Laman

Selasa, 13 Juni 2017

Sejarah Bogor (12): Ekspedisi, Orang Eropa Pertama Tiba di Bogor 1687; Pieter Scipio Bangun Benteng Padjadjaran

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bogor dalam blog ini Klik Disini

Pada era Portugis, gambaran tentang hulu sungai Tjiliwong hanya ditemukan di Pelabuhan Soenda Kelapa (Thome Pires, 1535). Dalam laporan Portugis di hulu sungai Tjiliwong terdapat kerajaan lokasi ibukotanya disebut Dajo. Masih dalam laporan Portugis, pada tahun 1522 utusan kerajaan meminta bantuan Portugis di Malaka untuk membantu. Namun pasukan Portugis terlambat tiba, ketika Banten yang beragama Islam telah menaklukkan kerajaan pada tahun 1523.

Benteng Padjdjaran (Peta ekspedisi Scipio, 1687)
Sejak itu, tidak ada informasi tentang hulu sungai Tjiliwong hingga kedatangan ekspedisi Cornelis de Houtman tiba di Banten pada tahun 1595 (lihat Journael vande reyse der Hollandtsche schepen ghedaen in Oost Indien, haer coersen, strecking hen ende vreemde avontueren die haer bejegent zijn, seer vlijtich van tijt tot tijt aengeteeckent, ..., 1597). Ketika Belanda tahun 1619 memulai koloni di muara sungai Tjiliwong dan membentuk kota Batavia tahun 1623 eks kerajaan di hulu sungai Tjiliwong sudah lama dilupakan.

Kolonisasi Meluas ke Pedalaman

Kolonisasi Belanda (VOC) yang berpusat di Batavia motif awalnya perdagangan (1619) dan dalam perkembangannya berkembang menjadi pembentukan pemerintahan (1800). Aktivitas perdagangan Belanda (VOC) dibagi ke dalam empat periode (lihat Hendrik Kroeskamp, 1931). Periode pertama dimana VOC hanya melakukan perdagangan secara longgar dan terbatas hubungan dengan komunitas di sekitar pantai, sampai sekitar 1615. Periode kedua, dimana wilayah penduduk asli (pribumi) diperluas menjadi bagian perdagangan VOC, sampai sekitar 1663; periode ketiga, dimana penduduk asli sebagai sekutu VOC, sampai dengan 1666; dan periode keempat, penduduk asli dijadikan sebagai subyek VOC.

Peta Portugis
Untuk memulai menjadikan penduduk asli sebagai subyek ini, pemerintah VOC di Batavia, sebagaimana ekspedisi pertama Belanda (Cornelis de Houtman, 1595 dan ekspedisi di bawah pimpinan P. van den Broek tiba di Arabia, Hindoestan dan Suratte 1616-1618) memulai ekspedisi untuk melakukan identifikasi dan mapping dengan melibatkan berbagai pihak yang memiliki keahlian tertentu, seperti pelukis, botanis, ahli lingustik dan sebagainya.

Ini berarti sejak 1666, VOC mulai menganggap penting penduduk asli, utamanya di kota-kota pantai. Dengan begitu dimungkinkan membentuk koloni baru, kota baru seperti Batavia sebagaimana kemudian terbentuk kota koloni (benteng) di Semarang, Soerabaja dan Padang. Lalu dari kota-kota pantai, koloni-koloni baru dikembangkan ke pedalaman.

Hal inilah yang terjadi ke pedalaman di berbagai tempat, termasuk di hulu sungai Tjiliwong. Ekspedisi pertama ke hulu sungai Tjiliwong dimulai pada tahun 1687 yang dipimpin oleh Sersan Pieter Scipio.

Ekspedisi ke Hulu Sungai Tjiliwong

Ekspedisi ke hulu sungai Tjiliwong dimulai tahun 1687. Laporan ekspedisi ini telah didokumentasikan dalam bentuk peta ekspedisi yang berjudul Lantkaat van Batavia na de Zuyd, zee door den Sergt Scipio, 1695. Ekspedisi pertama ini tidak dimulai dari Batavia, melainkan dari selatan melalui sungai besar di Pelabuhan Ratu yang sekarang hingga berakhir di Meester Cornelis. Seperti biasanya, ekspedisi tidak dalam konteks membuka jalan baru, sebaliknya mengikuti jalan lama yang sudah ada dan umum digunakan penduduk asli.

Pelabuhan Ratu (Peta ekspedisi Scipio, 1687)
Nama sungai ini belum disebut namanya hanya ditulis De Groote river (sungai besar). Nama pantai ditulis De Bocht Moarra Ratoe (Teluk Moarra Ratoe, belum ada pelabuhan, sehingga muara sungai sebagai penanda navigasi utama). Salah satu anak sungai besar disebut sungai River Simadirie (nama yang kelak dikenal nama sungai besar, sungai Cimandiri). Nama gunung Salak sudah teridentifikasi (de berg Salak).Tidak ada nama kota (kampong) yang diidentifikasi ketika naik. Rute ekspedisi ini dari sisi barat sungai Cimandiri dan menyeberang di sungai Sadang of Tangarang (kelak dikenal sungai Cisadane) yang diperkirakan di Tajur yang sekarang. dan menyeberang di sungai De Rivier Silewon of de groote Rivier (sungai Ciliwung yang sudah sejak lama dikenal di Batavia) yang diperkirakan di Katulampa yang sekarang. Rute ini menurun dari sisi timur sungai Ciliwung terus ke Batavia. Rute ekspedisi ini berakhir di Batavia/Meester Cornelis. Dua kota (kampong) yang ditulis di hulu sungai Ciliwung adalah Parkan (Parakan di Bantar Kemang yang sekarang), Coudongalan (Kedung Halang yang sekarang) dan Silouaar (Ciluar yang sekarang).

Ekspedisi-ekspedisi sebelumnya di (pulau) Jawa selalu dimulai dari (pantai) utara. Ekspedisi yang dipimpin Scipio merupakan ekspedisi (Belanda) yang dilakukan. Sejauh ini, (pantai) selatan Jawa sudah lama terabaikan oleh Belanda, yang selalu lalu lalang di selatan Jawa adalah Portugis dan Spanyol. Ini terkait dengan koloni mereka yang tersisa di Timor. Hal ini dapat dibandingkan peta-peta yang dibuat oleh Portugis, selalu dibuat detil di selatan dibandingkan di (pantai) utara. Sedangkan peta-peta yang dibuat Belanda lebih detil di (pantai) utara.

Benteng Padjadjaran Cikal Bakal Istana Bogor

Yang menarik dalam peta ekspedisi ini, diantara dua sungai besar (Ciliwung-Cisadane) yang berada pada persinggungan terdekat didirikan benteng. Benteng ini ditulis dalam peta sebagai Fort Padjadjaran. Tidak diketahui mengapa disebut Fort Padjadjaran, namun satu fakta dalam peta ini ditulis nama gunung Padjadjaran (gunung yang berada di hulu sungai Ciliwung dan sungai Cisadane yang diduga gunung Pangrango yang sekarang).

Fort Padjadjaran ini disebut demikian, boleh jadi bukan karena mengikuti nama gunung, tetapi diduga mengikuti nama yang ditemukan di area benteng (fort) ini. Jika disebut Fort Padjadjaran dapat diartikan sebagai berikut: Pertama, ekspedisi yang dipimpin Scipio ini berdiam lama di area dua sungai terdekat ini yang bertujuan untuk melakukan eksplorasi wilayah lebih luas. Kedua, Kedua, tim ekspedisi menetapkan lokasi benteng sebagai pusat identifikasi sebagai penanda dalam navigasi militer. Ketiga, karena pos (militer) tim ekspedisi ini sudah ditetapkan dan tim bekerja cukup lama, boleh jadi tim menemukan lokasi mereka sebagai bekas kerajaan yang sudah lama diketahui tetapi belum dicatat namanya. Dari situ nama Padjadjaran muncul. Sebab antara tahun ekspedisi (1687) dan tahun penyalinan (kembali) peta tahun 1695 (delapan tahun) banyak hal yang terjadi di sekitar area dua sungai khususnya di dalam perkembangan benteng.

Benteng Philipina (eks benteng Padjadjaran), Lukisan  1772)
Benteng ini (yang awalnya disebut Fort Padjadjaran) menjadi titik pusat di hulu sungai Ciliwung. Benteng ini cukup lama eksis. Benteng ini pernah disebut benteng Philipina (berdasarkan lukisan tahun 1772). Benteng inilah yang kemudian menjadi pertapakan utama tempat dimana didirikannya Istana Buitenzorg (Istana Bogor yang sekarang). Benteng Philipina, Lukisan, 1772

Lokasi benteng ini yang dimulai dari ekspedisi Scipio (1687) dalam perkembangannya menjadi lokasi tempat peristirahatan (villa, buiten zorg) yang dibangun sejak tahun 1745 oleh Baron van Imhoff. Namun villa ini hancur dalam perang melawan raja Banten tahun 1752. Lalu kemudian dibangun dua villa baru di belakang benteng. Villa ini seperti dua villa sama dan sebangun (kembar) yang mana tampak dari depan (air mancur) benteng seakan berada di tengah dua villa tersebut. Dua vila, masing-masing berukuran 30 x 15 meter. Benteng kecil yang disebut Fort Philipina dijadikan sebagai garnisun militer yang dihuni oleh 16 tentara. Sebagaimana kelak diketahui, akibat gempa besar dua villa ini hancur dan dibagun istana (Istana Buitenzorg). Akan tetapi akibat genmpa yang terjadi tahun 1824 istana ini hancur dan dibangun kembali tahun 1834 (sebagaimana bentuknya yang terlihat hingga ini hari). Ketika tahun 1834 istana dibangun kembali, garnisun militer (eks benteng Philipina, eks benteng Padjadjaran) dipindahkan ke luar istana yang berada tepat di depan pintu gerbang istana (POM militer yang sekarang di sisi jalan Sudirman dekat lampu merah).

Dengan demikian, apa yang bisa kita lihat sekarang tentang Istana Bogor (eks Istana Buitenzorg) sesungguhnya bermula dari suatu benteng yang disebut Fort Padjdjaran (kemudian namanya menjadi benteng Philipina). Benteng ini awalnya penanda navigasi militer, kini menjadi penanda navigasi destinasi wisata. Semua itu berawal dari ekspedisi pertama orang Eropa/Belanda ke hulu sungai Ciliwung yang dipimpin oleh Sersan Pieter Scipio.

Ekspedisi berikutnya baru dilakukan pada tahun 1701 setelah peta ekspedisi Scipio ini dirilis. Ekspedisi kedua ini tentu saja mengikuti petunjuk peta ekspedisi Scipio. Ekspedisi ini dipimpin Michiel Ram dan Cornelis Coops. Ekspedisi ketiga dilakukan tahun 1703 yang dipimpin oleh Abraham Jan van Riebeeck. Dua deskripsi ekspedisi ini akan dibuat dalam dua artikel yang berbeda.


*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

1 komentar:

  1. awal-awal abad ke 17, VOC sudah menuliskan nama Pajajaran dan Muara Ratu dalam petanya. Subhanalloh (Agus Prana Mulia, Bogor).

    BalasHapus