Laman

Selasa, 18 April 2017

Sejarah Kota Padang (16): Sejarah Mentawai, Sedari Dulu, Riwayatmu Kini; Jauh di Mata, Dekat di Hati

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Padang dalam blog ini Klik Disin


Peta 1909
Mentawai tidak jauh dari Kota Padang. Kepulauan yang terdiri dari empat pulau besar (Siberut, Sipora, Pagai Utara dan Pagai Selatan) yang parallel dengan Pantai Barat Sumatra yang didiami oleh penduduk Mentawai. Secara historis, Mentawai sudah sejak lama dikenal dan dikunjungi oleh orang-orang Eropa/Belanda, namun baru tahun 1864 dimasukkan sebagai yurisdiksi Belanda berdasarkan Staatsblad No. 14 tanggal 10 Juli 1864.

Kepulauan Mentawai ditingkatkan statusnya menjadi kabupaten pada tahun 1999 berdasarkan UU No. 49 Tahun 1999. Kabupaten ini beribukota di Tuapejat, sebelah utara dari pulau Sipora. Pada tahun 2010 Kabupaten Kepulauan Mentawai terdiri dari 10 kecamatan.

Sedari Dulu

Informasi terawal tentang Mentawai ditemukan dalam lukisan Carl Benjamin Hermann von Rosenberg. Beberapa lukisan Rosenberg tentang keberadaan Mentawai adalah sebuah kampong (Dorp op Mentawei) dan sebuah kegiatan nelayan (Verschillende kano's van Mentawei). Lukisan ini sudah cukup menjelaskan tentang kondisi Mentawai sekitar tahun 1847 hingga 1852 ketika Rosenberg mengunjunginya.

Nederlandsche staatscourant, 14-04-1859
Pada awal tahun 1859 suatu ekspedisi mengunjungi Mentawai (Nederlandsche staatscourant, 14-04-1859). Tujuan ekspedisi Mentawai ini untuk mendapatkan informasi sebanyak mungkin mengenai situasi dan kondisi kepulauan dan kehidupan penduduknya. Di banyak tempat, penduduk pemalu dan cenderung tertutup kecuali di pulau Poggi Utara. Ekspedisi ini dimulai dari Kota Padang tanggal 5 dan kembali ke Kota Padang tanggal 26 Januari 1859.

De Oostpost:, 16-07-1864
Tidak lama setelah ekspedisi tersebut dilakukan, pada tahun 1864 Mentawai, bersama yang lainnya: Banjak, Nias, Batu, Si Beroet, Si Porah, Poggi dan Nassau) dimasukkan sebagai yurisdiksi Province Sumatra’s Westkust. Sedangkan Enggano masuk Residentie Benkoelen (De Oostpost: letterkundig, wetenschappelijk en commercieel nieuws- en advertentieblad, 16-07-1864). Situasi dan kondisi di kepulauan Mentawai mulai dikumpulkan dan dilaporkan ke publik.

Lukisan Kampong di Mentawai, Rosenverg 1847
Kepulauan Mentawai secara resmi dikunjungi oleh pemerintah pada pada tahun 1869. Tugas pertama tersebut dilakukan oleh HA. Mess, Adsistent-Resident der Zuidelijke Afdeeling van Padang berdasarkan surat keputusan Gebernur tanggal 23 Februari. Laporan kunjungan ekspedisi ini juga disarikan oleh Mess dalam 10 artikel di bawah judul ‘Bijdrage tot de kennis der Mentawei-eilanden’ yang dimuat Sumatra-courant: nieuws- en advertentieblad, edisi 12-06-1869, edisi 26-06-1869, edisi 03-07-1869, edisi 10-07-1869 dan edisi 02-10-1869 dan edisi-edisi seterusnya. Laporan ini merupakan laporan pertama terlengkap tentang Mentawai.

Lukisan nelayan di Mentawai, Rosenverg 1847
Laporan lainnya menyusul kemudian pada Sumatra-courant: nieuws- en advertentieblad. Artikel pertama muncul pada edisi 17-06-1876. Artikel berikutnya muncul pada edisi-edisi berikutnya hingga sebanyak lima edisi di bawah judul ‘De Mentawei-eilanden’. Ditulis oleh seseorang tanpa menyebut namanya. Serial artikel ini telah memperkaya dan juga mempertajam isi serial artikel Mess sebelumnya. Informasi berikutnya muncul pada tahun 1879 di Sumatra-courant: nieuws- en advertentieblad di bawah judul ‘Brieven over de Mentawei-eilanden’ yang artikel pertama terbit pada edisi 06-09-1879. Serial artikel yang berjumlah sebanyak sembilan edisi ini merupakan penulisan ulang oleh HA Mess terhadap artikel-artikelnya yang pernah dimuat sepuluh tahun sebelumnya. Semua laporan awal tentang kepulauan Mentawai ini sudah menggambarkan secara keseluruhan gambaran awal tentang kepulauan Mentawai. Jika semua isi artikel tersebut digabungkan sudah merupakan sebuah buku tersendiri tentang situasi dan kondisi awal kepulauan Mentawai..

Zending-station Si Kopak, 1890
Dalam laporan-laporan tersebut sudah tergambar keadaan geografi kepulauan, sebaran penduduk, kontak perdagangan dengan orang luar dari pantai Barat Sumatra, kehidupan penduduk social ekonomi penduduk, mata pencaharian, berladang, beternak dan menangkap ikan, arsitektur bangunan, lahan, ladang dan komoditi, bahan makanan dan pengolahan, pakaian, alat dan peralatan, kapal dan kano, pola tempat tinggal dan penggunaan rumah besar, kelahiran, perkawinan dan kematian; struktur masyarakat, kepemimpinan, dukun dan kepercayaa dan sebagainya. Penduduk kepulauan Mentawai yang sudah lebih awal kontak dengan daratan yang beragama Islam. dalam perkembangan lebih lanjut kegiatan misionaris juga semakin intens.

Lalu lintas kano di sungai, 1910 
Laporan-laporan serupa ini sangat intens dilakukan oleh berbagai pihak terhadap wilayah yang baru. Laporan itu umumnya dibuat secara public agar diketahui oleh umum. Tidak hanya kepulauan Mentawai, bahkan Deli yang awal pertama dikunjungi tahun 1863 ditulis oleh Residen Riaou, Netscher yang dibuat dalam serial artikel yang dimuat di surat kabar. Laporan-laporan awal ini menjadi sumber awal untuk tulisan-tulisan sesudahnya.

Riwayatmu Kini

Tarian tradisional Mentawai, 1906
Dalam satu dasawarsa terakhir ini, kepulauan Mentawai yang sudah menjadi kabupaten tersendiri telah banyak yang berubah. Namun jika dibandingkan dengan kabupaten-kabupaten tetangganya di daratan tentu sangat kontras. Meski begitu adanya pepatah jauh di mata, dekat di hati, mungkin masih berlaku sekarang. Masih banyak upaya-upaya yang perlu ditingkatkan oleh pemerintah daerah Kabupaten Kepulauan Mentawai. Seperti pernah ditulis oleh HA Mess (1869) wilayah kepulauan Mentawai berada di bawah angin, lingkungan yang tenang dan indah dan hawa yang sehat, sesungguhnya pada masa kini dapat dikonversi menjadi wilayah tujuan wisata yang eksotik. Kepulauan Menatawai dalam hal ini memiliki keunggulan komparatif dibandingkan kabupaten-kabupaten tetangganya. Anai leu sita. 


*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar