Sambong dan Chirebon.

Orang-orang Eropa/Belanda mengawali eksploitasi lahan (perkebunan) di Baybang dan Odjoeng Brung. Perkebunan di Baybang adalah perluasan perkebunan di Buitenzoeg dan Tjiandjoer. Sedangkan Odjong Brung perluasan dari perkebunan di Chirebon dan Sumedang. Pada tahun 1815, keberadaan orang Eropa baru sampai di Buitenzorg (sisi barat) dan di Cheribon (sisi timur). Di pedalaman Jawa orang Eropa baru sampai di Soeracrta. Di Djokjakarta sendiri belum terdeteksi adanya (lihat Almanak 1815, lampiran daftar populasi orang Eropa).

Lahan-lahan di selatan (di belakang kampong Bandoeng) menjadi kebun-kebun rakyat terutama kopi yang sudah diintroduksi di era VOC (sebelum 1800). Kebun-kebun kopi rakyat ini muncul akibat kontrak-kontrak (perjanjian) ekonomi-perdagangan antara pemimpin tradisional Bandoeng di kampong Bandoeng (Bupati Bandoeng) dengan pejabat-pejabat VOC di Batavia/Buitenzorg. Keberadaan produksi kopi di selatan Bandoeng sangat potensial untuk diteruskan ke pelabuhan (Batavia dan Chirebon). Karena itu dapat dimaklumi mengapa kemudian prioritas jalan pos trans-Java lebih didahulukan via Preanger dibandingkan dengan via Karawang.

Setelah selesai jalan dibangun untuk ruas Bandoeng, Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels memberikan hadiah kereta kuda kepada Bupati Bandoeng, Raden Adipati Wira Nata Koesoema (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 10-08-1911). Kuda yang digunakan untuk menarik ‘kereta Kencana’ ini didatangkan kuda Battakpaarden dari Tapanoeli (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 24-08-1887). Kereta Kencana ini menjadi ‘barang sakral’ bagi Bupati Bandoeng dan menjadi tontonan menarik pada festival rakyat Bandung memperingati 100 tahun partnership Bupati Bandoeng dengan pemerintah (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 10-08-1911).

Pada tahun 1811 terjadi pendudukan Inggris. Kopi-kopi Preanger ini kemudian dieksploitasi oleh sarikat dagang (semacam VOC) Inggris. Mereka yang tampaknya pertama memanfaatkan jalan-jalan pos yang digagas oleh Daendels. Inggris lalu membangun gudang kopi di Tjimahie. Inggris hanya bertahan lima tahun, pada tahun 1816 kembali Belanda berkuasa. Pada saat Belanda mulai mengekploitasi kopi Preanger yang berbasis di Tjimahie, pada tahun 1818 gunung Guntur meletus. Produksi kopi menurun.

Pada tahun 1825 kembali gunung Guntur meletus dengan sangat dahsyat, dari satu juta pohon kopi yang menghasilkan hanya tinggal sekitar 100 ribu pohon (lihat Nieuws- en advertentie-blad voor de provincie Drenthe, 15-11-1825). Akibat letusan gunung Guntur produksi kopi Preanger merosot tajam. Untuk membalikkan keadaan, Gubernur Jenderal Graaf Johannes van den Bosch menginisiasi program kopi dari koffiekultuur menjadi koffiestelsel. Gunung Guntur Jung Huhn (lukisan 1853-1854)

Untuk mempercepat keberhasilan program kopi di Preanger diangkat controleur di Sumadang (1ste-klass), di Bandong (2de-klass), di Tjiandjoer (2de-klass) dan Limbangan (Javasche courant, 06-08-1829). Terlihat bahwa penempatan controleur klass-1 di Sumadang menunjukkan bahwa Sumadang lebih penting (utama) jika dibandingkan dengan Bandong (controleur klas-2). Controleur adalah pejabat pemerintah Hindia Belanda setingkat camat dan berada di ‘garis depan’. Controleur Bandoeng berkedudukan di Bandoeng. Sebelum controleur diangkat secara resmi, kandidat controleur biasanya lebih dahulu melakukan peninjauan wilayah.

Seperti biasanya, dimana pejabat pemerintah berkedudukan maka tempat itu dengan sendirinya menjadi ibukota. Letak ibukota atau kota baru Bandung ini dipilih di satu tempat yang lokasinya berada di dekat Odjoeng Brung (lihat…). Dalam hal ini Oedjong Brung adalah patokan dalam pemilihan ibukota karena baru di Odjong Brong terdapat keberadaan orang Belanda (perkebunan teh) di Preanger. Area Odjoeng Brong ini diduga awalnya diakses dari sisi timur (Sumadang/Chirebon).

Lokasi ibukota (pusat Kota Bandung sekarang) berada di suatu area yang relatif kosong di kawasan Bandong di wilayah Preanger. Dengan demikian asal mula kota Bandung (baru), bukan kampong Bandoeng (lama). Sesuai dengan berita di surat kabar (183?), Bandoeng (baru) dipilih berada tidak jauh dari Odjoeng Brong tetapi cukup dekat dengan kampong Bandoeng (lama). Jarak antara Bandoeng (baru) dengan Bandoeng (lama) disebutkan sekitar 3 paal. Kampong-kampong terdekat dengan Bandong (baru) ini adalah kampong Bodjo Negara, kampong Tjioemboeloeit dan kampong Tjoroek yang jarak masing-masing ke Bandoeng Baroe ini adalah tiga pal (lihat …).

Oleh karenanya dalam peta tahun 1829 rute jalan pos trans-Java telah diubah. Tidak lagi melalui area yang lebih tinggi tetapi sudah melalui area yang lebih rendah. Ruas jalan pos trans-Java Baybang-Sumedang yang baru adalah melalui Chereemgooang, Bandong dan Andawadah. Bandong yang dimaksud bukan kampong Bandoeng (lama) yang berada di selatan cekungan Bandoeng di pertemuan sungai Tjikapoendoeng dan sungai Tjitaroem, melainkan suatu area kosong yang yang juga disebut kampong Bandong (baru) yang berada di tengah cekungan Bandoeng. Inilah awal adanya kota Bandoeng.

Pemindahan rute ini terkait dengan sudah dibangunnya tangsi militer (kelak menjadi garnizoen) di Tjimahie (lihat Javasche courant, 21-10-1828). Biasanya yang membangun fasilitas pemerintah di daerah baru adalah para militer (yang dalam hal ini dari tangsi militer di Tjimahie). Sudah barang tentu yang membangun rute jalan pos trans-Java yang baru, ruas Baybang-Sumedang juga adalah tentara yakni jalan yang melalui kantor/rumah controleur. Dalam hubungan ini, para controleur di awal pendirian pemerintahan juga selalu dibekali pemahaman tentang tata ruang kota, merekalah yang merintis segalanya, seperti perjanjian partnership dengan para pemimpin local, pemetaan social dan ekonomi serta tata ruang wilayah termasuk tata ruang kota. Salah satu sudut jalan pos Bandoeng ke arah Sumadang, 1850

Tata Ruang Bandoeng

Pada saat Controleur Bandong mulai menempati kantor/rumah dinas di Bandoeng (baru) pada tahun 1829, Bupati Bandoeng (yang dijabat Raden Adipati Wira Nata Koesoema) masih berada di Bandoeng (lama) di Dayeh Kolot yang sekarang. Kantor/rumah controleur ini terus eksis hingga berakhirnya Belanda (sebagai situs pertama di Kota Bandung). Kantor Controleur ini berada di sisi jalan pos trans-Java yang baru (kelak disebut Groote postweg dan kini disebut Jalan Asia Afrika).

Titik nol tata ruang kota Bandung adalah kantor controleur di Bandoeng (baru). Dari sini kita dapat menarik garis hingga ke masa kini. Hal serupa tampaknya berlaku umum seperti yang ditemukan di Buitenzorg (Bogor) tahun 1810, Bandoeng (1829), Padang Sidempuan (1844) dan Medan (1875).

Hal yang pertama dibangun setelah controleur Bandung bertugas adalah penyiapan ruang terbuka umum yang kemudian lebih dikenal sebagai aloen-aloen kota. Kantor controleur ini menghadap ke jalan pos sedangkan aloen-aloen (tentu saja masih sangat luas) berada di sisi barat/kanan kantor controleur hingga melewati sungai Tjikapoendong.

Pemerintah colonial, baik di era VOC maupun Hindia Belanda tidak pernah mengokupasi kampong asli dan selalu memilih tempat yang kosong dan ideal untuk dibangunnya kota. Namun demikian area kota baru yang akan dibentuk sedekat mungkin dengan kampong lama. Penduduk adalah partner mereka, karena itu keberadaannya tetap dipertahankan. Untuk penamaan kota baru terdapat dua cara: memberi nama baru dan mengadopsi nama kampong lama yang tidak jauh dari kota baru ini. Batavia, Buitenzorg dan Fort de Kock adalah nama baru, sedangkan Bandoeng dan Medan, Padang Sidempuan adalah nama yang diadopsi dari kampong lama (tetangga). Hal lain adalah yang juga penting, rencana tata ruang kota selalu memisahkan tiga komunitas penduduk (Eropa, pribumi dan Tionghoa). Di Buitenzorg, area Paledang (utara/barat) adalah Eropa, area Bondongan (selatan) bagi pribumi dan area babakan pasar (timur) untuk Tionghoa. Untuk Bandung sendiri area aloen-aloen utara/timur adalah Eropa, area selatan bagi pribumi dan area utara/barat untuk Tionghoa. Hal ini juga kelak ditemukan di Medan dan Padang Sidempuan.

Sungai Tjikapoendong awalnya adalah batas pemisah antara lingkungan Eropa yang berpusat di kantor controleur (sisi timur sungai) dengan peruntukkan untuk lingkungan pemukiman pribumi (sisis barat sungai) yang kelak berpusat di istana (keraton) Bupati Bandoeng. Kelak akan terlihat kantor controleur berada di sisi utara jalan pos trans-Java dan istana di sisi selatannya (secara diangonal).

Pada awal adanya controleur di Bandoeng, yang berkembang lebih dahulu adalah perkebunan-perkebunan. Wilayah Bandoeng dan sekitarnya semakin kondusif untuk membuka perusahaan (onderneming), seperti teh dan kina. Para investor semakin berminat. Faktor-faktor itu dipicu oleh  kerjasama yang semakin errat antara pemerintah (controleur/asisten Residen) dengan Bupati Bandoeng, pengamanan yang cukup (setelah tangsi militer ditingkatkan menjadi garnizoen) dan jalan pos yang semakin baik. Sementara itu, budidaya kopi tampaknya tetap diusahakan penduduk dan kurang menarik bagi investor untuk membangun plantation. Budidaya kopi harus memerlukan habitat yang spesifik seperti di lereng-lereng gunung yang memiliki kanopi dan tanaman peneduh. Berbeda dengan teh yang lebih terbuka dan dapat dilakukan secara luas (skala besar). Perkebunan-perkebunan ini menyediakan fasilitas kesehatan tersendiri dan diantara mereka juga membuka layanan di kota. Rumah bersalin di Bandoeng (18..)

1845

Pada tahun 1845 status controleur Bandoeng ditingkatkan menjadi asisten Residen.  Kantor asisten residen Bandoeng dibangun di utara kantor Controleur. Pada tahun 1846 mulai disertakan para pemimpin local dalam pemerintahan di Bandoeng dengan dibentuknya landraad, suatu institusi justice yang anggotanya merupakan kombinasi antara wakil-wakil pemerintah dan para pemimpin local seperti Bupati dan Patih. Dalam kaitan ini diangkat djaksa dan asisten djaksa.

Untuk mengefektifkan fungsi-fungsi ini, Bupati yang selama ini berada di Bandoeng (lama) dipindahkan ke Bandoeng (baroe) dekat dengan kantor controleur. Lokasi kantor/rumah Bupati ini dibangun di sisi selatan jalan pos trans-Java (yang diangonal dengan kantor/rumah controleur). Biaya pembangunan rumah/kantor bupati merupakan kontribusi yang signifikan dari para planter. Para planter akan terbantu dalam dari segi jarak jika berurusan dengan bupati jika yang terkait dengan konsesi lahan. Sebab para planter secara berkala berususan dengan controleur di Bandoeng. Selain itu para planter juga kerap ke Bandoeng untuk berbelanja dan menginap di pesanggrahan yang sudah dibangun di laingkungan kantor Bupati atau hotel Moeder Haver yang berada di sisi kantor/rumah controleur (yang kelak berubah menjadi Hotel Preanger).

Setelah asisten residen ditempatkan di Bandoeng sejumlah fasilitas mulai dibangun. Disamping sudah selesai kantor/Asisten residen, beberapa bangunan fasilitas umum yang dibangun kemudian adalah kantor pos, penjara dan landraad.

Lokasi kantor pos ini di sisi barat aloen-aloen kota, sedangkan penjara di sisi utaranya. Gedung landraad yang dikenal sebagai Gedong Besar dibangun tidak jauh dari kantor Asisten Residen. Dalam perkembangannya di de dapan kantor asisten residen dibangun taman yang kelak disebut sebagai taman Pieters Park. Gedung Besar (1880)

Praktis pada tahun tahun 1860 perkebunan-perkebunan yang beberapa tahun sebelumnya masih skala kecil sudah menjadi skala besar. Perusahan-perusahaan perkebunan yang mulai eksis adalah  Onderneming Tjinjiroean, di Malabar, onderneming Soekawana di Lembang, onderneming Tjikapoendoeng dan onderneming Goenoeng Kasoer di Odjoeng Brung, onderneming Djatinangor, onderneming Sitiaradja di Mandalawangi. onderneming Waspada di Papandayan dan onderneming Kertamanah di Tjiparaj. Onderneming Ardjasari di Bandjaran dan obderneming Sperata di Patoeha). Kantor Bupati (1874)

1864

Untuk memenuhi kebutuhan guru di Preanger pada tahun 1864 direncanakan didirikan sekolah guru (kweekschool). Pendirian sekolah guru untuk lebih memperluas pendidikan penduduk dengan menyiapkan guru-guru bantu. Calon siswa yang akan dididik adalah tamatan sekolah-sekolag dasar negeri di Preanger (Tjiandjoer, Sumedang, Bandung dan Garoet). Pada tahun 1866 sekolah guru ini selsai dibangun. Lokasi sekolah guru ini berada di…gedung baru Kweekschool Bandung 1866 dekat kantor Asisten Residen.

Pada waktu yang bersamaan dengan pendirian sekolah guru ini, di Bandung juga didirikan sekolah untuk para anak-anak pejabat yang akan dipromosikan sebagai pegawai pemerintah. Sekolah ini kelak berubah menjadi OSVIA.

Untuk meningkatkan persaudaraan diantara pemimpin pribumi dengan pejabat pemerintah dan pengusaha perkebunan dibentuk klub social. Klub ini pada tahun 1867 di Bandoeng melakukan seri lomba pacuan kuda. Para peserta adalah para bupati (Bandoeng, Sumedang, Tjiandjoer dan Garoet serta para planter dan juga Djaksa Bandoeng. Lomba ini dilakukan di aloen-aloen (Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 17-07-1867). Lapangan yang digunakan adalah suatu lapangan terbuka yang berlokasi di arah belakang kantor Bupati (yang kelak direnovasi menjadi racetrein). Lapangan ini berseberangan dengan lapangan pacuan kuda yang sudah ada di Tegallega.

Klub social ini dalam perkembangan ini menjadi terbagi dua dengan meningkatkan populasi orang-orang Eropa yang tinggal di Bandung. Klub social pribumi disebut Paroekonen. Sedangkan klub social untuk orang-orang Eropa bernama Societeit Harmonie. Di samping itu muncul klub social bagi para militer yang disebut Societeit Concordia. Societet Bandoeng di dekat kator controleur (1880)

1871

Pada tahun 1871 penataan pemerintah di Residentie Preanger dilakukan. Pembangunan ekonomi, social dan infrastruktur semakin intensif dengan semakin berkembangnya perkebunan-perkebunan di sekitar Bandoeng. Untuk mengefektifkan fungsi Residen Preanger yang berada di Tjioandjor dipandang perlu untuk memindahkan ibukota Residentie Preanger dari Tjiandjoer ke Bandong. Dalam fase perpindahan ini resident tetap C van der Moore.

Lokasi kantor Residen dipilih berada di seberang kantor asisten Residen Bandoeng. Gedung Residen Preanger (1880)

Pada tahun 1876 dibangun mesjid di dekat kantor Bupati yang tidak jauh dari kantor pos. Lokasi yang dipilih adalah di sisi aloen-aloen kota. Lapangan aloen-aloen ini semakin menyusut dan hanya tinggal yang berada di depan istana Bupati. Ruang kosong yang selama ini cukup luas antara kantor controleur dengan kantor bupati telah digunakan untuk fasilitas umum termasuk bangunan klub social.

Pembangunan masjid bersamaan dengan pembangunan masjid raya di Atjeh. Dana yang digunakan untuk pembangunan masjid Bandueng bersumber dari sumbangan dari berbagai pihak terutama swasta di Hindia Belanda yang akan digunakan untuk memulihkan keadaan psikologi pribumi akibat hancurnya masjid raya Atjeh dalam perang Atjeh 1874. Arsitek pembangunan masjid Bandung ini adalah Insinyur G. van Nes (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 24-08-1887).

Perkembangan berikutnya adalah pembangunan stasion kereta api Bandoeng. Pembangunan stasion ini bersamaan dengan pembangunan jaringan rel kereta api Buitenzorg-Bandong via Soekabomei dan Tjiandjor. Sebagaimana adanya, rel trans-Java tidak melalui pantura tetapi melalui selatan: Batavia, Buitenzorg, Soekabomei, Tjiandjoer, Bandoeng terus ke selatan lalu ke Djogkjakarta. Dalam perkembangan berikutnya baru tersambung via pantura dan kemudian dalam perkembangan berikutnya rel penghubung antara utara dan selatan melalui Poerwakarta, Pembangunan rel kereta api ruas Tjiandjor-Bandoeng (1880).

Pembangunan rel kereta api Batavia-Buitenzorg tahun 1873. Untuk memperluas jangkauan layanan kereta api terutama dalam kaitannya trans-Java maka dimulai pembangunan rel kereta api Buitenzorg-Bandoeng pada tahun 1879. Pembangunan kereta api ini untuk mendampingi konvoi pedati-pedati yang selama ini menghubungkan perdagangan kota-kota di Preanger dengan Buitenzorg.

Penataan pasar juga dilakukan terutama pasar untuk kalangan bawah seperti pasar kebutuhan sehari-hari. Sementara pasar bagi orang Eropa/Belanda telah sejak lama dilayani oleh pedagang-pedagang besar yang membangun toko-toko besar di dekat kantor controleur (yang kelak dikenal sebagai jalan Braga).

Pasar ini pada dasarnya terbentuk dari komunitas Tionghoa yang mengumpul di utara barat aloen-aloen kota.

Penutup

Kota Bandung yang dimulai dari titik nol di kantor Controleur di jalan pos trans-Java tahun 1829 telah berkembang pesat selama setengah abad kemudian. Kota Bandung setahap demi setahap bermunculan berbagai fasilitas pemerintah, swasta dan bangunan-bangunan penduduk. Semua perkembangan fisik di kota Bandoeng sebagai respon dari perubahan-perubahan kebijakan pemerintah Hindia Belanda di Preanger dan khususnya di Kabupaten Bandung. Pada tahun 1904 kota Bandung sudah menggambarkan tipikal kota besar—kota terbesar di Preanger bahkan West Java (minus Batavia).

Tunggu deskripsi lebih lanjut


*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar