Laman

Jumat, 06 Oktober 2017

Sejarah Bandung (38): Siti Rachmiati Meutia; Gadis Kelahiran Bandoeng Menjadi Istri Wakil Presiden Mohammad Hatta

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bandung dalam blog ini Klik Disini


Sangat jarang nama asli istri Mohammad Hattta, Wakil Presiden pertama Indonesia disebut. Di dalam Wikipedia disebut Siti Rahmawati. Di dalam sumber lain disebut Rahmi Rachim. Lantas mana yang benar? Untuk itu kita perlu telusuri nama aslinya. Di dalam sumber lama, De nieuwsgier, 12-03-1954 menyebut nama asli istri Mohammad Hatta adalah Siti Rachmiati Meutia.

Siti Rachmiati, istri Mohammad Hatta (foto 1963)
Informasi nama asli istri Mohammad Hattta, Wakil Presiden ditulis oleh Herawati Diah, seorang wartawati kawakan. Tulisan Herawati Diah ini dimuat dalam surat kabar De nieuwsgier edisi 12-03-1954. Dengan demikian penulisan nama asli istri Mohammad Hattta dapat dikatakan sumbernya sangat kuat.

Lantas mengapa nama asli istri Mohammad Hatta menghilang dan sangat jarang ditemukan pada masa ini? Siti Rachmiati Meutia sendiri menuturkan kepada Herawati Diah bahwa nama Meutia tidak digunakan lagi karena dua nama sudah cukup. Oleh karenanya, nama yang kerap ditulis adalah Siti Rachmiati.

Siti Rachmiati Meutia Lahir di Bandoeng

Siti Rachmiati Meutia lahir di Bandung pada tanggal 16 Februari 1926. Siti Rachmiati Meutia adalah anak tertua Rachim (dan adiknya ada dua lagi). Ayah Siti Rachmiati Meutia berasal dari Jawa dan ibunya dari Aceh. Sebagaimana dituturkannya kepada Herawati Diah, Siti Rachmiati Meutia merasa benar-benar orang Indonesia.

De nieuwsgier, 12-03-1954
Nama Meutia yang dimilikinya berasal dari nenek dari pihak ibunya yang berasal dari Aceh. Setelah Siti Rachmiati Meutia menghilangkan nama Meutia, namun nama itu tetap hidup. Sebab Siti Rachmiati Hatta menyebut nama anak sulungnya dengan panggilan Meutia yang kelak dikenal Meutia Hatta (Swasono). Meski demikian adanya, namun dalam kehidupan sehari-hari, sang suami (Mohammad Hatta) menyebut Siti Rachmiati dengan panggilan Yuke. Ini bermula dari adik Siti Rachmiati bernama Titi, yang mana sang suami memanggil Titi dengan Mbakjuku.

Jika Mohammad Hatta memanggil Siti Rachmiati dengan Yuke, lantas bagaimana Siti Rachmiati memanggil Bung Hatta (Wakil Presiden). Siti Rachmiati tidak memanggil Mohammad Hatta dengan Uda (sebutan saudara laki-laki di daerah Minangkabau) tetapi dengan Kak Hatta (singkatan dari Kakanda, sebutan saudara laki-laki). Siti Rachmiati juga menganggap tidak benar dengan panggilan Mas, karena Siti Rachmiati menganggap dirinya orang Indonesia, sebagaimana dituturkannya kepada Herawati Diah. Oleh karena itu, Siti Rachmiati memanggil Bung Hatta dengan Kakanda

Siapa Herawati Diah?

Herawati Diah yang menulis perihal Siti Rachmiati Meutia adalah wartawati kawakan, istri dari Boerhandoedin Mohammad Diah (BM Diah). Suami istri ini adalah jurnalis sejati yang terus menggelutinya dunia media seumur hidup. BM Diah dan Herawati Diah (bersama Hoetagaloeng) mendirikan surat kabar Merdeka pada tahun 1945. Lalu kemudian penerbit Merdeka mendirikan surat kabar berbahasa Inggris The Independent (Amigoe di Curacao, 17-12-1945). Lalu dalam perkembangannya tahun 1954 muncul surat kabar berbahasa Inggris bernama Indonesian Observer dengan editor Herawati Diah (De nieuwsgier, 23-09-1954).

Herawati menempuh pendidikan sekolah menengah di Sekolah Kedutaan Amerika Serikat di Tokyo (Het dagblad: uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 17-12-1945). Herawati melanjutkan studi ke Amerika Serikat di Barnard College, New York. Setelah usai studi Herawati pulang ke tanah ait pada masa pendudukan Jepang.

Herawati memulai karir jurnalistik sebagai penyiar berita dari siaran radio yang dikuasai Jepang. Di radio yang dikuasai Jepang ini terdapat tiga pemuda seumuran: Adam Malik, Mochtar Lubis dan Sakti Alamsyah. Sementara itu seorang pemuda bernama Boerhandoedin menjadi wartawan Asia Raya (yang juga dikuasai oleh Jepang). Empat pumuda tersebut adalah empat pemuda asal Padang Sidempoean: Boerhanoeddin kelahiran Kota Radja (kini Banda Aceh); Adam Malik kelahiran Pematang Siantar, Mochtar Lubis kelahiran Sungai Penuh, Djambi dan Sakti Alamsjah kelahiran Soengai Karang, Saat-saat situasi inilah Boerhandoedin bin Mohammad Diah menikah dengan Herawati Latip. Orang yang mempekerjakan mereka (Boerhanoeddin, Adam Malik, Mochtar Lubis dan Sakti Alamsyah serta Herawati) adalah Parada Harahap, pemimpin rombongan pertama orang Indonesia ke Jepang tahun 1933 (termasuk di dalamnya Mohammad Hatta). Di Jepang, Parada Harahap dijuluki sebagai The King of Java Press. Pada masa pendudukan Jepang, Parada Harahap adalah penasehat pimpinan militer Jepang di bidang media.

Setelah Indonesia merdeka, Boerhandoedin Mohammad Diah (BM Diah) mendirikan surat kabar bernama Merdeka (sebagaimana seniornya, Parada Harahap pada tahun 1919 pernah mendirikan surat kabar Sinar Merdeka di Padang Sidempoean). Sementara Adam Malik melanjutkan kantor berita Antara yang telah dirintisnya pada tahun 1937 (sebagaimana seniornya, Parada Harahap mendirikan kantor berita pertama pribumi tahun 1925 bernama Alpena dengan editor merangkap wartawan WR Supratman). Mochtar Lubis juga ikut bergabung di kantor berita Antara.

De tijd: dagblad voor Nederland, 21-07-1947: ‘Sepuluh jam setelah penangkapan sejumlah anggota kantor berita Antara Indonesia dilakukan konferensi pers. Mochtar Lubis, Direktur Antara, mengatakan: Belanda telah memperlakukan kami dengan baik, pemancar kami diambil. Ketika kami ditangkap, kami tegang. Keluhan utama bahwa mereka telah menyita mobil saya. Kemudian kantor berita Antara ditutup’

Alasan penutupan kantor berita ini tidak diketahui. Mochtar Lubis yang sebelumnya membantu Adam Malik (Antara) kemudian bergabung dengan BM Diah (Merdeka). Namun tidak lama kemudian kantor berita Antara diizinkan kembali beroperasi, Mochtar Lubis kembali menjadi kepala editor. Lalu, surat kabar Merdeka (BM Diah) dan kantor berita Antara (Adam Malik) berkolaborasi kembali.

Het dagblad: uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 12-08-1947: ‘Minggu lalu. edisi pertama dari koran pagi republik baru di Batavia, bernama "Masa Indonesia Masa", subjudul "The Times of Indonesia". Direktur editorial majalah adalah Mr Asa Bafagih, general manager Mr MT Hoetagaloeng, penerbit adalah Mr BM Diah Dalam redaksi sekarang termasuk Tuan Soemadi dan Mochtar Lubis. Majalah ini juga termasuk kolom berita domestik singkat dalam bahasa Inggris’. Het dagblad: uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 13-01-1948: ‘Selain koran republican Merdeka terbit majalah berita bergambar bernama Merdeka di Batavia, yang mana sebagai editor adalah Mochtar Lubis’. Het vrije volk: democratisch-socialistisch dagblad, 27-01-1948: ‘…sebagai wartawan Indonesia, Mochtar Lubis (di majalah Merdeka) telah menyatakan bahwa Republik akan mengajukan "enam poin" yang akan digunakan di bawah ..verduidelijking ..der Ko’. Het dagblad: uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 04-03-1948: ‘Berita Indonesia melaporkan bahwa kantor berita Republik, Antara akan segera dibuka kembali yang berkantor di Batavia. Mochtar Lubis akan termasuk dalam pimpinan, dan oleh karena itu, kantor berita akan melayani koran republik, Merdeka’.

Lantas kemana Sakti Alamsjah?. Sakti Alamsjah terus berkarir di radio, tetapi tidak di Batavia lagi tetapi di Radio Bandoeng (yang juga dikuasai Jepang). Saat Sakti Alamsjah (Siregar) berkarir di radio (Bandoeng), teman-teman sekampungnya terus berkiprah di media cetak: Adam Malik (Batubara) dan Mochtar Lubis di kantor berita Antara dan Boerhanoedin Pohan alias BM Diah tetap di surat kabar Merdeka. Sedangkan sang senior, Parada Harahap didapuk sang junior (Soekarno, Hatta dan Amir) menjadi kepala pusat dokumentasi Kantor Kementerian Penerangan RI.

Dalam perkembangannya, Parada Harahap mulai sibuk menulis buku diantaranya buku berjudul Kebebasan Pers (lihat De vrije pers: ochtendbulletin, 04-02-1950). Sementara Mochtar Lubis mendirikan surat kabar Indonesia Raya (lihat Algemeen Indisch dagblad: de Preangerbode, 22-11-1950). Surat kabar ini mengambil nama lagu Indonesia Raya (karya WR Supratman, anak buah Parada Harahap). Sedangkan Sakti Alamsjah (bersama teman-temannya Djamal Ali, Palindih dan Asmara Hadi) mendirikan surat kabar Pikiran Rakjat di Bandoeng (lihat Algemeen Indisch dagblad: de Preangerbode, 30-12-1950). Nama surat kabar ini Fikiran Ra’jat terbit di Bandoeng (oleh Soekarno) dan dibreidel tahun 1932 (lihat De Sumatra post, 13-06-1932).

Namun dalam perkembanganya Mochtar Lubis mulai berseteru dengan Soekarno (lihat De nieuwsgier, 02-03-1951). Mochtar Lubis dalam editorial Indonesia Raya menyebut Soekarno (Presiden) adalah yang bertanggung jawab atas kematian banyak orang Indonesia selama pendudukan Jepang. Sejak itu, hubungan Soekarno dan Mochtar Lubis terus menghangat dan menggelinding kemana-mana. Mochtar Lubis tidak mau ditekan, malah memprovokasi dengan berkunjung ke Amerika Serikat (De nieuwsgier, 17-05-1951).

Melihat situasi ini, Adam Malik (Direktur Antara) berangkat ke Bandung sehubungan dengan perayaan ulang tahun yang pertama Pikiran Rakyat (Algemeen Indisch dagblad: de Preangerbode, 31-05-1951). Sudah barang tentu, Adam Malik mendapat undangan dari sohibnya Sakti Alamsyah. Kedatangan Adam Malik ke markas Pikiran Rakyat tentu saja tidak sekadar ikut merayakan ulang tahun Pikiran Rakyat, tetapi juga ada pembicaraan ‘bilateral’ antara Adam dan Sakti tentang soal yang besar: polemik antara Soekarno dan Mochtar Lubis.

Akibat polemik ini, surat kabar Indonesia Raya ditutup. Pers bebas tampaknya mulai dikekang Soekarno. Para wartawan dan SPS memprotes pengekangan pers dengan melakukan demonstrasi yang dipimpin langsung Mochtar Lubis (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 06-08-1953). Surat kabar Java Bode, surat kabar legendaris (sejak 1863) berbahasa Belanda  sejak awal tahun 1952 sudah diakuisisi oleh Parada Harahap.
  
Setelah perseteruan Soekarno dan Mochtar Lubis berlarut-larut, akhirnya Mochtar Lubis dituntut. Lalu SPS dan PWI bereaksi membentuk komite aksi (Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 22-10-1956). Mochtar Lubis di pengadilan, dihadiri banyak massa tetapi ditunda karena tidak didampingi pembela (Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 23-10-1956). Mochtar Lubis didampingi pengacara mantan menteri kehakiman dari kabinet Mr. Burhanuddin Harahap (Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 03-11-1956). Dalam kasus Mochtar Lubis, surat kabar Pikiran Rakyat juga turut mengadakan demonstrasi di Bandoeng.

Sementara itu Pikiran Rakyat yang menuding militer sebagai pendukung regim yang memerintah (Soekarno) lalu Pikiran Rakyat disita militer. Hal ini menyebabkan PR tidak beroperasi lagi para pegawai dan wartawan kehilangan pekerjaan. Singkat kata: Indonesia Raya dibreidel. Lalu kemudian terjadi peristiwa G 30 S/PKI dan peralihan kekuasaan dari Orde Lama (Soekarno) ke Orde Baru (Soeharto).

Angkatan Darat (rejim Soeharto) melihat ini sebagai peluang lalu meminta para kru Pikiran Rakyat untuk menerbitkan surat kabar Angkatan Bersenjata (mulai 24 Maret 1966). Lalu kemudian Sakti Alamsjah dengan Atang Ruswita memimpin kawan-kawan mereka eks kru Pikiran Rakyat mendirikan surat kabar baru tetapi dengan nama lama: Pikiran Rakyat. Sakti Alamsjah sebagai pemimpin umum dan Atang Ruswita sebagai pemimpin redaksi. Setelah setahun kemudian Pikiran Rakyat sejak 24 Maret 1967 terbit/ Dalam hal ini, Pikiran Rakyat di bawah pimpinan Sakti Alamsyah berada dalam track baru di awal orde baru.

Sebagaimana diktehaui tiga pendiri orde baru: Suharto, Adam Malik dan Hamengkubuwono. Adam kembali bertemu Sakti Alamsyah. Mochtar Lubis kembali bernafas dan menerbitkan kembali surat kabar Indonesia Raya yang memiliki motto ‘Dari Rakyat, Oleh Rakyat dan Untuk Rakyat’. Sakti Alamsyah dengan Pikiran Rakyat juga mulai mendapat ‘angin’. Sohib mereka yang secara teknis mentor politik mereka Adam Malik sudah berada di jajaran pemerintahan Orde Baru.

Dalam fase awal manajemen baru Pikiran Rakyat (Sakti Alamsyah dan Atang Ruswita) motto surat kabar Pikiran Rakyat berubah dari  dari ‘Mengadjak Pembatja Berfikir Kritis’ menjadi ‘Dari Rakyat, Oleh Rakyat dan Untuk Rakyat’. Pemberiaan motto baru Pikiran Rakyat yang persis sama dengan surat kabar Indonesia Raya, yakni ‘Dari Rakyat, Oleh Rakyat dan Untuk Rakyat’. Hal ini tidak lazim, dan tidak boleh kecuali diperbolehkan yang satu terhadap yang lainnya. Boleh jadi Sakti Alamsyah yang meminta izin kepada Mochtar Tentu untuk menggunakan motto yang sama atau sebaliknya Mochtar Lubis yang menyarakan Sakti Alamsyah untuk menggunakan motto yang sama.

Dua surat kabar yang berbeda nama berbeda tempat juga pernah memiliki motto yang sama, yakni: ‘Oentoek Sagala Bangsa’. Surat kabar yang pertama menggunakan motto ini adalah surat kabar Pertja Barat di Padang selepas surat kabar itu diakuisisi oleh Dja Endar Moeda tahun 1900. Dja Endar Moeda adalah editor surat kabar tersebut sejak 1897 (editor pribumi pertama). Surat kabar lainnya yang menggunakan motto ‘Oentoek Sagala Bangsa’ adalah surat kabar Pewarta Deli yang terbit di Medan pada tahun 1909. Surat kabar ini pendiri dan editornya Dja Endar Moeda. Parada Harahap pernah menjadi editor Pewarta Deli, setelah surat kabar Benih Merdeka dibreidel di Medan tahun 1918 dimana Parada Harahap sebagai editor. Pada tahun 1919, Parada Harahap pulang kampong di Padang Sidempuan dan mendirikan dan bertindak sebagai editor surat kabar Sinar Merdeka.

Singkat kata: Herawati Diah, BM Diah, Mochtar Lubis, Sakti Alamsyah, Adam Malik dan Parada Harahap pernah secara bersama-sama di media di era pendudukan Jepang. Boleh jadi Mochtar Lubis, Sakti Alamsyah, Adam Malik yang ‘mencomlangi’ Herawati Latip (anak seorang dokter lulusan Amerika Serikat) menikah dengan BM Diah.


*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar