Laman

Selasa, 09 April 2019

Sejarah Bandung (43): Letnan Kolonel Ir. MO Parlindungan, Direktur PT PINDAD Pertama; Insinyur Teknik Kimia, Delf, 1941


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bandung dalam blog ini Klik Disini

Tidak ada nama Letnan Kolonel Ir. MO Parlindungan pada masa ini di Bandung. Namun nama Letnan Kolonel Lembong masih dikenal di Bandung sebagai nama Jalan Lembong. Sama-sama letnan kolonel tetapi memiliki latar belakang yang berbeda. Adolf Gustaaf Lembong memulai karir sebagai serdadu KNIL di era kolonial Belanda, AFP Siregar gelar MO Parlindungan memulai karir sebagai insinyur teknik kimia di era pendudukan Jepang. Dalam perang kemerdekaan keduanya memiliki start yang berbeda.

Bandoeng 1951: MO Parlindungan (kiri; AH Nasution (kanan)
Pasca Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 terjadi perang kemerdekaan melawan Sekutu/Inggris dan NICA/Belanda. Dalam masa perang kemerdekaan ini dua markas Tentara Rakyat Indonesia (TRI) yang kemudian berganti nama menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah Jogjakarta dan Bandoeng. Ini semua karena NICA/Belanda dengan pasukan KNIL-nya telah menguasai sepenuhnya Djakarta, Soerabaja dan Semarang. Praktis pusat kekuatan Republik Indonesia berada di dua kota pedalaman ini. Intensitas perang kemerdekaan juga terjadi di seputar dua kota ini.

Pasca pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda (27 Dsember 1949) beberapa tempat strategis segera dikuasai oleh TNI. Salah satunya berada di Bandoeng yakni Perusahaan Sendjata dan Mesioe (PSM). Perwira TNI yang ditunjuk untuk menanganinya adalah Letnan Kolonel Ir. MO Parlindungan. Perusahaan yang memproduksi senjata dan mesiu di Bandoeng ini kemudian dikenal PT Pindad. Bagaimana itu bisa terjadi? Mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe. .   

MO Parlindungan Insinyur Lulusan Teknik Delft Direkrut Letnan Jenderal Oerip Soemohardjo

Letnan Jenderal Oerip Soemohardjo pada tanggal 1 Oktober 1945 mulai membentuk Tentara Keamanan Rakyat (TRI). Langkah pertama yang dilakukan Letnan Jenderal Oerip Soemohardjo adalah merekrut 17 pemuda cemerlang di Jogjakarta dengan kualifikasi tertentu, antara lain Dr. Ibnoe Soetowo, Ir. MO Parlindungan, Dr. Irsan Radjamin, Dr. W Hutagalung, Mr. Arifin Harahap dan Ir. Tarip Abdullah Harahap.

Ir. MO Parlindungan adalah insinyur kimia lulusan Teknik Delft tahun 1942. Ir. MO Parlindungan adalah pribumi kedua yang lulus di sekolah elit dan super sulit tersebut. Lulusan pertama adalah Ir. Soerachman tahun 1922. Mahasiswa pertama di Teknik Delft adalah Raden Sosro Kartono (abang RA Kartini) tahun 1896, namun gagal di tahun pertama. Dalam kabinet RI pertama Ir. Soerachman menjabat sebagai Menteri Kemakmuran.

Dr. Ibnoe Soetowo lulusan sekolah kedokteran Soerabaja, 1940 dan Dr. Irsan Radjamin, lulusan sekolah kedokteran di Djakarta 1943. Dr. Irsan Radjamin adalah anak Wali Kota Soerabaja, Dr. Radjamin Nasution. Kelak, pasca pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda (1950) Letkol Ibnoe Soetowo diangkat sebagai kepala Badan Permiyakan Nasional (cikal bakal Pertamina); Letkol AFP Siregar gelar MO Parlindungan sebagai kepala Perusahaan Sendjata dan Mesiu di Bandoeng (cikal bakal PT Pindad); Letkol Irsan Radjamin sebagai kepala Departemen Kesehatan Divisi-Brawijaya di Soerabaja. Dr. W Hutagalung sejak perang kemerdekaan menjadi dokter pribadi Jenderal Soedirman.

Setelah perang, pasca pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda, Letnan Kolonel Ir. MO Parlindungan ditugaskan menjadi direktur Perusahaan Sendjata dan Mesioe (PSM). perusahaan yang memproduksi senjata dan mesiu di Bandoeng (lihat, Algemeen Indisch dagblad : de Preangerbode, 20-07-1950). Inilah untuk kali pertama pabrik senjata di Bandoeng sejak pendiriannya pada era Hindia Belanda dan dilanjutkan pendudukan militer Jepang ini dipimpin oleh seorang pribumi dengan kompetensi yang sesuai.

MO Parlindungan sebenarnya tidak asing dengan kota Bandoeng. Setelah lulus sekolah teknik di Delft dan Zurich dengan beslit insinyur teknik kimia kembali ke tanah air. Dalam bukunya MO Parlindunga disebutnya bahwa dirinya sudah berada di Bandoeng pada pertengahan tahun 1941 (ditempatkan di Bandoeng sebagai staf di pabrik senjata) atas rekomendasi seniornya Ir. Soerachman yang menjadi pejabat di Departemen Industri. MO Parlingungan berangkat studi ke Belanda di Delft (lihat Delftsche courant, 11-09-1937). MO Parlindungan sendiri lulus HBS Afdeeling B Medan bulan Juni 1937 (lihat De Sumatra post, 03-06-1937). Pada saat terjadi perang, Ir MO Parlindungan termasuk yang direkrut Oriep Soemohardjo untuk menjalankan misi khusus petahanan RI di Jogjakarta. Sehubungan dengan ketegangan yang terus meningkat di Soerabaja, Overste MO Parlindungan dikirim ke Soerabaja untuk mengurus dan membantu para republiken dalam persenjataann (terutama bom tarik). Sebagaimana diketahui akhirnya meletus perang Soerabaja pada tangga 11 November 1945.

Pada saat Overste Ir MO Parlindungan mengisi jabatannya di Bandoeng, jumlah karyawan PSM sebanyak 5.000 orang (lihat Algemeen Indisch dagblad: de Preangerbode, 28-04-1951). Ini mengindikasikan bahwa satu-satunya pabrik senjata di Indonesia itu adalah pabrik besar. MO Parlindungan meminta pensiun dini pada tahun 1954. MO Parlindungan tahun 1954 ini juga MO Parlindungan dari Bandoeng pindah ke Djakarta untuk terjun ke dunia bisnis.

MO Parlindungan berasal dari keluarga terpelajar di Sipirok, Ayah adalah seorang guru yang menjadi direktur Normaal School di Pematangsiantar. Dua pamannya adalah anggota Volksraad yakni Mr Mangaradja Soangkoepon (sekolah di Belanda) dari dapil province Oost Sumatra dan Dr Abdoel Rasjid (lulus STOVIA) dari dapil Residentie Tapanoeli. Dua abangnya adalah dokter lulusan Belanda yakni Dr, Diapari Siregar dan Dr. Gindo Siregar. Pada era perang kemerdekaan Dr Gindo Siregar adalah komandan militer wilayah Sumatra bagian utara dengan pangkat Majoor Generaal (setingkat dengan Majoor Generaal Abdoel Haris Nasoetion di di Divisi I Siliwingi).

Sementara itu, rekannya Overste Mr. Arifin Harahap selepas perang bekerja dari awal di Kementerian Ekonomi Urusan Perdagangan (sejak 1949), dan  karirnya terus meningkat. Dalam Kabinet Kerja I (sejak 10 Juli 1959) yang mana sebagai Perdana Menteri adalah Sekarno dan Menteri Pertama adalah Djuanda Kartawidjaja serta Menteri Keamanan dan Pertahanan/Kepala Staf Angkatan Darat adalah Abdul Haris Nasution, Mr. Arifin Harahap dipromosikan dan diangkat sebagai Menteri (Muda) Perdagangan. Mr. Arifin Harahap menjadi menteri dalam tujuh kabinet yang berbeda.

Overste Ir. Tarip Abdullah Harahap selepas perang yang kembali ke Bandoeng diangkat Menteri Perhubungan Djoeanda Kartawidjaja sebagai Direktur Penerbangan Sipil (sejak September 1950) untuk mengambil alih semua fungsi penerbangan sipil dari orang-prang Belanda, Untuk maskapainya sendiri (GIA) secara fungsional dijabat oleh Mr. CA Mochtar Nasution (CA Mochtar, lulusan fakultas hukum di Belanda, sebelumnya sebagai staf KLM di Belanda). Ir. Tarip Abdullah Harahap adalah adik kelas Ir. Djoeanda Kartawidjaja di THS Bandoeng (lulus 1939). Selama era ibu kota RI di Djogjakarta Ir. Tarip Abdullah Harahap ditempatkan sebagai Kepala Djawatan Angkoetan Motor Republik Indonesia (DAMRI).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Letnan Kolonel Lembong Terbunuh oleh KNIL di Bandung; Letnan Kolonel Ir. MO Parlindungan Pensiun Menjadi Penulis Buku

Tunggu deskripsi lengkapnya


*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar