Laman

Senin, 24 April 2017

Sejarah Kota Padang (21): Abdoel Hakim, Satu-Satunya Orang Pribumi yang Menjadi Wakil Wali Kota di Era Belanda (1931-1942)

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Padang dalam blog ini Klik Disin


Jabatan wali kota (Burgemeester) sesungguhnya baru diadakan pada tahun1916 di Kota Batavia dan Kota Soerabaja. Kemudian menyusul di Kota Medan (1918) dan Kota Bandung (1920). Di Kota Padang sendiri jabatan wali kota kali pertama diadakan tahun 1928. Tidak semua kota di Hindia Belanda memiliki walikota. Fungsi pemerintahan di kota-kota lainnya dilaksanakan oleh Asisten Residen. Namun tidak semua wali kota didampingi oleh wakil wali kota (Loco Burgemeester).

Dr. Abdoel Hakim (1949)
Kota Padang diubah statusnya menjadi kota (gemeente) pada tanggal 1 April 1906 (Kota Medan pada tahun 1909). Suatu kota dibentuk menjadi gemeente karena hal khusus: kepadatan penduduk yang tinggi dan keragaman suku bangsa, dan yang lebih penting kota dinominasikan untuk mampu membiayai sendiri (dalam arti ekstensifikasi dan intensifikasi pajak). Untuk perencanaan dan pengawasan dibentuk dewan kota (gemeenteraad) yang melibatkan orang-orang non Eropa/Belanda untuk fungsi legislatif. Pimpinan dewan berada di tangan Asistem Residen. Setelah adanya wali kota (Burgemeester) fungsi eksekutif dan legislatif berada di tangan wali kota.

Dalam sejarah Hindia Belanda (baca: Indonesia), hanya ada dua kota (gemeente) yang pernah memiliki wakil wali kota (loco burgemeester) yang berasal dari orang pribumi. Dua wakil wali kota tersebut adalah M. Husni Thamrin di Kota Batavia dan Abdoel Hakim di Kota Padang. Menariknya, jabatan wakil wali kota Kota Padang ini dipegang Abdoel Hakim selama 11 tahun (1931-1942). Suatu waktu yang terbilang sangat lama bagi seorang wakil wali kota, apalagi pribumi.

Siapa yang menjadi wali kota merupakan hasil proses ‘tawar menawar’ antara keputusan dewan kota dengan Gubernur dan atau Gubernur Jenderal. Profil kandidat wali kota selalu dipilih berdasarkan portofolio tertinggi. Dia harus mampu (kapabel) mengelola kota (karena taruhannya untuk mampu mengkreasi pendapatan). Kandidat juga harus dapat diterima (akseptabel) oleh penduduk (melalui wakil di dewan). Lamanya seorang )tetap) menjadi wali kota tergantung kedua hal tersebut. Dua wali kota yang berumur panjang adalah wali kota Medan (Daniël Mackay dari tahun 1918 hingga 1931) dan wali kota Padang WM. Ouwerkerk (selama 12 tahun tahun, dari 1928 hingga 1940). Demikian juga dengan kandidat wakil wali kota juga dipilih dan ditetapkan atas dasar kapabilitas dan akseptabilitas baik yang berasal dari orang-orang Eropa/Belanda dan (kemudian) dari orang pribuni.

Gemeenteraad

Nama Abdoel Hakim semakin menguat di Kota Padang pada tahun 1919. Ini sehubungan Abdoel Hakim gelar Soetan Isrinsah yang telah lama bertugas sebagai dokter di West Sumatra diangkat menjadi ‘kepala dinas kesehatan’ di West Sumatra yang berkedudukan di Kota Padang (lihat De Preanger-bode, 30-05-1919).

Dalam berita ini juga di Telok Betong, Dr. Haroen Al Rasjid (Nasoetion) diangkat sebagai fungsi yang sama seperti Abdoel Hakim. Kedua dokter asal Sumatra ini sama-sama alumni Docter Djawa School di Batavia. Haroen Al Rasjid lebih senior dari Abdoel Hakim.

Orang-orang yang dikenal luas dan telah memberikan kontribusi buat daerah yang cenderung menang dalam pemilihan. Dr. Abdoel Hakim terbilang sukses mengatasi epidemic dan meningkatkan status kesehatan di West Sumatra. Di Medan, pribumi pertama yang terpilih adalah seorang penilik sekolah di Medan bernama Kajamoedin Harahap, gelar Radja Goenoeng. Mantan guru di Tapanoeli ini yang telah banyak menulis buku-buku pelajaran sekolah terbilang sukses sebagai penilik sekolah di Medan karena berhasil mereformasi pendidikan di Sumatra’s Oostkust.

Dewan kota dibentuk pada tahun pendirian kota (gemeente). Yang menjadi anggota dewan kota adalah pimpinan eksekutif (asisten residen dan controleur, pimpinan perusahaan tertentu, pimpinan adat (local) seperti Sultan dan pimpinan komunitas tertentu seperti Kapitein Cina. Anggota dewan kota dari kalangan pribumi baru muncul kemudian ketika ada kebijakan baru dimana anggota dewan kota dipilih melalui pemilihan (pilkada). Untuk kelompok Eropa/Belanda dipilih orang dewasa (umur 17 tahun). Sedangkan untuk kelompok pribumi dan Tionghoa dipilih oleh pemilih yang didasarkan atas kriteria tingkat pendapatan tertentu. Pemenangnya di Medan adalah Radja Goenoeng, sementara di Padang adalah Abdoel Hakim. Sedangkan di Kota Soerabaja adalah Radjamin Nasoetion (dokter alumni STOVIA yang berposisi sebagai ‘kepala pabean’ di Soerabaja).

Di sekitar tahun-tahun ini, terjadi dinamika politik yang luar biasa di Sumatra (karena politik etik Belanda yang condong ke Jawa dan Sumatra terabaikan). Boedi Oetomo (BO) di Jawa semakin gemuk karena mendapat dana yang besar dan alokasi beasiswa untuk sekolah ke Belanda. Perhimpunan Pelajar (Indisch Vereeninging/IV) yang berhaluan nasional (yang didirikan Soetan Casajangan tahun 1908 di Leiden) mulai digembosi oleh Pemerintah Hindia Belanda. Tatkala, secara psikologis anggota-angota IV yang berasal dari Jawa sudah ‘berkiblat’ ke BO, anak-anak Sumatra semakin gerah dan lalu ‘memproklamirkan’ berdirinya Sumatranen Bond di Belanda.

Pada tanggal 1 Januari 1917 mahasiswa-mahasiswa asal Sumatra di bawah arahan seorang mahasiswa senior membentuk Sumatranen Bond. Mahasiswa senior yang mengabil bidang studi kedokteran di Utrecht bernama Sorip Tagor (Harahap). Pembentukan organisasi daerah ini lebih pada untuk merespon adanya euphoria Jong Javanen yang tengah tumbuh di Jawa. Dewan Sumatranen Bond adalah sebagai berikut: Presiden, Sorp Tagor; Wakil, Dahlan Abdoellah; Sekretaris merangkap bendahara, Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia. Salah satu anggota bernama Tan Malaka (lihat De Sumatra post, 31-07-1919). Di Batavia juga didirikan Sumatranen Bond. Organisasi ini dibentuk oleh mahasiswa-mahasiswa STOVIA yang berasal dari Sumatra. Sumatra Bond yang disebut Jong Sumatra di Batavia didirikan pada tanggal 8 Desember 1917. Susunan pengurus Jong Sumatranen di Batavia ini adalah Tengkoe Mansoer sebagai ketua, Abdoel Moenir Nasoetion sebagai wakil ketua, Amir dan Anas sebagai sekretaris serta Marzoeki sebagai bendahara (lihat De Sumatra post, 17-01-1918).

Het nieuws van den dag voor NI, 09-07-1919
Besar dugaan bahwa munculnya gagasan pemerintah (mempercepat) untuk mengakomodir pribumi di dewan kota (gemeeteraad) baik di Medan maupun di Padang karena munculnya reaksi mahasiswa di Belanda dan Batavia. Hal ini diperkuat (kemudian) ketika kongres pertama Sumatranen Bond diadakan di Kota Padang pada tanggal 8 Juli 1919 pembinanya adalah Dr. Abdoel Hakim, yang sudah menjadi anggota dewan kota (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 09-07-1919).

Dalam kongres berikutnya tahun 1921 turut hadir ketua Jong Sumatranen (Bond) cabang Tapanoeli, Parada Harahap dan ketua cabang West Sumatra, M. Hatta. Pembina Sumatra Bond di Padang adalah Dr. Abdoel Hakim, sedangkan Pembina Sumatranen Bond di Sibolga adalah Dr. Abdoel Karim (Abdoel Hakim dan Abdoel Karim sama-sama sekelas di Docter Djawa School di Batavia).

Dinamika politik di seluruh Hindia Belanda pada mulanya bereaksi di Bandoeng. Sarikat Islam di bawah pimpinan Dr. Tjipto, meski orang Jawa tidak setuju dengan pendekatan yang dilakukan oleh BO yang ‘menyusu’ kepada pemerintah. Dr. Tjipto sejak Kongres SI di Bandoeng mulai ‘melancarkan’ serangan ke pihak pemerintah dan mengusulkan pembentukan Dewan Nasional (kelak disebut Volksraad) yang menyertakan orang-orang pribumi di dalamnya.

Dalam perkembangannya Volksraad yang baru, dimana pribumi diakomodir melalui pemilihan, tetapi (pulau) Sumatra hanya dijadikan satu ‘dapil’ dan hanya satu wakil ke Volksraad di Pedjambon. Meski demikian adanya, kandidat dari Sumatra yang muncul sangat banyak dalam ‘pemilu’ pertama tersebut (lihat De Sumatra post, 05-01-1921). Salah satu kandidat yang muncul adalah Dr. Abdoel Hakim di Padang.

Dalam daftar kandidat ini adalah Abdoel Hakim, dokter swasta di Padang,  Abdoel Moeis, wartawan di Weltevreden, Dr. Abdoel Rasjid Siregar, Inlandsch Docter di Penjaboengan (Tapanoeli); Abdoel Rivai, dokter swasta, Darwis gelar Datoek Modjolelo, demang di Manindjau, res. SWK,  Ibrahim Datoek Tan Malaka, guru di Senembah, Tandjong Morawa, lsmail, guru di Medan, Kajamoedin Harahap  gelar  Radja Goenoeng, penilik sekolah di Medan, Loetan gelar Datoek Rangkaja Maharadja, demang di SWK, Abdoel Firman Siregar galar Mangaradja Soangkoepon, anggota dewan kota di Sibolga, Hadji A. Salim, editor Neratja di Djocjakarta, Soetan Mohamad Zain, pemimpin redaksi Volkslectuur di Weltevreden, Mohamad Roesad gelar Soetan Pepatih di Padang, Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia, guru di Kota Nopan (Tapanoeli)’. Nama-nama tersebut merupakan tokoh-tokoh penting di West Sumatra, Tapanoeli dan Oost Sumatra. Alumni Belanda adalah Firman, Todoeng, Tan Malaka dan Zain.   

Di Kota Padang muncul hasil keputusan dewan kota (gemeenteraad) dan juga keputusan dewan kota di Medan agar ‘pemilih’ yang ditetapkan di Kota Padang dan Kota Medan agar memilih, untuk orang Eropa kepada James dan para calon lnlandsche, Loetan, Zain, Abdoel Hakim dan Darwis (lihat De Sumatra post, 08-01-1921). Sebagaimana kita ketahui pada akhirnya yang memiliki raihan suara terbanyak dari Sumatra Abdoel Moeis (23 suara) dan pesaing dekatnya Dr. Abdoel Rasjid Siregar (21 suara). Dengan demikian anggota Volksraad pertama yang terpilih untuk wakil Sumatra di Pedjambon adalah Abdoel Moeis (dari SI Bandoeng).

Pada ‘pemilu’ berikutnya (pulau) Sumatra dibagi ke dalam empat ‘dapil’: Noord Sumatra (Tapanoeli en Atjeh), Oost Sumatra, West Sumatra dan Zuid Sumatra. Dari masing-masing dapil ini satu orang mewakili konstituen ke Volksraad di Pedjambon, Batavia. Pemenang dari dapil Noord Sumatra adalah Dr. Ali Moesa Harahap, dari dapil Oost Sumatra adalah Mr. Abdoel Firman Siregar gelar Mangaradja Soangkoepon; dari dapil West Sumatra adalah Loetan Datoek Rangkajo Maharadjo, dan dari Zuid Sumatra Mochtar. Pada periode berikutnya lagi masih tetap dengan empat dapil. Uniknya dari dapil Noord Sumatra terpilih Dr. Abdoel Rasjid Siregar (pesaing Abdoel Moeis di pemilu pertama) dan dari dapil Oost Sumatra adalah incumbent Mr. Abdoel Firman Siregar gelar Mangaradja Soangkoepon yang mana keduanya abang-adik kandung. Uniknya lagi, Abdoel Firman, Abdoel Rasjid dan Ali Moesa sama-sama kelahiran Kota Padang Sidempuan. Satu lagi anggota Volksraad yang lahir di Padang Sidempuan pada periode ketiga ini adalah Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia (yang baru meraih gelar Ph.D di Belanda), tidak melalui pemilihan tetapi pengangkatan oleh pemerintah mewakili golongan pendidikan pribumi. Pada pemilu periode keempat tiga anggota dewan masih diwakili oleh Firman, Rasjid dan Todoeng namun ditambah Radjamin Nasoetion (sebagai anggota pengganti dari Parindra) mewakili Oost Java (Radjamin Nasoetion adalah Wethouder dari Kota Soerabaja).  

Di Pantai Barat Sumatra isu Jawa vs luar Jawa terus bergulir. Aktivis Sumatranen Bond terus menggelorakannya, mahasiswa-mahasiswa (dan pelajar) asal Sumatra di Batavia, Buitenzorg, Bandoeng serta di Belanda terus melakukan konsolidasi dan memperkuat barisan. Momen ini direspon aktivis pembangunan di Padang dengan mengapungkan perlunya otonomi. Dengan membentuk subkomite mempromosikan kemerdekaan  yang diketuai oleh Dr. Abdoel Hakim.

De Sumatra post, 14-01-1922: ‘De autonomie-actie. Di Padang membentuk subkomite untuk mempromosikan kemerdekaan Hindia Belanda. Ketua adalah Dr. Hakim’.

Loco Burgemeester Padang

Dalam situasi dinamika politik nasional seperti itulah, di Kota Padang Dr. Abdoel Hakim dipilih dan diangkat pemerintah untuk menjabat Wakil Wali Kota Kota Padang. Proses ini terjadi pada tahun 1931. Pengangkatan Dr. Abdoel Moeis adalah suatu kejutan. Sebab pada akhir tahun 1929 meski MH. Thamrin yang diangkat sebagai Wakil Wali Kota di Batavia, namun itu dapat dimaklumi karena Thamrin dianggap masih memiliki darah Eropa. MH. Thamrin diangkat sebagai Wakil Wali Kota untuk menggantikan orang Eropa yang mengundurkan diri.

De Tijd: godsdienstig-staatkundig dagblad, 22-01-1930 Batavia, Januari 21 (Aneta). Dalam pertemuan pagi ini Dewan Walikota dan Aldermen, Mr Thamrin diangkat wakil walikota kedua Batavia.

Di Batavia dengan dinamika politik yang terus berkembang apalagi pasca Kongres PPPKI (senior) dan Kongres Pemuda (junior) di Batavaia tahun 1928.

Sebagaimana diketahui Ketua PPPKI adalah MH. Thamrin dan sekretaris Parada Harahap. Sebagaimana sebelumnya diketahui Parada Harahap adalah Ketua Sumatranen Bond cabang Sibolga, setelah hijrah ke Batavia tahun 1923 tetap aktif di Sumatranen Bond, Kini, Parada Harahap adalah sekretaris Sumatranen Bond (pusat) yang juga sekretaris PPPKI.

Dr. Abdoel Hakim dipilih dan diangkat pemerintah sebagai Wakil Walikota Kota Padang karena wakil yang sebelumnya juga mengundurkan diri.

Het nieuws van den dag voor NI, 09-12-1931
Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 09-12-1931: ‘Wakil Walikota Padang: Sebuah laporan resmi mengumumkan bahwa Mr C. Hoogenboom mengundurkan diri sebagai wakil walikota Padang dan dia akan menggantikan Mr. M. Passer, sebagai anggota dewan Kota Padang. Sementara untuk Wakil Wali Kota diangkat, anggota dewan,  Dr A. Hakim’.

Sebagaimana MH. Thamrin menjadi Wakil Wali Kota Batavia yang juga anggota dewan, maka di Kota Padang pribumi yang memiliki portofolio tertinggi adalah Dr. Abdoel Hakim. Satu-satunya warga Padang yang layak untuk memimpin warga Kota Padang sebagai Wakil Wali Kota adalah Dr. Abdoel Hakim.

Portofolio Dr. Abdoel Hakim juga semakin tinggi mengingat baru-baru ini lima utusan pribumi ke Belanda termasuk diantaranya Abdoel Hakim. Utusan ini untuk membahas program mayoritas penduduk pribumi di Hindia Belanda. Empat tokoh pribumi lainnya adalah Husein Djajadiningrat (West Java), Raden Hadiwidjojo (Midden en Oost Java), Ratoelangi (Manado/Minahasa) dan Mr. Todoeng Harahap dari Tapanoeli (lihat De Indische courant, 11-04-1928). Dalam hal ini Dr. Abdoel Hakim mewakili West Sumatra.

Popularitas Dr, Abdoel Hakim di Padang dan sekitarnya juga diperkuat dengan sangat dekatnya Abdoel Hakim ke berbagai lapisan masyarakat. Dr. Abdoel Hakim juga adalah Presiden sarikat sepakbola Minangkabau dan IPE=Inlandsch Padang Elftal (lihat De Sumatra post, 08-12-1928).

Siapa Abdoel Hakim?

Abdoel Karim dan Abdoel Hakim berangkat dari Padang Sidempoen dalam waktu yang berbeda. Abdoel Karim diseleksi langsung di Padang Sidempoean dan kemudian dibawa ke Batavia tahun 1898 dengan pendampingan seorang dokter. Sementara Abdoel Hakim direkrut pada tahun 1899. Kedua siswa ini berasal dari sekolah yang sama: ELS (sekolah Eropa) di Kota Padang Sidempoean.

Bataviaasch nieuwsblad, 12-03-1898: ‘telah berangkat dari Padang dengan kapal s.s. Reael, Abdoel Karim yang didampingi oleh dokter djawa Sie Amat’. Sumatra-courant: nieuws- en advertentieblad, 28-01-1899: ‘seorang  pemuda belia bernama Abdoel Hakim, murid sekolah Eropa di Padang Sidempoean akan diambil sebagai murid sekolah untuk pelatihan dokter pribumi (docter djawa)’. Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 27-11-1902: ‘sejumlah siswa di Doktor Djawa School dipromosikan ke tingkat lima dan ke tingkat empat. Siswa yang dipromosikan ke tingkat empat (diantaranya) Abdoel Hakim van Padang Sidempoean dan Abdoel Karim van Padang Sidempoean’.

Dari delapan siswa yang naik ke tingkat lima pada tahun 1902 terdapat tujuh siswa (satu gagal) adalah siswa-siswa yang berasal dari kota-kota di Jawa. Sedangkan yang naik ke tingkat empat sebanyak sembilan siswa dimana lima diantaranya berasal dari luar Jawa (dua dari Padang Sidempoean, masing-masing satu siswa dari Ambon, Padang dan Manado). Abdoel Karim dan Abdoel Hakim seangkatan dengan Tjipto Mangunkoesoemo. Pada tahun 1904 Abdoel Karim dan Abdoel Hakim naik dari tingkat lima ke tingkat enam. Sedangkan yang naik dari tingkat empat ke tingkat lima terdapat sembilan siswa yang mana tiga diantaranya dari luar Jawa (Manado, Ambon dan Padang).

Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 07-11-1904: ‘di dokter djawa school yang naik dari tingkat empat ke tingkat lima terdapat sembilan siswa yang mana tiga diantaranya dari luar Jawa (Manado, Ambon dan Padang). Sedangkan yang naik ke tingkat enam sebanyak 10 siswa (diantaranya) Abdoel Karim dan Abdoel Hakim. Satu siswa mengulang’. Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 07-11-1905: ‘Ujian Docter-Djawaschool yang lulus ujian akhir terdapat tujuah siswa (diantaranya) Abdoel Hakim dan Abdoel Karim’.

Abdoel Hakim dan Abdoel Karim akhirnya lulus Dokter Djawa School November 1905 dan berhak mendapat gelar dokter. Mereka berdua berdinas dan ditempatkan di kota yang berbeda. Dr. Abdoel Karim ditempatkan di Sawah Loento Januari 1906, sedangkan Dr. Abdoel Hakim ditempatkan ke Padang Sidempoean, kampong halamannya. Dr. Abdoel Karim berdinas di Sawahloento tidak sampai satu tahun, lalu kemudian Desember 1906 dipindahkan ke Goenpeng Sitoli (Tapanoeli). Abdoel Karim terbilang cukup lama di Goenoeng Sitoli hingga akhirnya dipindahkan ke Fort van der Capellen Agustus 1912.

Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 07-11-1906: ‘oleh Pelayanan Medis Sipil, ditempatkan dari Batavia ke Padang Sidempoeau, dokter asli Abdoel Hakim’. Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 25-04-1910: ‘dokter asli ke Bindjei (pantai timur Sumatera), Abdoel Hakim’. Bataviaasch nieuwsblad, 06-08-1912: ‘van Goenoeng Sitoli naar Fort van der Capellen de inlandsche arts, Abdoel Karim’.

Itulah fase prndidikan Dr. Abdoel Hakim dan awal karir Abdoel Hakim menjadi dokter yang bertugas di Tapanoeli, Oost Sumatra dan West Sumatra. Dr. Abdoel Hakim setelah beberapa waktu bertugas di Oost Sumatra ditempatkan ke West Sumatra. Sebagaimana disebutkan di awal, pada tahun 1919 Dr. Abdel Hakim diangkat sebagai kepala ‘dinas kesehatan’ di West Sumatra, yang menjadi titik tolak karir Dr. Abdoel Hakim selanjutnya.

Keluarga Dr. Abdoel Hakim: Adik Bungsu dan Anak Sulung

Tunggu deskripsi lengkapnya


*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

2 komentar:

  1. saya punya data tentang kakek saya ini..

    BalasHapus
  2. dan kami memiliki poto jelas tentang kakek ku ini

    BalasHapus