Laman

Rabu, 06 Februari 2019

Sejarah Kota Palembang (2): Pembentukan Pemerintahan dan Tata Kota Palembang; Pribumi di Ilir, Cina Eropa di Ulu (1825)


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Palembang dalam blog ini Klik Disini

Era VOC/Belanda berakhir, era Pemerintahan Hindia Belanda dimulai. Pembentukan Pemerintahan Hindia Belanda di Palembang dimulai pada tahun 1805. Ini sehubungan dengan penempatan T Haarvlegter sebagai Residen di Palembang pada tahun 1805. Pada tahun 1809 pemerintahan di Palembang diperkuat dengan mengangkat J Groenhoff van Woortman sebagai Residen, sementara T Haarvlegter sebagai Tweede Resident yang merangkap sebagai Boekhouder (lihat Almanak 1810).

Kota Palembang 1877
Pengangkatan Residen Woortman berdasarkan Resolutien yang dibuat Rade van Indie pada tanggal 3 April 1810 (lihat Bataviasche koloniale courant, 06-04-1810). Untuk mendukung pemerintahan ini dari Batallion Batavia ditempatkan satu detasement di Palembang.

Namun tidak lama kemudian pengalihan kekuasaan terjadi dari Belanda ke pihak Inggris (Luit. Gen. Raffles) tahun 1811. Di Palembang, pada tanggal 17 Mei 1812 dibuat butir-butir persetujuan (articles  of  agreement) yang dilakukan oleh Colonel  RR Gillespie dan Sultan (Palembang).

Juga pada tanggal 17 Mei tersebut dibuat undang-undang (acte) yang dilakukan oleh Sultan terhadap penggabungan eilanden Banka  en  Billilon ke dalam Palembang.

Pada masa transisi ini ketika Colonel  RR Gillespie tiba di Palembang menemukan kejadian yang harus dilaporkannnya kepada Leuitenant Generaal Raffles. Laporan ini dimuat surat kabar Java government gazette, 13-06-1812.

Inti dari laporan tersebut adalah Pengeran Ratoe, putra tertua Sultan telah melakukan pembunuhan terhadap Residen. Sultan tak kuasa untuk menghalangi terjadinya kerjadian tersebut.

Lalu pada tanggal 29 Juni 1813 dibuat kontrak sementara antara Mayor W Robinson dan Residen Banka en Palembang dengan Sultan Palembang. Setelah ada penambahan artikel, pada tanggal 18 Juli 1813 dibuat perjanjian damai, persahabatan dan hubungan komersial yang dilakukan oleh Mayor W Robinson dengan Sultan Palembang. Pada bulan Maret hingga Mei 1814 pemerintah Inggris datang ke Palembang dan Banka. Kedatangan ini dalam pengenalan pemerintahan yang baru dibentuk.

Almanak 1815
Dalam Almanak 1815 hanya tiga wilayah di luar Jawa yang terbentuk pemerintahan yaitu Palembang en Banca; Macassar; dan Bandjermasing. Di Palembang, Captain MH  Court diangkat sebagai Resident en Commandant yang dibantu oleh Lieutenant C Forbes sebagai Assistant plus ttujuh pejabat lainnya.

Namun tidak lama kemudian, pada tahun 1816 kekuasaan Inggris dikembalikan kepada Pemerintah Hindia Belanda. Sehubungan dengan itu personalia Inggris di Palembang en Banca disusutkan menjadi hanya terdiri dari empat orang: Residen tetap dijabat oleh Court dan dibantu oleh Fort Adjutan Lieutenant Swanston plus dua Assisten Surgeon Mr. Wolley di Banca dan Mr. Samson di Palembang (lihat Almanak 1816). Berdasarkan berita yang dikirim dari Batavia pada bulan Februari, pengakuisisan kembali oleh Belanda ini, disebutkan tidak hanya pulau Jawa, juga Palembang, Macassar, Bandjermasing dan pulau Banca yang terkenal dengan timahnya ('s Gravenhaagsche courant, 04-07-1817).

Meski telah terjadi peralihan kekuasaan antara Inggris dan Belanda, tetapi secara de facto hanya terjadi di Jawa. Di Sumatra kekuasaan Inggris di Bengkoelen masih ada dan masih memiliki pengaruh yang kuat di wilayah-wilayah lain seperti Sumatra’s Westkust dan Tapanoeli.

Sehubungan dengan peralihan kekuasaan tersebut, Pemerintah Hindia Belanda di Batavia mulai melakukan correspondentie ke Palembang yang dilakukan oleh Commissaris  voor  Palembang  en Banka,  HW  Muntingbe dan Captain  F Salmond pada tahun 1818. Namun kehadiran Belanda mengalami resistensi dan terjadi perlawanan. Penduduk memaksa Commisaris, Mr. Muntinghe untuk menarik diri dari Palembang (lihat Opregte Haarlemsche Courant, 14-12-1819). Perlawanan penduduk Palembang menjadi perang terbuka dengan Belanda. Ekspedisi berangkat dari Batavia pada bulan Agustus 1919 yang dipimpin oleh Wolterbeek untuk melumpuhkan  Sultan Machmud Badrudin (lihat  Opregte Haarlemsche Courant, 06-01-1820). Pasukan Belanda dipimpin oleh Kolonel Bisschoff (lihat Opregte Haarlemsche Courant, 04-04-1820). Penaklukan Palembang tidak mudah. Pada bulan April kembali dikirim ekspedisi ke Palembang untuk menundukkan Sultan (Groninger courant, 18-08-1820).

Kraton. Masjid, Loge dan Kamp Cina, 1821
Hal serupa telah terjadi tahun sebelumnya di Ambon. Kapitein Pattimura menggalang kekuataan dan kemudian melancarkan serangan ke benteng Belanda di Saparoea pada tahun 1817.

Pemerintah Hindia Belanda baru berhasil memulihkan situasi tahun 1821. Deskripsi perang ini dapat dibaca secara lengkap pada  Opregte Haarlemsche Courant, 10-11-1821. Pasukan baru kembali ke Batavia tanggal 27 Juli (Middelburgsche courant, 17-11-1821). Selain Maj. Gen. De Kock dan Wolterbeek, pahlawan Belanda dalam Perang Palembang ini adalah komisaris Palembang dan Banka JI van Sevenhoven. Komisaris JI van Sevenhoven berakhir tugasnya di Palembang pada bulan Oktober tahun 1823 setelah sebelumnya melakukan perjanjian dengan Sultan dan Soesoehoenan (lihat 's Gravenhaagsche courant, 21-06-1824). Pemerintah telah menunjuk (calon)Residen Palembang.

Komisaris biasanya adalah wakil dari pemerintah pusat yang memimpin ekspedisi dan sekaligus menyiapkan pembentukan pemerintahan di wilayah baru. Sementara Residentie Palembang en Banka telah dipisahkan menjadi dua Residentie. Setelah dilakukan traktat London 1824 (tukar guling antara Bengkulu, Inggris dengan Malaka, Belanda baru mulai efektif berjalan. Sejauh ini tiga residentie yang sudah terbentuk adalah Palembang, Banka dan Sumatra’s Westkust.

Pemerintahan mulai dibentuk pada tahun 1825 berdasarkan Beslit No.32 tanggal 16 Agustus 1825. Sebagai Residentie pertama di Palembang dijabat oleh JC Reynar yang mana sebagai Rijksbestierder adalah Pangeran Krama Djaja. JC Reynar dibantu oleh dua asisten residen, seorang sekretaris, seorang kommisie pertama yang merangkap boekhouder, seorang kommisie, seorang pejabat pelabuhan, seorang pakhuismeester, dan dua orang pejabat yang diperbantukan kepada JC Reynar (lihat Almanak 1827). Sementara di Residentie Banka belum ada Residen tetapi sudah ditempatkan seorang sekretaris. Disamping pejabat-pejabat tersebut juga ditambahkan pegawai negeri sipil di Palembang Bezel MD dan di Banka CL Meinden.

JI van Sevenhoven kemudian dipindahkan ke Djocjocarta sebagai Residen (lihat Almanak 1827). Pemindahan  JI van Sevenhoven ke Djocjocarta untuk mengantikan posisi HG Nahujs. Hal ini sehubungan dengan semakin meningkatnya esklasi politik di Djocjocarta yang mana Luitenant Colonel HG Nahuijs difungsikan sebagai bagian dari tim negosiasi dalam Perang Jawa (yang berkobar sejak 1825).

Dalam menata pusat pemerintahan (hoofdplaats) Pemerintah Hindia Belanda mengikuti situasi dan kondisi yang ada. Kantor Residen seperti ditempat lain akan menjadi pusat kota baru. Dalam penataan kota, Pemerintah Hindia Belanda memisahkan area orang Eropa.Belanda dengan area penduduk pribumi dan area orang-orang Tionghoa dan golongan komunitas lainnya.

Struktur pemerintah kemudian berubah. Pemimpin lokal dalam struktur pemerintahan baru tidak disertakan lagi. Tidak diketahui sejak kapan Pangeran Krama Djaja tidak dilibatkan. Sebaliknya pada saat Residen Palembang dijabat JW Boers pemimpin komunitas Arab dan komunitas Tionghoa disertakan. Kepala (hoofd) Arab dijabat oleh Pangeran Sjarif Ali bin Aboe Bakar bin Saleh, sedangkan Kapitein Cina adalah Tjoa Killing (lihat Almanak 1836). Jumlah orang Eropa/Belanda sebanyak 12 orang di Palembang dan di Banca sebanyak 20 orang; di Bengkoelen sebanyak 51 orang.

Setelah penaklukan Sultan kantor Residen dipindahkan ke sisi utara sungai tidak jauh dari kraton. Eks kraton kemudian ditingkatkan menjadi benteng dengan beberapa bastion. Di sekitar kraton dan kantor Residen inilah kemudian area orang-orang Eropa berkembang.

Sejak era VOC/Belanda 1780 pos perdagangan Belanda teridentifikasi di sisi selatan sungai Musi sementara kraton di sisi utara sungai. Dalam perkembangannya area orang Tionghoa berada di sebelah barat area Eropa.Belanda ke arah hulu sungai. Area orang Belanda cenderung memilih lokasi di sisi jalan keluar (escape area) atau di arah hilir sungai. Penempatan area orang Eropa/Belanda di Palembang mirip dengan yang terjadi dengan di Semarang.

Kota Palembang mulai tumbuh dan berkembang seiring dengan semakin membaiknya keamanan di Palembang dan sekitar (Pelembang Benelanden). Namun Palembang belum sepenuhnya aman, Perlawanan penduduk yang dipimpin pemimpin lokal di hulu sungai Moesi (Palembang Bovenlanden) Radja Tiang Alam menjadi batu sandungan bagi otoritas Belanda di Palembang. Hulu sungai Moesi adalah sumber ekonomi terpenting yang mengalir ke pusat perdagangan di Palembang.

Leydse courant, 02-07-1856
Perlawanan yang kuat dilakukan oleh Radja Tiang Alam (Pagar Alam?) di sekitar Tebingtinggi. Perlawawanan ini dapat diatasi oleh Letnan Kolonel de Brauw sehingga keamanan dapat dipulihkan hingga ke Tebingtinggi. Meski demikian Radja Pagar Alam bergeser ke Ampat Lawang dan tetap tidak mengakui otoritas Belanda (lihat  Algemeen Handelsblad, 14-04-1852). Untuk menjepit Radja Tiang Alam dikirim satu detasemen yang dipimpin Majoor Jeekel dari Jawa ke Bengkoelen menyusuri hingga ke Tebingtinggi. Letnan Kolonel de Brauw kemudian menyerahkan komando kepada Majoor Jeekel. Untuk menambah dukungan dikirim dua detasemen ke wilayah Tebingtinggi (lihat Rotterdamsche courant, 20-07-1852). Berita perlawanan Raja Tiang Alam ini sudah muncul sebelumnya (lihat Nieuwe Rotterdamsche courant: staats-, handels-, nieuws- en advertentieblad, 19-12-1851).

Pada saat perlawanan Radja Tiang Alam ini, Pemerintah Hindia Belanda mulai membentuk wilayah di luar kota Palembang. Pada tahun1852 Residentie Palembang dibagi ke dalam empat afdeeling. Afdeeling pertama terdiri dari (a) Kota Pelembang; (b) Hiran en Banjoeasing, (c) Komering Ilir. (d) Ogan Ilir, (e) Moesi Ilir, (f) Lematang Ilir; Afdeeling kedua (Afdeeling Tebing Tinggi) terdiri dari Tebing Tinggi, Ampat Lawang. Lematang Oeloe, Moesi Oeloe dan Kikim ditambah dua landschap Redjang dan Pasoemah; Afdeeling ketiga (Afdeeling Ogan Oeloe, Koemering Oeloe en Enim) terdiri dari Ogan Oeloe, Komering Oeloe dan Enim ditambah tiga landschap Semendo, Kisam dan Makakan; Afdeeling keempat adalah wilayah aliran sungai Rawas.

Algemeen Handelsblad, 17-03-1853
Radja Tiang Alam baru berhasil ditangkap pada tanggal 3 April 1856 dan kemudian diasingkan ke Jawa (lihat Leydse courant, 02-07-1856). Radja Tiang Alam meninggal di Salatiga (lihat De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad,    08-10-1873). Catatan: Mengapa nama (pahlawan) Raja Tiang Alam ini tidak muncul dalam sejarah? Melawan Luitenan Colonel dan Majoor bukanlah perkara kecil. perjuangan selama lima tahun (1851-1856) bukanlah waktu yang singkat.

Sebelumnya, Sultan Palembang Machmoed Badaroedin dilaporkan telah meninggal di Ternate (lihat Algemeen Handelsblad, 17-03-1853). Disebutkan Sultan Palembang dalam usian tinggi 89 tahun meninggal pada tanggal 26 November (1852) di Ternate dan dikuburkan di hari esoknya.

Setelah diasingkannya Radja Tiang Alam, situasi dan kondisi keamanan di Residentie Palembang mulai dapat dipulihkan. Pertumbuhan dan perkembangan kota Palembang mulai kondusif. Pemerintah kemudian memperluas pemerintahan dengan memasukkan wilayah baru yang meliputi wilayah Kerajaan Djambi yang berkedudukan di pelabuhan Moeara Kompeh (pada tahun 1858 telah dilakukan kontrak).

Pada tahun 1867 Residentie Palembang terdiri dari lima afdeeling. Jumlah penduduk pribumi pada tahun 1867 adalah sebanyak  530.107 jiwa (sudah termasuk 111.000 di Pasemah dan Djambi. Residen Palembang yang diangkat pada tahun 1867 adalah JAW van Ophuijsen. Jumlah orang Eropa/Belanda sendiri sebanyak 153 orang (Tionghoa 3.090 orang dan Arab 1.911orang).

Orang-orang Eropa/Belanda biasanya berdiam di ibukota-ibukota. Ibukota Residentie di Palembang tempat dimana berkedudukan Residen. Dua asisten residen berkedudukan di Tebing Tinggi (Afdeeling Tebing Tinggi) dan Lahat (Afdeeling Lematang Oeloe en Ilir). Controelur berkedudukan di Moeara Bliti; Talang Padang; Kapahiang; Moeara Doea; Batoe Radja; Moera Enim; Moeara Roepit; Sekajoe; Tandjong Radja; Kartamoelia; Sirapoeloe Padang; dan Pangkalan Balei. Controleur adalah kepala pemerintahan sipil terendah. Di wilayah Djambi belum terdapat pemerintah sipil, masih semi militer yang dipimpin oleh seorang Kapiten dan di Moera Kompeh seorang Luitenant.

Residentie Palembang pada tahun 1870 afdeeling baru yang meliputi wilayah Djambi telah dipisahkan tetapi di Residentie Palembang juga terjadi pemekaran sehingga keseluruhan menjadi sembilan afdeeling: (1) Hoofdplaats Pelembang; (2) Tebing Tinggi; (3) Lematang Oeloe; (4) Komerng Oeloe; (5) Rawas; (6) Moesi Ilir; (7) Ogan Ilir en Blidah; (8) Komering Ilir; (9) Haran en Banjoeasin. Tiga afdeeling dibagi ke dalam beberapa onderfadeeling. Afdeeling Tebing Tinggi sendiri terdiri dari empat onderfadeeling: Moesi Oeloe; Kikim; Ampat Lawang; dan Redjang en Lebong. Pada tahun 1870 secara keseluruhan di Residentie Palembang terdapat sebanyak 181 orang Eropa; China 2.413 orang; Arab 1.882 orang; penduduk pribumi 451.539 orang. Pada tahun 1870 residen masih dijabat oleh JAW van Ophuijsen.

Situasi pada tahun 1870 ini sudah jauh berubah jika dibandingkan situasi pada dua dasawarsa sebelumnya pada tahun 1847. Jumlah orang Eropa/Belanda di Palembang tahun 1847 sebanyak 24 orang (bandingkan dengan tahun 1836 baru sebanyak 12 orang). Yang menjabat sebagai residen pada tahun 1847 adalah AHW Baron de Kock. Pada pemerintahan ini kembali Pangeran Krama Djaja disertakan lagi. Selain pemimpin Arab dan Cina ditambah beberapa pemimpin lokal (pangeran dan demang) sebagai Kepala polisi, Asistendan Penghoeloe.

Pada tahun 1863 jumlah orang Eropa/Belanda di Palembang telah meningkat lagi menjadi 53 orang. Pada saat ini Residen dijabat oleh PL van Bloemen Waanders. Para pemimpin lokal ditambah seperti fungsi djaksa. Demikian juga pemimpin Arab ditambah menjadi dua dan pemimpin Cina menjadi tiga orang dengan kepala sebagai Kapitein.

Berdasarkan Peta 1877 posisi Kantor Residen berada di dekat Kraton. Tidak diketahui secara jelas sejak kapan tempat Pemerintahan Hindia Belanda di Palembang dipindahkan dari sisi selatan sungai (benteng) ke sisi utara sungai dekat kraton. Diduga itu dimulai setelah 1821 (setelah Sultan Palembang ditangkap dan diasingkan ke Ternate). Berakhir sudah perlawanan pahlawan Palembang dan berakhir pula kesultanan Palembang. Kraton kemudian dilengkapi dengan tembok benteng dan bastion. Selain, kraton dan kantor Residen, bangunan besar lainnya di sekitar adalah pasar, masjid dan gereja Eropa. Tempat tiinggal pangeran berada di sisi timur pasar. Kantor Residen ini kini menjadi lokasi Monumen Ampera dan pasar pada masa kini lebih dikenal sebagai Pasar 16 Ilir dan masjid sebagai Masjid Agung.

Kota Palembang (Peta 1877)
Kota Palembang dibagi dua wilayah yakni Ilir dan Oeloe. Di Wilayah Ilir terdapat sebanyak 36 buah kampung dan di wilayah Oeloe terdapat sebanyak 14 kampong. Area Eropa berkembang di sekitar kraton dan Kantor Residen, sementara area Tionghoa tetap berada di selatan sisi sungai (wilayah Oeloe). Dalam awal pembentukan kota Palembang ini, sudah barang tentu per lu diingat ada dua tokoh penting yang berani menentang Belanda, yakni Sultan Machmud Badarudin di hilir sungai Musi (Palembang Benelanden) dan Radja Tiang Alam di hulu sungai Musi (Palembang Bovenlanden).

Sejak hadirnya Pemerintahan Hindia Belanda, pertumbuhan dan perkembangan Kota Palembang berlangsung bersamaan dengan perkembangan (perubahan) yang terjadi di wilayah di sekitar. Kota Palembang sebagai pusat perdagangan utama sangat tergantung dengan keberadaan wilayah-wilayah sekitar yang dihubungkan oleh sungai (Moesi, Ogan dan Kemering). Wilayah-wilayah sekitar menjadi sumber arus komoditi dan Kota Palembang juga menjadi pusat distribusi barang-baranng industri yang didatangkan dari tempat lain. Dalam perdagangan ini peran orang Tionghoa dan Arab sangat menonjol. Mereka ini juga termasuk pemilik kapal-kapal dagang.

Urbanisasi di Kota Palembang menjadi faktor penting Kota Palembang tumbuh dan berkembang. Pemukiman penduduk semakin bertambah dari waktu ke waktu. Apakah karena orang-orang Tionghoa dan orang-orang Arab yang terus bertambah. Mereka memilih bermukim di dekat kota. Sementara orang-orang pribumi yang bermigrasi dari berbagai tempat di wilayah-wilayah hulu sungai memilih bermukim di penggir kota membentuk perkampungan-perkampungan yang baru. Sedangkan orang-orang Eropa berada di tengah kota dekat dengan benteng yang berdampingan dengan tempat tinggal para pengeran dan para kerabat kesultanan. Orang-orang Tionghoa sejak era VOC/Belanda berada di sisi (seberang) selatan sungai, sedangkan orang-orang Arab lebih memilih bertempat tinggal dengan lingkungan tempat tinggal kesultanan (di seputar masjid).

Peta 1908
Paling tidak tahun 1877 (lihat peta) di Kota Palembang baru beberapa buah situs yang terbuat dari batu (beton) yakni rumah/kantor Residen, benteng (eks Kraton), masjid, gereja, pasar dan bangunan pabean di wilayah hilir pasar (pelabuhan). Bangunan lainnya adalah klenteng dan rumah Majoor Chinesse. Selain infrastruktur pelabuhan utama, jaringan jalan hanya terbatas di sekitar pusat pemerintahan dan pusat perdagangan di sisi seberang utara sungai (Ilir). Sementara di seberang selatan (Oeloe) jalan penghubung utama melintas dari perkampungan Tionghoa (ke arah timur dan ke arah barat). Sungai sendiri (antara Ilir dan Oeloe) menjadi arus lalulintas tersendiri. Moda transportasi darat dan transportasi air terintegrasi menjadi satu kesatuan dengan penyediaan kapal/perahu penghubung secara reguler (commnuter).

Peta 1917
Pada tahun 1877 di Kota Palembang, selain gereja sudah teridentifikasi bangunan societeit. Ini mengindikasikan bahwa kegiatan-kegiatan sosial orang Eropa/Belanda sudah marak. Societeit adalah perkumpulan sosial (klub sosial) yang menyelenggarakan berbagai aktivitas seperti hiburan, olahraga dan kegiatan sosial lainnya. Gedung societeit ini berada di depan sebelah kanan benteng/kraton dekat dengan sungai. Kantor-kantor pemerintah, kantor zeni dan logistik militer dan bangunan swasta terdapat diantara rumah Residen dan pasar. Kantor perusahaan perdagangan Belanda berada di seberang pasar (Oeloe) dekat klenteng. Hal yang terkait dengan pendidikan belum teridentifikasi secara jelas.

Pemerintah (residen) pada tahun 1895 mulai membuat rencana tata kota, yakni perencanaan tata kota dengan meningkatkan mutu jalan dan jembatan di sekitar area rumah Residen dan pasar (lihat Peta 1895).  Namun demikian hingga tahun 1908 tidak banyak yang berubah dalam hal tata kota. Hanya terlihat pelabuhan telah dipindahkan ke arah hilir (lihat Peta 1917). Pada tahun 1925 pemerintah kembali menata kota yakni menata area di sekitar pelabuhan yang baru (lihat Peta 1925).

Rencana tata kota di area Eropa, pribumi dan Arab (1895)
Dalam rencana kota 1895 di sisi jalan utama terdapat perumahan orang-orang Eropa, jalan menuju ke masjid (di Kampong 19 Ilir) melewati kantor telegraf. Pembangunan toko-toko di pasar yang berada di Kampong 16 Ilir dan juga pembangunan jalan di Kampong 13 Ilir dan Kampong 10 Ilir. Perumahan orang Eropa di Kampong 18 Ilir dan Kampong 17 Ilir. Selanjutnya perbaikan jalan di pemukiman pribumi di Kampong 15 Ilir, Kampong 14 Ilir, Kampong 9 Ilir dan Kampong 11 Ilir. Lalu kemudian pembangunan jalan dan jembatan di pemukiman orang Arab di Kampong 6 Ilir, Kampong 4 Ilir dan Kampong 5 Ilir dimana terdapat masjid (dekat sungai Moesi)

Rencana tata kota di area pelbuhan dan kampong pribumi (1925)
Selain penataan kota di area pusat pemerintahan dan pusat perdagangan, lalu kemudian juga dilakukan penataan di area sekitar pelabuhan baru yang berada di hilir sungai di Kompong 2 Ilir (sebelumnya pelabuhan lama berada di Kampong 13 Ilir). Seperti halnya di area pusat pemerintahan dan area pusat perdagangan, di area pelabuhan ini juga diintegrasikan dengan pembangunan kantor-kantor pelabuahan (bea dan cukai, pemeriksaan dll) dan  pemukiman penduduk. Sejauh ini di wilayah sebearang Oeloe dimana terdapat perkampungan Tionghoa tidak ditemukan indikasi tata kota, kecuali hanya pembangunan jalan dan jembatan hingga menuju Pladjoe.

Tunggu deskripsi lengkapnya


*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar