Laman

Rabu, 04 Desember 2019

Sejarah Jakarta (61): Si Pitung dan Fakta Sebenarnya, 1892; Menulis Ulang Sejarah Si Pitung Berdasarkan Data Tersedia dan Valid


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini

Kisah Si Pitung sebagai legenda itu hanya ditemukan dalam kisah Si Pitung yang diangkat ke layar putih (film) pada tahun 1931 (lihat De Indische courant, 29-06-1931). Film ini sejatinya ingin mengangkat kisah nyata Si Pitoeng, namun karena kebutuhan komersil, ceritanya diperkaya dengan unsur herois dan unsur keadilan. Oleh karena namanya sebuah film, film yang berbasis true-story yang ingin lebih menghibur penonton bergeser menjadi fiction. Dari film inilah diduga menjadi sebab persepsi tentang kisah nyata si Pitung mulai bergeser seperti yang diceritakan pada masa ini.

Nieuwe courant, 17-10-1947
Tentu saja tidak hanya kisah Si Pitoeng yang bergeser ceritanya dari true-story menjadi fiction, banyak lagi, bahkan hampir di setiap kota. Di Medan atau Deli kisah cerita film Naga Bonar telah diperkaya dari aslinya tentang kisah seorang bernama Timoer Pane, yang memimpin mantan pencopet untuk membentuk pasukan Naga Terbang untuk melawan Belanda dengan mengangkat dirinya sebagai General Majoor (lihat Nieuwe couran, 17-10-1947). Kisah Timoer Pane dengan pasukannya bernama Naga Terbang akan dibuat dalam artikel tersendiri di dalam serial artikel Sejarah Kota Medan.

Namun sejarah tetaplah sejarah, fiction adalah fiction. Sejarah adalah suatu narasi tentang fakta. Sehubungan dengan banyaknya kisah tentang fakta seseorang yang diangkat ke dalam fiction (film, opera dan roman) maka kita masa kini harus kembali memisahkan konten fakta dan konten fiksi. Dengan demikian, kita bisa membebaskan diri melihat apa yang menjadi fakta dan apa yang menjadi fiksi. Untuk melihat fakta sebenarnya tentang Si Pitung mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe (sumber sejaman).  

Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Si Pitung Mininggal Tertembak Peluru Schout Hinne

Salihoen alias Si Pitoeng meninggal pada hari Sabtu tanggal 14 Oktober 1893 pada pukul setengah tujuh malam, beberapa jam setelah ditahan. Si Pitoeng meninggal akibat luka yang dialaminya terkena tembakan Schout Hinne pada sore harinya pukul lima dalam suatu pengepungan. Selama perjalanan dari tempat tertembak hingga penjara kota, salah satu opas pengawal terus menghibur Si Pitoeng yang sekarat dengan menyanyikan lagu gembira. Sambil menahan sakit Si Pitoeng sempat meminta ‘towak sama ijs’ (tuak dengan es).

Bataviaasch nieuwsblad edisi Senin 08-08-1892
Rangkaian kejadian yang terjadi hari Sabtu tanggal 14 Oktober 1893 diberitakan oleh surat kabar Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie edisi Senin 16-10-1893 dan surat kabar Bataviaasch nieuwsblad edisi Senin 16-10-1893. Pemberitaan tentang Si Pitoeng berawal dari suatu penyelidikan di rumah Si Pitoeng di (kampong) Soekaboemi atas tuduhan perampokan di rumah Ny. DC dan rumah Hadjie Sapioedin di Maroenda. Di loteng rumah Si Pitoeng ditemukan uang sebanyak f125 yang disimpan dalam bambu. Sejak penyelidikan ini Si Pitoeng dalam status buron. Hasil penyelidikan ini diberitakan surat kabar Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie edisi Senin 08-08-1892 dan surat kabar Bataviaasch nieuwsblad edisi Senin 08-08-1892. Sejak menjadi buron hingga Si Pitoeng meninggal dua surat kabar ini terus melaporkan perkembangan yang terjadi dalam kasus Si Pitoeng.  

Untuk dipahami oleh pembaca, petualangan Si Pitoeng adalah suatu kasus umum. Berita terkait dengan Si Pitoeng antara tanggal 08-08-1892 hingga 16-10-1893 perkembangannya dari waktu ke waktu diberitakan surat kabar (nasional) Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie dan surat kabar (daerah) Bataviaasch nieuwsblad. Dua surat kabar ini terbilang sangat kredibel, ibarat koran Media Indonesia dan koran Pos Kota. Oleh karena itu kasus Si Pitoeng dapat ditelusuri secara terang benderang tanpa harus merasa ‘masuk angin’.

De Indische courant, 29-06-1931
Berita yang dilaporkan dua surat kabar ini selama setahun (1892-1893) berbeda dengan cerita dalam skenario film yang diproduksi pada tahun 1931 (lihat De Indische courant, 29-06-1931). Ada perbedaan waktu sekitar 40 tahun antara berita (fact) dengan skenario film (fiction). Namun celakanya, kisah dalam film inilah yang diketahui umum seperti yang diceritakan pada masa ini, seakan skenario film tersebut menjadi sejarah Si Pitoeng yang sebenarnya. Padahal isi skenario film tersebut berbeda jauh dengan isi berita-berita yang dimuat dua surat kabar tersebut pada tahun 1892-1893.  

Siapa Salihoen?

Nama Salihoen sangat umum di Batavia. Nama Salihoen juga ditemukan di tempat lain. Nama Salihoen ada yang masih muda dan ada yang bergelar hadji. Namun ada nama Salihoen yang cukup menarik perhatian. Salihoen tinggal di kampoeng Doeri yang berprofesi sebagai pedagang minuman enak (lihat Bataviaasch handelsblad, 16-06-1880). Disebutkan ketika Salihoen sedang sibuk memasak pada sore hari tanggal 14 ini, ketika terpikir olehnya bahwa ia masih memiliki pesanan untuk diserahkan kepada seorang tetangga. untuk membawa. Dia meninggalkan dapurnya namun 10 menit kemudian, bukan hanya dapurnya, tetapi seluruh bangunan luarnya juga terbakar. Bantuan segera datang dari tetangga segera sebelum kerusakan lebih lanjut terjadi.

Tentu saja pedagangan minuman enak Salihoen yang dapurnya terbakar tidak dapat langsung dihubungkan dengan nama Salihoen yang menjadi buronan polisi pada tahun 1892. Sebab nama Salihoen cukup banyak. Satu nama Saliehoen asli Kwitang didakwa dengan hukuman tiga bulan kerja paksa di luar kota dengan rantai karena terbukti di pengadilan mencuri jambu sebanyak 28 batang di suatu kebun (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 12-09-1885). Sabtu lalu dijatuhi hukuman: penduduk asli Salihoen dihukum 1 bulan penjara karena mencuri selimut wol (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 04-07-1887). Kemarin malam penduduk asli Salihoen, Sainan, Boemamin dan Moedjareh karena mereka berkelahi di jalan umum (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 13-12-1887). Polisi mevonnis 8 hari tahanan kepada penduduk asli Oentjing, Salihoen, Jedan dan Pi-ien kerena tidak melakukan layanan umum (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 27-12-1887). Penduduk asli Salihoen ditahan selama enam hari karena tidur di pos jaga (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 30-12-1887). Penduduk asli Salihoen dihukum denda f5 karena mengendarai kendaraannya secara ugal-ugalan (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 14-01-1888). Penduduk asli Salihoen kemarin, sebagai kaki tangan dalam satu pencurian, ditangkap (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 19-05-1888). Polisi mendenda f3 penduduk asli Ming, Salihoen dan Sidin karena ketiganya parkir dengan kendaraan mereka di tempat-tempat dimana tidak diizinkan (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 15-08-1888). Dengan cara merusak kemarin, pencurian bubuk di rumah wanita penduduk asli Sima di Doerie, penduduk asli Salihoen ditangkap oleh polisi sebagai tersangka pelaku (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 24-08-1888). Penduduk asli Salihoen didenda karena memacu kendaraannya di tempat umum (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 29-06-1889). Penduduk asli Salihoen dihukum denda f3 karena mengendarai kendaraannya dengan ngebut (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 17-02-1890). Kemarin dijatuhi hukuman 14 hari pribumi Sanie dan Salihoen karena berkelahi (lihat     Bataviaasch nieuwsblad, 08-07-1890).

Begitu banyak yang disebut nama Salihoen. Tidak semua nama Salihoen berperkara. Namun tidak dapat dikatakan nama Salihoen yang berperkara saling terhubung atau merujuk pada satu orang. Yang jelas ada nama Salihoen yang kerap berurusan dengan polisi dan (pengadilan). Nama Salihoen adalah nama yang umum digunakan, ada yang baik dan ada juga yang nakal atau jahat. Begitu banyaknya nama Salihoen seakan menjadi suatu marga. Tidak semua Harahap baik dan ada juga yang tidak baik. Namun ada nama Salihoen yang menjadi pengecualian yakni Salihoen alias Pitoeng.

Nama alias Salihoen, selain Pitoeng, apakah karena kesalahan ketik, adakalanya ditulis sebagai Petoeng. Arti kata pitung dan petung tidak sama. Petung adalah jenis bambu dan ada yang menggunakannya sebagai nama kampong (land) Pondok Petoeng. Sedangkan pitung dalam bahasa Jawa adalah tujuh. Lantas merujuk apa nama Pitoeng yang nama aslinya Salihoen? Tidak ditemukan penjelasan.
.
Nama Salihoen sudah barang tentu tidak selalu merujuk pada nama Si Pitoeng. Namun nama Si Pitoeng merujuk pada nama aslinya yang disebut Salihoen. Lantas apakah ada nama Salihoen yang berjiwa baik, patriot dan penderma seperti yang dipersepsikan kemudian sebagaimana kisahnya telah diangkat ke layar putih tahun 1931. Itu jelas membutuhkan penelitian tersendiri. Dalam artikel ini hanya mengacu pada nama Salihoen yang disebut memiliki nama lain Si Pitoeng yang kali pertama dilakukan penyelidikan di rumahnya pada bulan Agustus 1892 karena tuduhan mencuri di rumah Ny. DC dan ikut merampok di rumah Hadji Sapioedin di Maroenda. Nama Salihoen alias Pitoeng inilah yang akan ditelusuri hingga menemukan kematian di tangan Schout Hinne pada tanggal 14 Oktober 1893.

Buronan Si Pitoeng

Setelah dilakukan penyelidikan ke rumah Salihoen alias Si Pitoeng di Soekaboemi pada tanggal 6 Agustus 1892 (Bataviaasch nieuwsblad, 08-08-1892), Salihoen alias Pitoeng (selanjutnya dalam tulisan ini disebut saja Pitoeng), Pitoeng menjadi burun (orang yang dicari!). Pada masa ini Si Pitung disebut lahir di (kampong) Rawa Belong, kelurahan Sukabumi Utara, kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat.

Bataviaasch nieuwsblad, 09-08-1892
Pada masa lalu, Salihoen alias Pitoeng disebut tinggal di Soekaboemi. Sementara pada saat itu nama Rawa Belong sudah eksis. Nama kampong Rawa Belong tentu saja belum ada yang ada adalah rawa yang disebut Belong, suatu rawa di sisi jalan dari Tanah Abang ke Kebajoran. Di wilayah Soekaboemi/Rawa Belong pada tahun 1883 pernah diberitakan bahwa seorang Tionghoa pemilik waroeng tidak lama setelah menutup warung sekitar pukul delapan ditembak orang yang tidak dikenal hingga tewas (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 04-04-1883). Seorang lelaki Tionghoa dari Kalie Besaar menyewa sebuah kereta kemarin pagi pukul sembilan pergi ke Soeka Boemi (Rawa Belong). Sesampainya disana, katanya, menunggunya sampai dia menyelesaikan bisnisnya, yang permintaannya dikabulkan. Setelah menunggu lama untuk hal ini, orang Cina akhirnya kembali dan kemudian membawanya pulang, dimana ia tiba pada pukul dua siang. Karena dia hanya membayar normal dan menolak untuk memberi lebih banyak, dia tidak puas dengan alasan mengapa, dia sekarang akan mengajukan pengaduannya (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 18-10-1884). Di Rawa Belong, seorang pria yang mencuri telah ditembak mati kemarin malam. Kami belum memiliki perincian lebih lanjut (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 17-11-1885). Seorang penduduk asli dihukum enam bulan kerja paksa di luar di rantai karena mencuri sarong senilai f1.5 di rumah seorang Cina di Rawa Belong (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 14-10-1887). Lidju anggota kelompok yang melakukan perampokan di kampung Rawa Belong membuat keonaran di Kebajoran. Informasi tentang tempat tinggal mereka saat ini telah diberikan oleh Saniin di kampung Gandaria dan Djeeran Latip di kampung Lodjamie (lihat Bataviaasch handelsblad, 23-06-1890). Seorang pencuri yang diam-diam memasuki sebuah rumah di Rawa Belong, Tanali-Abang, kepergok oleh lelaki pemilik rumah tersebut. Pencuri, yang tidak ingin ditangkap, menembakkan tembakan ke pemilik, jatuh ke tanah. Orang yang terluka itu meninggal dalam perjalanan. Pembunuhnya telah ditangkap (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 17-11-1892).

Salihoen alias Pitoeng segera dapat ditangkap (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 09-08-1892). Disebutkan penjahat ini bisa ditangkap karena jatuh ke jerat. Residen (Bayavia) telah memerintahkan mata-mata untuk membujuk Pitoeng agar membayar denda karena kepemilikan senjata api yang dimilikinya tanpa lisensi di kantor kepala djaksa. Pitoeng ditangkap di kantor Djaksa. Selain itu, disebutkan enam orang dari Meester-Cornelis telah mengakui Pitoeng sebagai pemimpin perampokan di rumah Hadji Sapioedin di Meroenda. Pitoeng juga disebutkan, antara lain senjata api terebut berasal dari pencurian yang dilakukannya di rumah Mr F di land Grogol.

Kepada mata-mata telah diberikan hadiah sebesar f100 (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 10-08-1892). Sementara itu, pribumi Adidie, yang dianggap sebagai kaki tangan dalam kejahatan Pitoeng dan ditempatkan di bawah pengawasan 2 opas dan 1 mandoor, berhasil melarikan diri kemarin dengan dalih bahwa dia lapar dan ingin membeli sesuatu. 3 petugas polisi tersebut harus bertanggungawab untuk ini (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 12-08-1892).

Pitoeng akhirnya memasuki tahap persidangan, namun prosesnya harus ditunda karena ketidakhadiran saksi-saksi (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 10-11-1892). Disebutkan bahwa dewan pengadilan (landraad) terhadap kasus Pitoeng, yang dituduh melakukan pencurian di rumah Mrs. DC atas barang-barang senilai f188, yang seharusnya diadakan kemarin, harus ditunda hingga saat ini, karena saksi-saksi Oessin, Ketjiel dan Resam tidak muncul di persidangan.

Peta 1890an
Landraad adalah Pengadilan (untuk pribumi) yang anggotantya terdiri dari orang-orang Eropa/Belanda, Timur Asing dan pribumi. Landraad Meester Cornelis dimana Pitoeng akan disidangkan sudah sejak lama eksis, paling tidak eksistensinya sudah diberitakan pada tahun 1825 (lihat Bataviasche courant, 27-04-1825). Landraad terdapat diibukota afdeeling (kabupaten), seperti di afdeeling Meester Cornelis, afdeeling Buitenzorg, afdeeling Soekaboemi dan afdeeling Krawang. Landraad Meester Cornelis (rn Tangerang) diketuai oleh Mr. J Reepmaker (yang juga merangkap sebagai anggota raad van justitie te Batavia), sementara sebagai penulis adalah J Paul, seorang particulier (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 01-06-1892). Anggota landraad adalah orang-orang yang berkompeten dan bersedia untuk tugas justice yang diangkat oleh pemerintah yang mewakili komposisi orang-orang Eropa, Timur Asing (Tionghoa dan atau Arab) serta pribumi (pemimpin pribumi atau tokoh pribumi). Perangkat persidangan di landraad ini terdiri dari ketua dan para anggota plus djaksa (district) dan adjunct djaksa (onderdistrict) yang biasanya pribumi) serta Schout (yang biasanya orang Eropa/Belanda). Untuk fungsi substituut griffier di Landraad Meester Cornelis adalah van Velthuijisa de Bie.

Persidangan kasus Pitoeng dilanjutkan kembali pada tanggal 17 November 1892 (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 17-11-1892). Disebutkan bahwa hari ini penduduk pribumi Pitoeng alias Salihoen, dibebaskan dari tuduhan mencuri pada malam hari di rumah (seorang Eropa) Ny DC (Ny Du Cl.) di Tanah Abang. Meski demikian, Pitoeng masih tetap ditahan karena masih ada kasus lain yang dituduhkan kepada Pitoeng yakni perampokan di rumah Hadji Sapioedin di Maroenda (district Bekasi). Hasil keputusan pengadilan kasus Pitoeng dalam hal perampokan di Maroenda (afdeeling Bekasi) dijatuhi hukuman mati (karena dilakukan lebih dari dua orang).

Bataviaasch nieuwsblad, 17-11-1892
Bataviaasch nieuwsblad, 20-12-1892: ‘Oleh persidangan yang diadakan di Bekasi menjatuhkan hukuman mati kepada penduduk asli Drachman, Moedjeran, Pitoeng, Merais, Gering dan Dji-ie, untuk perampokan di rumah penduduk asli Sapioedin di Meroenda, yang dilakukan oleh geng bersenjata lebih dari 2 orang’.

Bataviaasch nieuwsblad, 20-12-1892
Catatan: wilayah Residenti Batavia terdiri dari Stad Batavia dan empat afdeeling (Meester Cornelis, Tangerang, Bekasi dan Buitenzorg). Landraad hanya terdapat di Meester Cornelis dan Buitenzorg. Landraad Meester Cornelis en Tangerang berada di Meester Cornelis. Sementara itu, Regentschap (Kabupaten) Meester Cornelis meliputi afdeeling Meester Cornelis dan afdeeling Bekasi. Kampong Maroenda berada di district (afdeeling) Bekasi. Dalam hal ini, persidangan diadakan di Bekasi karena Maroenda masuk jurisdiksi district Bekasi, Regentschap Meester Cornelis (anggota komposisi sidang Landraad juga disesuaikan di masing-masing tiga afdeeling ini).  

Pitoeng Melarikan Diri dari Penjara

Tunggu deskripsi lengkapnya


*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

4 komentar:

  1. Pitung terkenal sebagai pendekar banteng Betawi

    BalasHapus
  2. Trimakasih pak,pak enapa potonya sosok pitung gak ada?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mungkin tidak ada foto, karena waktu itu membuat foto masih langka dan mahal. Selain itu, surat kabar pada saat itu belum ada yang memuat foto (mungkin teknologi percetakannya masih terbatas) Kita pada masa ini tidak bisa membayangkan wajahnya.

      Hapus