Laman

Senin, 17 Desember 2018

Sejarah Kota Ambon (2): Georg Eberhard Rumphius dan Francois Valentjn; Pionir Ahli Botani dan Geografi Sosial di Ambon


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Ambon dalam blog ini Klik Disini

Tiga orang pertama, Frederick de Houtman, Georg Eberhard Rumphius dan Francois Valentjn tidak pernah ditemukan dalam sejarah Kota Ambon masa kini, padahal ketiganya adalah tiga nama tokoh penting di era awal Kota Ambon. Memahami sejarah dengan memperhatikan kiprah orang-orangnya, sesungguhnya menjadikan sejarah itu lebih mudah dipahami dan lebih menarik untuk dibicarakan. Kesalahan memilah dan memilih konten yang tepat, tulisan sejarah bisa menjadi sampah. Tiga orang pertama ini sejatinya menjadi faktor utama mengapa Kota Ambon menjadi penting di lintasan sejarah Indonesia (baca: Hindia Timur/Hindia Belanda).  

Georg Eberhard Rumphius
Frederick de Houtman adalah peletak dasar sistem pemerintahan VOC/Belanda. Georg Eberhard Rumphius adalah perintis penyelidikan botani di Hindia Timur dan Francois Valentjn adalah orang Belanda pertama yang menyusun sejarah VOC/Belanda di Hindia. Ketiganya, secara defacto memulainya di Kota Ambon.

Siapa Frederick de Houtman sudah dideskripsikan di artikel pertama. Georg Eberhard Rumphius dan Francois Valentjn seharusnya ditempatkan pada urutan kedua dan ketiga dalam perjalanan sejarah Kota Ambon. Francois Valentjn dan Georg Eberhard Rumphius meski memiliki minat yang berbeda tetapi keduanya secara personal sangat dekat satu sama lain. Georg Eberhard Rumphius boleh dikatakan adalah guru Francois Valentjn. 

Georg Eberhard Rumphius

Kota Ambon pada masa ini tidak begitu penting, tetapi di masa lampau Kota Ambon adalah yang pertama untuk segalanya pada era VOC/Pemerintah Hindia Belanda. Seperti halnya Frederick de Houtman yang pertama untuk urusan pemerintahan VOC/Belanda, Georg Eberhard Rumphius juga yang pertama orang VOC yang memiliki minat di bidang botani dan etnografi.

Georg Eberhard Rumphius, seorang Jerman, lahir 1 November 1627 memulai petualangan bekerja dengan VOC/Belanda tiba di Batavia tahun 1653 dan kemudian ditempatkan di Maluku pada tahun 1654 dengan status orang kedua pedagang VOC di pulau Hitu (sebelah utara Kota Ambon). Georg Eberhard Rumphius menempati posisi sebagai pedagang pertama pada tahun 1662. Sejak itu, Georg Eberhard Rumphius mulai mengeksploitasi minatnya di bidang botani di Hindia Timur khususnya di Maluku dan Ambon. Minat Georg Eberhard Rumphius di bidang botani didukung oleh Gubenrur Jenderal Joan Maetsuycker (1653-1678).

Situasi yang tidak kondusif di Makassar tidak mengurangi minat Georg Eberhard Rumphius untuk terus menekuni bidang botani. Perang Gowa/Makassar meletus pada tahun 1667 antara Soeltan Hasanoedin di pihak Gowa dan Laksamana Cornelis Speelman di pihak VOC. Pekerjaan bidang botani baru mendapat tempat kembali pada era Gubernur Jenderal Johannes Camphuys (1684-1691) yang telah menggantikan Rijckloff van Goens (1678-1781) dan Cornelis Speelman (1681-1684). Georg Eberhard Rumphius sejauh ini satu-satunya pejabat VOC yang menaruh minat pada botani. Georg Eberhard Rumphius hidup sendiri dalam dunianya di bidang botani.

Pada tahun  1675 seorang tentara profesional kelahiran 1629  berdarah Prancis St. Martin tiba di Batavia. St. Martin sebelumnya memulai karir militer dari bawah. Pada tahun 1662 St. Martin berpangkat letnan yang membantu Rijckloff van Goens yang memimpin ekspedisi ke Malabar (India selatan). Rijckloff van Goens yang membawa St Martin ke Hindia. Setelah mengabdi selama delapan tahun, St. Martin pada tahun 1683 mendapat cuti selama dua tahun ke Vaderland (Belanda). Setelah dua tahun kemudian, St. Martin kembali ke Hindia Timur. Pada tahun 1689 St. Martin ditugaskan pemerintah memimpin ekspedisi ke Bantam untuk mengendalikan situasi yang gagal dilakukan oleh Kapitein Jonker. Hasilnya sangat menggemberikan pemerintah.

Georg Eberhard Rumphius yang sejak lama sendiri dalam bidang botani, Gubernur Jenderal Johannes Camphuys menugaskan St. Martin sebagai asisten Georg Eberhard Rumphius di Herbarium Amboinense. Georg Eberhard Rumphius di Ambon dan St. Martin di Batavia dapat dikatakan sebagai peletak dasar ilmu pengetahuan di Hindia (baca: Indonesia).  

Berbeda dengan Georg Eberhard Rumphius sebagai pedagang, St. Martin adalah seorang tentara yang berminat pada botani dan etnografi (bahasa-bahasa lokal). Karena kemampuan berbahasa lokal itulah diduga St Martik selalu sukses dalam setiap ekspedisi, Atas prestasi St. Martin ke Bantam, pemerintah memberikan lahan kepadanya yang terletak si sungai Krokot di Land Kanjere atau Tjinere. Ini menambah kekayaannya yang sudah ada di sungai Bekasi lahan perkebunan tebu dan pabrik tebu. Persil lahannya yang lain terdapat di Batavia yang kemudian dikenal sebagai Kemajoran (Land Majoor, yang menjadi asal nama Kemayoran). Dalam perkembangan lebih lanjut setelah memiliki Land Tinere, St. Martin memiliki lahan yang disebut Land Tjitajam. Semua lahan-lahan tersebut adalah lahan tersebut di sekitar Batavia. Semasa Rijckloff van Goens menjadi Gubernur Jenderal (1678-1781), St. Martin mengusulkan perlunya sebuah kantor di Batavia untuk urusan yang terkait dengan minatnya yakni di bidang botani dan etnografi. Sejak inilah St. Martin terhubung (secara jarak jauh) dengan Georg Eberhard Rumphius di Ambon.  Inventarisasi St. Martin menunjukkan bahwa dia menyukai dalam hal senjata oriental, tetapi juga dalam tulisan dan manuskrip oriental; juga tanaman langka dan instrumen fisik. Perpustakaannya di Batavia mengisi enam lemari besar. Dia sangat dikenal karena pengetahuan yang tidak biasa dari bahasa Oriental, negara dan bangsa yang sangat berguna untuk penelitian ilmiah. Pemikiran St Martin ini hampir satu abad mendahului sebelum didirikannya Bataviaasch Genootschap (Batavia Society of Arts and Sciences) tahun 1778.Pada tahun 1686 St Martin bersama Joan van Hoorn diminta Dewan untuk mengekploitasi lahan-lahan di Batavia dan sekitar bersama para pemimpin pribumi. Mendatangkan pekerja dari luar Batavia mulai dilakukan. Joan van Hoorn kelak menjadi Gubernur Jenderal (1704-1709).

St. Martin tidak berumur panjang. St. Martin diberitakan meninggal pada tahun 1694. Nama St. Martin kadung sudah terkenal sebagai ahli senjata (ahli perang) tetapi juga sangat berminat dalam bidang botani dan menguasai bahasa-bahasa lokal. Sementara Georg Eberhard Rumphius dikabarkan meninggal tahun 1702. Pekerjaan botani ini, setelah meninggalnya dua pionir di bidang botani ini kemudian dilanjutkan oleh Cornelis Chastelein. Pada tahun 1696 Cornelis Chastelein membuka lahan di Seringsing dan lalu pindah ke Depok tahun 1704. Lahan-lahan Cornelis Chastelein ini tidak jauh dari lahan-lahan yang pernah dimiliki St Martin di Tjinere dan Pondok Terong (Tjitajam).

Selain Georg Eberhard Rumphius, St. Martin dan Cornelis Chastelein dalam urusan pertanian masih ada satu lagi, yakni. Abraham van Riebeeck. Ketika Cornelis Chastelein telah mengusahakan lahan di Sringsing, Abraham van Riebeeck tertarik mengeksplorasi lebih jauh ke hulu sungai Tjiliwong. Ini sehubungan setelah ekspedisi pertama ke hulu sungai Tjiliwong tahun 1687 yang dipimpin Sersan Scipio dan kemudian benteng Padjadjaran dibangun (lokasi benteng ini kini berada Istana Bogor). Abraham van Riebeeck yang juga berminat di bidang botani pada tahun 1703 mengajak Cornelis Chastelein melakukan eksplorasi ke hulu sungai Tjiliwong hingga dataran tinggi Preanger. Namun tidak lama kemudian van Riebeeck harus dikirim ke Malabar karena terjadi kerusuhan. Sepulang dari Malabar (India Selatan), van Riebeeck tidak lama kemudian menjadi Gubernur Jenderal pada tahun 1709. Saat menjabat inilah van Reibeeck mengintroduksi bibit kopi dari Malabar ke Hindia yang dimulai di Kedawong tahunn 1711 dan kemudian di sekitar sungai Tjiliwong. Sejak inilah sabab musabab mengapa tanaman kopi kemudian menjadi andalan ekspor dari Hindia Timur untuk menggantikan komoditi-komoditi lama. Pada tahun 1724 sukses di hulu sungai Tjiliwong ini, tanaman kopi diperluas ke Semarang. Inilah awal mula VOC.Belanda mulai bertani (tidak hanya sekadar pedagang).

Francois Valentjn

François Valentijn yang lahir tahun 1666, tiba di Batavia tahun 1685 dan selanjutnya ditempatkan di Ambon. Di kota inilah seorang pemuda François Valentijn dan senior Georg Eberhard Rumphius bertemu. Dua beda generasi ini mudah akrab karena keduanya memiliki minat yang sama dalam ilmu pengetahuan. Sebagaimana Georg Eberhard Rumphius dan St Martin yang menguasai bahasa Melayu, François Valentijn juga cepat belajar dan bisa berbahasa Melayu.  

Georg Eberhard Rumphius memulai karir dari pedagang, sementara St Martin memulai karir dari militer, sedangkan François Valentijn datang ke Hindia sebagai sarjana, lulusan universitas di Belanda. Francois Valentjn sangat menyukai petualangan dan menuliskannya. Sebagai pejabat VOC yang bisa berbahasa Melayu, Francois Valentjn juga ikut serta dalam ekspedisi pertama ke Jawa (via Tegal dan via Soerabaja). Meski demikian, sebagian besar waktu keberadaan François Valentijn di Ambon. Francois Valentjn pemegang kesarjanaan (filsafat dan agama), karena itu, Francois Valentjn selain menjadi pejabat VOC juga merangkap sebagai pendeta di Ambon.

Francois Valentjn kembali ke Belanda selama 10 tahun sebelum kembali lagi ke Oost Indie pada tahun 1705. Francois Valentjn kembali ke kampung halamannya Dordrecht dan mulai menulis dan menerbitkan serial Oud en nieuw Oost-Indiën (1724-1726). Pada tahun 1727 Francois Valentjn meninggal di Den Haag. Satu hal yang penting, sebagai pejabat VOC, Francois Valentyn tidak hanya memiliki akses ke dokumen-dokumen lama dan baru VOC tetapi juga telah memanfaatkan Daghregiste (catatan harian Casteel Batavia).

Volume yang ditulis oleh Francois Valentyn telah disadur oleh berbagai penulis-penulis sedudahnya dan diterbitkan oleh sejumlah penerbitan di Eropa. Penulis-penulis sejarah Oost Indie di abad ke-18 dan ke-19 secara masif telah mengutip dekripsi Francois Valentyn, namun penulis-penulis di abad ke-20 seakan merujuk pada penulis-penulis abad sebelumnya, sehingga penulis-penulis sejarah Oost Indie secara perlahan terkubur. Padahal sejatinya, Francois Valentyn yang memulainya, dimulai dari Ambon. Itulah nama Francois Valentyn, seorang pionir penulis sejarah Hindia  yang namanya sering terlupakan

Francois Valentjn dapat dikatakan adalah seorang pionir dalam bidang geografi sosial. Dengan demikian, Francois Valentjn dapat disejajarkan dengan tiga nama terdahulu yang telah menggeluti bidang ilmu pengetahuan: Georg Eberhard Rumphius, St. Martin dan Cornelis Chastelein. Bidang botani dan bidang geografi sosial adalah dua bidang ilmu pengetahuan terawal di Hindia. Dua bidang yang kemdian tidak terpisahkan dari ekspedisi-ekspedisi selanjutnya.

Tunggu deskripsi lengkapnya


*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar