Laman

Rabu, 18 Desember 2019

Sejarah Kota Surabaya (25): Sech Albar--Ayah Ahmad Albar--Pionir Musik Gambus; Ucok AKA Harahap, Pionir Musik Rock


*Semua artikel Sejarah Kota Surabaya dalam blog ini Klik Disin

Kota Surabaya adalah kota musik, kota terawal dalam musik Indonesia. Uniknya Kota Surabaya adalah kota terawal dalam musik gambus Indonesia. Pionirnya adalah Sech Albar. Lantas apakah mungkin anak Sech Albar sebagai pemusik gambus memiliki anak seorang pemusik rock? Ahmad Albar adalah anak Sech Albar seorang pemusik rock.

DUO KRIBO: Ahmad Albar dan Ucok AKA Harahap
Apakah musik gambus dan musik rock bisa dipadukan? Tentu saja bisa yakni dengan menggabungkan nada-nada qasidah dan nada-nada rock. Itu pernah dilakukan oleh Ucok AKA Harahap (AKA Group). Ucok AKA adalah pionir musik rock Indonesia yang juga dari Surabaya. Last but not least: Apakah Ucok Harahap dan Ahmad Albar dapat dipertemukan? Ucok Harahap dan Ahmad Albar pernah membentuk duo yang diberi nama: Duo Kribo.  

Siapa sesungguhnya Sech Albar? Ke dalam pertanyaan ini juga dapat ditambahkan, siapa sesungguhnya ayah Ucok AKA Harahap? Yang jelas Sech Albar adalah pionir musik gambus Indonesia. Untuk mendapatkan gambaran siapa mereka sesungguhnya, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Marga Albar di Indonesia

Berbeda dengan marga Baswedan, Makarim dan Alatas, marga Albar di era kolonial Belanda tidak terlalu menonjol. Marga Albar terbilang jarang diberitakan pada surat kabar. Meski demikian, marga Albar sudah cukup lama terbilang eksis di Hindia Belanda (baca: Indonesia). Marga Albar di Hindia Belanda paling tidak sudah terdeteksi nama Said Albar tahun 1864 (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 03-02-1864).

Said Albar adalah seorang pedagang di Batavia. Said Albar kerap memesan tikar (rottingmatten) dari Palembang. Nama Said Albar masih eksis hingga tahun 1867 dimana Said Albar memesan damar dari Palembang. Sejak tahun 1867 tidak pernah terdeteksi lagi nama Said Albar.

Pada tahun 1896 terdeteksi kembali marga Albar. Tidak lagi di Batavia, tetapi di Soerabaja (lihat De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad,    25-02-1896). Disebutkan seorang Arab, Said Abdulrachman bin Hoesin Albar membeli tanah dari pemerintah seluas  91 M2 di kampung Ketapang, wilayah pemukiman Arab di ibukota Soerabaja dengan pembayaran sebesar f365. Besar dugaan Said Abdulrachman bin Hoesin Albar adalah anak dari Said Albar yang tempo doeloe terdeteksi tinggal di Batavia.

Dalam hal ini Said adalah nama kecil. Sementara Hoesin adalah nama dewasa. Sedangkan Albar adalah nama marga (family name). Jadi Said (Hoesin) Albar tempo doeloe yang tinggal di Batavia adalah ayah Said Abdulrachman.

Pada tahun 1907 diketahui ada yang bernama Said Mohamad Albar yang juga tinggal di Soerabaja (lihat Soerabaijasch handelsblad, 02-08-1907). Disebutkan Said Mohamad Albar dengan kapal ss van den Bosch berangkat dari Soerabaja menuju Molucco. Beberapa bulan kemudian diberitakan nama Said Oemar bin Hoesin Albar di Soerabaja (lihat (lihat Soerabaijasch handelsblad, 26-10-1907). Disebutkan Said Oemar bin Hoesin Albar dengan kapal ss Eerens berangkat dari Soerabaja dan turun di (pulau) Bawean.

Silsilah merga Albar
Nama-nama Albar di Soerabaja (Abdurrachman, Mohamad dan Oemar) adalah tiga bersaudara, anak dari Said Albar. Namun dalam penulisan nama ketiganya menggunakan nama ayah (Said) dan juga nama kakek (Hoesin) dan nama marga (Albar), yakni: Said Abdulrachman bin Hoesin Albar; Said Oemar bin Hoesin Albar; dan Said Mohamad (Hoesin) Albar. Dengan demikian, di Soerabaja paling tidak terdapat tiga orang (keluarga) yang menggunakan nama (marga) Albar.

Pada tahun 1912 (Said) Abdulrachman (bin Hoesin) Albar diberitakan melakukan transaksi dagang di Ternate dan Tidore (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 26-09-1912). Boleh jadi Abdulrachman Albar menyusul Oemar Albar melakukan kegiatan perdagangan ke Maluku.

Pada tahun 1917 diketahui Said Salim Albar dan Said Oemar Albar tiba dari Singapoera di Batavia (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 12-01-1917). Disebutkan kapal ss van Neck tiba di Batavia dari Singapoera dengan penumpang (diantaranya) Said Salim Albar dan Said Oemar Albar. Dalam hal ini Said Salim Albar diduga  saudara dari Said Oemar Albar (anak dari Said Albar di Batavia). Said Salim Albar diduga tinggal di Batavia, sedangkan Said Oemar Albar (masih) di Soerabaja. Besar dugaan jalur perdagangan (keluarga marga) Albar: Batavia-Soerabaja, Soerabaja-Maluku dan Batavia-Singapoera.

Populasi dan Sebaran Marga Albar

Setelah lebih dari setengah abad diketahui keberadaan marga Albar di Hindia Belanda (baca: Indonesia), dari satu orang, jumlahnya semakin banyak. Paling tidak anak-anak Said Albar sudah terdeteksi empat orang. Mereka ini ada yang di Batavia dan Soerabaja. Lalu pada generasi ketiga selain sudah menyebar juga muncul good news dan juga bad news.  

Pada tahun 1921, seorang yang bermarga Albar di Soerabaja memiliki perkara perdata dengan keluarga Arab lain—yang melibatkan seorang Prancis--yang kini dalam tahanan karena sumpah palsu (lihat De Preanger-bode, 24-05-1921). Masih pada tahun 1921 seorang yang bermarga Albar diketahui sebagai salah satu siswa dari sekolah guru (kweekschool) dan dinyatakan lulus di Fort de Kock (lihat De Preanger-bode, 16-11-1921). Guru Albar ini pada tahun berikutnya tahun 1922 diketahui melanjutkan studi  di sekolah guru atas (HKS) di Bandoeng (liha De Preanger-bode, 07-10-1922).

Pada tahun 1922 di Soerabaja kembali marga Albar terkait dalam masalah. Masalah yang diperkarakan adalah dugaan pembunuhan terhadap seorang kaya Arab lainnya bernama Sajid Achmad bin Oemar bin Aloewi Baagil (lihat De Preanger-bode, 24-10-1922). Disebutkan perkara ini merujuk pada perselisihan lama antara keluarga Baagil dan keluarga Albar yang mana satu orang keluarga Albar masih di penjara. Pembunuhan dengan serangan dengan menggunakan pisau terjadi pada tanggal 2 Agustus pukul 7 di Kampementstraat. Baagil meninggal karena cedera beberapa jam setelah serangan tersebut. Dalam kasus ini tiga orang didakwa yakni Sajid Taka bin Abdullah Albar, 22 tahun, pedagang kuda; Sajid Sadik bin Abdullah Albar, 30 tahun, pemilik dokar, Sajid Aloewi bin Abdullah Albar, 21 tahun, pemilik dokar. Sajid Taka bin Abdullah Albar mengaku hanya melakukan sendiri. Pengadilan (Landraad) kemudian menjatuhkan hukuman kepada ketiganya hukuman 15 tahun penjara. Dalam soal sumpah palsu itu sudah empat Albar di penjara (lihat De Indische courant,        04-11-1922). Dalam perkembannya hanya dua orang yang terbukti bersalah (lihat De Indische courant, 12-08-1925). Dua orang ini mendapat keringanan hukuman, karena pada saat pembunuhan, kroban memiliki senjata revolver yang tidak memiliki izin     

Kota Soerabaja adalah salah satu kota besar dimana terdapat populasi orang Arab yang jumlahnya sangat banya. Marga-marga Arab di Soerabaja juga sangat banyak termasuk marga Albar, marga Baagil. Marga Makarim dan marga Baswedan. Dalam hal ini, marga Albar di Soerabaja sulit diketahui seberapa banyak.

Pada tahun 1927 Ali Albar diketahui melakukan pelayaran (lihat De Sumatra post, 18-05-1927). Disebutkan pada tanggal 17 kapal ss Melchior Treub berangkat dari Singapoera yang mana di dalam manifes kapal terdapat nama Ali Albar yang berangkat (naik kapal) dari Batavia. Beberapa nama lain (non Belanda, Tionghoa dan Jepang) yang terdapat dalam manifes adalah Dr. Zakir dari Soerabaja sedangkan yang berangkat dari Batavia adalah Darwin Hamonangan, (FL) Tobing, (Amir) Sjarifoeddin (Harahap), Gindo Siregar, Soeleiman Siregar, Mohamad Machjoedin Loebis, Abdul Abbas (Siregar), dan (Abdul) Moerad. Nama-nama yang disebut terakhir ini sudah barang tentu akan turun di Medan. Belum tentu dengan Ali Albar.

Pada tahun 1931 diberitakan lagi nama marga Albar. Uniknya Aloewi Albar melerai dua Baagil yang tengah berkelahi (lihat De Indische courant, 30-12-1931). Disebutkan di pompa bensin Socony di Marmojo, dua orang Arab terkenal, H bin A Baagil dari Malang dan M bin A Baagil, yang tinggal di Kampemenstraat, mulai bekerja sama. Ada perselisihan antara keduanya. M bin A Baagil mengambil pisau dan menikam hingga ke paha. Dia membela diri dan balik menyerang dengan benda lainnya di kepala dan wajah, melukainya dan kehilangan empat gigi. Aloewi Albar, yang ingin memisahkan dua yang berkelahi tersebut dan ingin mengambil pisau dari mereka, terluka di kedua tangan. Ketiganya kemudian dibawa ke rumah sakit kota CBZ dan setelah diobati bisa dibawa pulang.

Generasi marga Albar di Soerabaja hingga tahun 1930an sudah memasuki generasi ketiga/keempat (dari anak-anak Said Albar yang tempo doeloe di Batavia). Seorang dari marga Albar di Soerabaja menulis namanya sebagai Said Mohamad bin Abdullah bin Oemar Albar. Dalam hal ini Oemar Albar dan saudara-saudara merupakan generasi Albar pertama di Soerabaja. Dalam hal ini Abdullah adalah generasi kedua dan Mohamad adalah generasi ketiga.

Keturunan marga Albar sejauh ini tidak hanya pedagang, tetapi juga sudah ada yang menjadi guru dan tentu saja profesi lainnya seperti inisinyur Ir. Abdullah Albar (lihat De Indische courant, 11-03-1933). Satu pertanyaan yang masih perlu ditelusuri adalah siapa Ali Albar yang pada tahun 1927 melakukan pelayaran dengan kapl ss Melchior Treub. Tentu saja di antara Albar ada juga yang tidak sukses dalam bisnis (lihat De Indische courant, 30-08-1933). Disebutkan di pengadilan Soerabaja diputuskan nama-nama yang dinyatakan pailit diantaranya Said Moehamad bin Abdullah bin Sadik Albar.

Pada tahun 1932 kembali terjadi perseteruan antara anggota keluarga Baagil dengan anggota keluarga Albar (lihat Soerabaijasch handelsblad, 27-09-1932). Disebutkan Sajid Aloewi bin Abdullah Albar dan Sajid Mohamad bin Oemar bin Aloewi Baagil terjadi perseteruan sejak 28 Desember 1931. Disebutkan Albar dan kawan-kawannya yang ingin menjenguk keluarga dicegat Baagil di Malang. Timbul perselisihan. Lalu berlanjut di Soerabaja yang mana Albar yang mencegat Baagil dan mengancam akan membunuh Baagil. Di pengadilan, pertengkaran ini terungkap mengatakan ‘Aku akan mengirimmu ke saudaramu’. Di dalam berita ini disebutkan Aloewi ingin membunuhnya (Baagil), seperti yang dilakukan terhadap saudaranya (Achmad). Yang dimaksud kejadian tersebut adalah peristiwa 10 tahun lalu yang mana Aloewi telah dijatuhi hukuman 15 tahun pada tahun 1922 karena pembunuhan Sajid Achmad bin Oemar bin Aloewi Baagil, tetapi hukuman ini dikurangi menjadi 9 tahun dengan remisi. Dalam hal ini Aloewi adalah Sajid Aloewi bin Abdullah Albar yang melakukan pembunuhan 10 tahun lalu. Tentu saja pada tahun 1932 ini Aloewi belum lama keluar dari penjara. Dalam pengadilan ini Aloewi Albar dijatuhi hukuman enam tahun penjara namun karena ada hal yang meringankan hanya dihukum 1 tahun dan 6 bulan penjara (lihat Soerabaijasch handelsblad, 01-10-1932).

Pada tahun 1934 kembali muncul berita good news dari marga Albar (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 27-07-1934). Disebutkan lulus ujian Indisch Hoofdacre di Bandoeng diantaranya Albar. Mereka yang dinyatakan lulus tersebut adalah guru-guru yang akan menerima sertifikat kepala sekolah (hoofdacte). Albar ini diduga adalah Albar yang dulu bersekolah di sekolah guru (kweekschool) Fort dr Kock dan melanjutkan studi ke Hoogere Kweekschool di Bandoeng 1922. Yang lulus angkatan pertama, seangkatan Albar diantaranya adalah Haroen Loebis gelar Soetan Indra Goeroe. DJ Hasiboean, R Pohan, Lie Tjik Ho dan JF Latsdrager.

Pada tahun 1934 di Batavia dibentuk komite ujian untuk hoofdacte. Ini dimaksudkan untuk mengatasi kekurangan kepala sekolah untuk HIS dan MULO yang selama ini harus lulusan di fakultas yang ada di Belanda. Dengan dibentuknya komite ujian ini setiap guru senior tidak perlu lagi ke Belanda tetapi cukup dilakukan di Bandoeng. Komite ini diketuai oleh Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia, seorang pribumi pertama yang memiliki gelar doktor (Ph.D) di bidang pendidikan. Soetan Goenoeng Moelia sepulang studi di Belanda tahun 1918 ditempatkan sebagai kepala sekolah HIS di Kotanopan (Zuid Tapanoeli). Pribumi pertama pemilik sertifikat sarjana pendidikan lulusan Belanda adalah Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan pada tahun 1911 dan kembali ke tanah air pada tahun 1913. Soetan Casajangan adalah penggagas dan presiden pertama Indisch Vereeniging di Belanda tahun 1908 (kemudian oleh Mohamad Hatta dkk tahun 1924 Indisch Vereeniging diubah menjadi Perhimpoenan Indonesia). Jabatan terakhir Soetan Casajangan kelahiran Padang Sidempoean sebelum meninggal 1927 adalah kepala sekolah Normaal School di Meester Cornelis (yang kemudian digantikan oleh Soetan Goenoeng Moelia).

Beberapa tahun kemudian Soetan Goenoeng Moelia diangkat menjadi anggota Volksraad di Batavia yang juga merangkap sebagai wakil kepala sekolah guru Normaal School di Meester Cornelis. Pada tahun 1929 Mr. Soetan Goenoeng Moelia menjadi salah satu anggota komite HIS di Batavia. Pada tahun 1930 Soetan Goenoeng Moelia melanjutkan studi diktoral ke Belanda dan lulus dan mendapat gelar doktor (Ph.D) dalam bidang pendidikan pada tahun 1933. Kelak, Mr. Soetan Goenoeng Meolia, Ph.D, kelahiran Padang Sidempoean diangkat menjadi Menteri Pendididikan RI yang kedua (menggantikan Ki Hadjar Dewantara). Soetan Goenoeng Moelia adalah saudara sepupu Perdana Menteri Mr. Amir Sjarifoeddin Harahap (yang pernah satu kapal dengan Ali Albar pada tahun 1927). Soewardi Soerjadiningrat alias Ki Hadjar Dewantara berhasil mendapat sertifikat guru di Belanda pada tahun 1918 dan tahun 1919 kembali ke tanah air.

Pada tahun 1935 tercatat seorang Albar yang aktif dalam sepakbola di Soerabaja (lihat Soerabaijasch handelsblad, 22-07-1935). Disebutkan SMA Albar anggota klub sepakbola di Soerabaja, Annasher.

Klub ini berada di bawah organisasi Annasher yang mana organisasi ini sudah sejak lama eksis. Pada tahun 1928 Annasher diketuai oleh Sech Faredj Martak. Klub Annasher berkompetisi di SVB. Pada tahun 1934 diadakan kongres orang-orang Arab di Semarang. Pasca dilakukannya fusi antara partai PBI yang berpusat d Soerabaja dan Boedi Oetomo yang berpusat di Jogjakarta menjadi partai baru Partai Indonesia Raja (Parindra) pada tahun 1935, organisasi-organisasi orang Arab di Hindia Belanda mulai disatukan dengan pembentukan organisasi Persatoean Arab-Indonesia (PAI) yang dimotori oleh AR Baswedan pada tahun 1936 (hasil kongres yang diadakan di Pekalongan). Pada tahun 1937 PAI menjadi partai (hasil kongres di Soerabaja).

Sech Albar: Ayah Seorang Rocker

Pada tahun 1935 untuk kali pertama diberitakan program/acara musik non Eropa di radio (lihat De Indische courant, 25-07-1935). Dua jenis musik pertama yang disiarkan lewat radio adalah musik krontjong dan musik gamboes. Disebutkan radio Soerabaja II 125 M menyiarkan Gamboes Orkest yang dipimpin oleh Sech Albar. Siaran ini tidak dalam bentuk rekaman tetapi dalam bentuk live dari studio di Soerabaja.

Indische courant, 25-07-1935
Program radio belumlah lama di Hindia Belanda bahkan siaran radio juga masih terbilang baru. Di Amerika sendiri pengaturan radio (yang sebelumnya masih bersifat amatir) baru dilakukan 1922. Hal yang sama juga kemudian terjadi di Hindia yang mana tahun 1930 mulai dilakukan pengaturan sehubungan dengan pembentukan NIROM (semacam RRI). Pada saat mulai diatur inilah agenda programma/acara siaran di radio diumumkan ke publik lewat surat kabar. Namun tentu saja acara musiknya masih musik-musik Eropa dan Amerika. Musik gambus di luar musik Eropa/Amerika terbilang yang paling awal disiarkan di radio. Boleh jadi itu karena ada semangat dari lembaga pengetahuan di Batavia untuk mulai memperhatikan musik-musik daerah dengan mendatangkan seorang ahli musik terkenal dari Universitas Wina, Dr. Karl Halusa pada tahun 1934.

Het nieuws van den dag voor NI, 26-08-1915
Musik gambus sendiri sudah sejak lama diketahui keberadaannya. Paling tidak keterangan ini diketahui ketika ada pesta-pesta di kalangan orang Arab (lihat Bataviaasch handelsblad, 30-11-1889). Namun pementasan itu diantara orang bersifat pro-kontra. Sementara itu pementasan gambus pernah diadakan oleh Bupati Probolinggo dalam rangka resepsi perkawinan anaknya yang mana dalam acara resepsi tersebut dimeriahkan dengan musik gambus (lihat Soerabaijasch handelsblad, 02-05-1894). Di Soerabaja pagelaran musik gambus (guitaar) dilarang oleh pemerintah setempat. Larangan ini didasarkan atas saran dari pemimpin (kapitein) Arab. Pada tahun 1895 muncul desakan dari masyarakat agar pagelaran musik gambus diizinkan. Namun pemerintah setempat meminta pengajuan izinnya langsung kepada Gubernur Jenderal saja (lihat Soerabaijasch handelsblad, 27-07-1895).

Bagaimana musik gambus bermula dan berkembang sulit diketahui. Sudah barang tentu introduksi musik gambus dilakukan oleh orang-orang Arab (yang terus berdatangan dari Hadramaut). Seperti disebutkan di atas sudah terdeteksi tahun 1889 di dalam pesta-pesta yang dilakukan di kalangan orang Arab Probolinggo. Musik gambus juga sudah beredar dalam bentuk piringan hitam (gram plate) pada tahun 1915. Sebaran musik gambus tidak hanya di Jawa, khususnya Jawa Timur dan Soerabaja, gaung musik gambus juga terdeteksi di Sumatra (lihat De Sumatra post, 29-02-1932). Disebutkan pada perayaan societeit Taman Persahabatan di Medan yang sangat sukses, selain menghadirkan sejumlah pembicara juga dihadirkan musik gambus. Apakah dengan alasan ini radio NIROM di Soerabaja coba memulai program musik gambus?

Siapa Sech Albar? Bagaimana awal mula Sech Albar membangun grup musiknya? Pertanyaan ini adalah pertanyaan inti dalam artikel ini. Sech Albar jelas berasal dari keluarga (marga) Albar di Soerabaja. Namun yang menjadi pertanyaan adalah Albar yang mana? Panggilan Sech dalam hal ini adalah pengganti panggilan Said sebelumnya di antara anak-anak dan keturunan Said Albar. Sech Albar adalah generasi ketiga/keempat dari marga Albar di Soerabaja. Kelak, Sech Albar ini disebut sebagai ayah dari Ahmad Albar (pemusik rock).

Bataviaasch nieuwsblad, 03-12-1935
Musik gambus muncul di radio kemudian terdeteksi di radion NIROM di Batavia (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 03-12-1935). Di dalam programa tanggal 3 Desember 1935 tercatat yang akan disiarkan adalah musik gambus dari Arabisch Orkest yang ditampilkan oleh Brahim Baharmoes dan SM Alaidroes dengan harmonium. Seperti halnya program musik gambus di radio Soerabaja, program musik gambus di Batavia juga dilakukan dengan live. Dalam program hari tersebut juga ada penampilan musik kecapi dan suling serta musik gamelan Jawa. Sebagaimana diketahui musik kecapi umum ditemukan di daerah Soenda, Jawa Barat, Juga dalam program hari itu ada penampilan musik Canton (Tionghoa). Keberadaan musik gamelan dan kecapi paling tidak sudah diberitakan pada tahun 1817 (sementara musik gondang Batak baru diberitakan apda tahun 1846).

Siapa Sech Albar mulai menunjukkan titik yang lebih terang (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 17-10-1936). Disebutkan orkest gambus terkenal di Soerabaja yang dipimpin oleh A Albar (inisial A belum begitu jelas siapa). Juga disebutkan di Soerabaja terdapat Pendowo Orkest. Nama yang disebut terakhir ini belum diketahui jenis musiknya apa dan dipimpin oleh siapa. Lantas apakah Sech Albar sama dengan A Albar atau dua orang yang berbeda?

Semakin intensnya musik-musik Timur (musik tradisi, gambus dan lainnya) mulai mendapat perhatian dari pengamat musik yang mengkritisi program terpusat musik-musik Timur. Sementara tidak ada persoalan dalam musik-musik Barat (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 17-10-1936). Persoalan ini terutama diantara ragam musik gamelan dan musik krontjong. Programa siaran terpusat ternyata dianggap menimbulkan masalah bagi pendengar. Langgam musik gamelan Jawa Timur terdapat perbedaan rasa bagi pendengar di Semarang dan Solo (Jawa Tengah), demikian sebaliknya. Hal yang sama juga dengan musik krontjong Batavia dan musik krontjong Soerabaja. Pengamat menyarankan untuk memikirkan siaran musik tradisi disesuaikan dengan wilayah pendengar (semacam desentralisasi) dalam pengemasan paket musik radio.  

Yang jelas musik gambus dan musik tradisi (gamelan, kecapi) semakin intens muncul di radio. Pada tahun 1937 muncul musik Batak di programa radio NIROM di berbagai kota termasuk Soerabaja ((lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 27-08-1937). Musik Soenda (degung) juga telah mendapat tempat tersendiri di radio.

Het nieuws van den dag voor N-Indie, 27-08-1937
Penampilan musik Batak ini dibawakan oleh Jong Batak. Dalam hal ini musik Batak terbilang salah satu musik tradisi yang juga terbilang awal disiarkan di radio (paling tidak di radio NIROM). Sebelumnya juga musik gambus diperkaya (dikombisnasikan) dengan chazidah atau kasidahan (lihat Soerabaijasch handelsblad, 23-02-1937). Ini seakan programa radio ingin mengoptimal (lebih mempopulerkan) semua (jenis) sumber-sumber musik yang ada. Termasuk dalam hal ini musik qambang kromong (lihat     Soerabaijasch handelsblad, 01-03-1937).

Hingga tahun 1938 Gamboes Orkest yang dipimpin oleh S Albar yang mengisi program musik di radio Soerabaja tidak ada yang menggantikan. Nama S Albar tetap eksis sejak muncul kali pertama bulan Juli 1935. Namun yang tetap menjadi pertanyaan adalah siapa S Albar atau Sech Albar?

Indische ct, 25-05-1938; Soerabaijasch hd, 20-07-1938
Dalam perkembangannya muncul nama Albar yang lain yakni Mohamad Albar (lihat De Indische courant, 25-05-1938). Disebutkan dalam program radion Batavia dan Bandoeng nyanyian (zang) dibawakan oleh Mohamad Albar. Dalam hal ini sudah barang tentu berbeda Sech Albar di Soerabaja dengan Mohamad Albar di Batavia. Lantas siapa Mohamad Albar? Sementara itu S Albar di radio Soerabaja tidak hanya memimpin musik Gamboes Orkest tetapi juga S Albar sudah membawakan nyanyian (zang) (lihat Soerabaijasch handelsblad, 02-06-1938). S Albar tidak lagi hanya musisi tetapi juga telah menjadi vokalis.

Meski S Albar sudah menyanyi, eksistensi musik (orkest) gambus di radio juga tetap berlangsung. Orkest gambus siapa tidak diketahui secara jelas apakah dipimpin oleh S Albar atau orang lain. Demikian juga orkest Batak juga sudah mulai muncul lagu-lagu (liederen) Batak (lihat Soerabaijasch handelsblad, 20-07-1938). Boleh jadi dalam hubungan ini S Albar membawakan lagu pop gambus atau sejenis dan lagu-lagu Batak sebagai lagu pop Batak. Satu yang baru program pada tahun 1938 ini adalah adanya azan Magrib di radio Batavia dan Bandoeng (lihat De Indische courant, 27-07-1938). Masih pada tahun 1938 Gamboes Orkest pimpinan Sech Albar yang juga diiringi dengan nyanyian (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 20-12-1938). Sech Albar telah menjadi penyanyi (vokalis). Penyanyi Mohamad Albar juga masih tetap eksis di radio (lihat De Indische courant, 27-07-1938).

Bataviaasch nieuwsblad, 11-01-1939
Untuk urusan musik gambus Sech Albar tidak ada duanya. Sech Albar nyaris tidak tergantikan. Perannya juga tidak hanya musisi tetapi juga sudah menjadi penyanyi. Satu yang terpenting adalah bahwa musik gambus Sech Albar sudah direkam. Ini  terrindikasi bahwa musik gambus yang dipimpin Sech Albar disiarkan di dua radio yang berbeda pada jam yang relatif bersamaan (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 11-01-1939). Tentu saja ini satu langkah kemajuan dalam rekaman musik untuk musik-musik non Eropa. Dalam hal ini juga teridentifikasi nama orkest gambus yang dipimpin oleh Sech Albar sudah menggunakan namanya sebagai merek. Ini mengindikasikan bahwa Sech Albar adalah pemilik orkes. Namanya muncul tidak lagi sebagai pimpijan tetapi sudah sebagai merek. Boleh jadi yang memimpin orkes gambus Sech Albar bukan lagi dirinya tetapi sudah didelegasikan kepada yang lain, sementara Sech Albar menjadi lebih fokus untuk meningkatkan mutu nyanyiannya sebagai vokalis (penyanyi).

Nyanyian (zang) yang dibawakan Sech Albar tampaknya tidak bergenre gambus tetapi diidentifikasi sebagai lagu Arab modern (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 08-02-1939). Dalam hal ini musik gambus adalah satu hal dan lagu Arab moderen (moderne Arabisch liederen) adalah hal yang lain lagi. Sebelumnya sudah ada genre Arabische chasidah.

Nama Sech Albar baik sebagai penyanyi maupun nama merek orkest gambus terakhir diberitakan dalam program radio di surat kabar pada bulan September 1939 (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 07-09-1939). Nama Sech Albar dan orkest gambusnya lenyap bagaikan ditelan bumi. Indikasi apa ini sulit diketahui. Nama Sech Albar dengan orkes gambusnya baru muncul kembali sejak bulan Mei 1940 (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 27-05-1940). Apakah Sech Albar sakit atau lagi bepergian ke luar negeri? Tidak ada keterangan. Sech Albar dan orkesrnya masih tetap eksis dan kembali lenyak jelang pendudukan militer Jepang. Program radio Sech Albar terakhir diberitakan di surat kabar pada tanggal 3 Februari 1942 (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 03-02-1942). Berakhir sudah era kolonial Belanda dan berakhir pula orkest gambus Sech Albar.

Ayah Ucok AKA Harahap: Seorang Apoteker

Populasi marga Albar di Soerabaja sudah cukup banyak. Satu nama terpenting dari marga Albar di Soerabaja adalah Sech Albar pimpinan orkest gambus. Pada saat jaya-jayanya Sech Albar di Soerabaja tiba seorang pemuda ganteng bernama Ismail Harahap, seorang lulusan baru sekolah apoteker di Batavia 1940 yang ditempatkan di Soerabaja pada tahun 1941. Ismail Harahap kelak dikenal sebagai ayah dari Ucok AKA Harahap.

Ismail Harahap adalah pribumi pertama di Kota Soerabaja sebagai apoteker. Ismail Harahap adalah angkatan pertama dari sekolah/kursus apoteker (artsenubereidkunst) dua tahun (semacam akademi pada era kolonial Belanda). Ismail Harahap juga menjadi lulusan pertama tahun 1940 (lihat  Bataviaasch nieuwsblad, 12-08-1940). Apoteker yang ada selama ini di Indonesia (baca: Hindia Belanda) adalah lulusan Belanda.

Ismail Harahap yang ganteng, pintar dan apoteker banyak dilirik gadis-gadis bule. Satu dari gadis-gadis bule ini adalah putri seorang Prancis yang sudah lama berdiam di Soerabaja. Dari hasil perkawinan ini lahir seorang putra yang juga ganteng pada 25 Mei 1943. Anak mereka itu diberi nama Andalas Harahap. Kelak anak tersebut dikenal sebagai Andalas Harahap gelar Datoe Oloan alias Ucok AKA Harahap.

Satu kloter dengan Ismail Harahap dari Tapanoeli pada tahun 1938 berangkat studi ke Batavia adalah Djames Harahap, Muslim Harahap dan Kalisati Siregar. Meski mereka bersekolah di Sibolga dan Medan, tetapi masing-masing ayah mereka berasal (kelahiran) Padang Sidempoean. Pada saat mereka berangkat ke Batavia, seorang marga Albar diangkat sebagai penilik sekolah HIS di Fort de Kock dan Pariaman (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 26-07-1938). Albar ini diketahui dulunya adalah alumni sekolah guru (kweekschool) di Fort de Kock dan melanjutkan studi keguruan ke Batavia pada tahun 1934.

Djames Harahap, Kalisati Siregar dan Muslim Harahap masuk sekolah ekonomi sementara Ismail Harahap masuk sekolah apoteker. Setelah lulus mereka berpencar. Ismail Harahap Harahap ditempatkan di Soerabaja sebagai apoteker. Sementara Muslim Harahap melamar kerja di Bank Nasional Indonesia di Medan. Sedangkan Djames Harahap melamar menjadi pegawai di Econemisch Zaken di Batavia. Seangkan Kalisati Siregar ditempatkan di kantor statistik di Batavia. Pada era pendudukan Jepang Ismail Harahap tetap di Soerabaja, Djames Harahap kembali ke Sibolga dan Kalisati Siregar kembali ke Padang Sidempoean. Muslim Harahap tetap di Medan. Pada era perang kemerdekaan mereka ikut mengungsi ke wilayah republik. Pada era pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda/NICA Djames Harahap menjadi kepala BNI 1946 di Sibolga, Muslim Harahap menjadi kepala Bank Nasional di Medan. Sementara Kalisati Siregar menjadi kepalda dinas perdagangan di Padang Sidempoean. Ismail Harahap membuka bisnis di Soerabaja dengan mendirikan apotik di Kaliasin.

Kelak empat pemuda Tapanoeli asal Padang Sidempoean ini lebih dikenal sebagai berikut: Ismail Harahap dikenal sebagai ayah Ucok AKA Harahap, pionir musik rock Indonesia. AKA adalah singkatan dari Apotik Kaliasin; Muslim Harahap dikenal sebagai tokoh sepak bola di Medan (pernah menjadi ketua PSMS); Djames Harahap yang telah menjadi kepala BNI Medan dikenal sebagai ayah dari Rinto Harahap dan Erwin Harahap (dua pendiri grup musik The Mercy’s). Last but not least: Kalisati Siregar dikenal sebagai ayah dari Hariman Siregar, ketua dewan mahasiswa UI (tokoh penting Malari 1974 di Jakarta). Dari empat tokoh ini hanya dua orang yang menyukai musik: Djames Harahap dan Ismail Harahap.

Di Soerabaja, tentu saja Ismail Harahap kenal dengan Sech Albar sebagai seorang pemusik. Seperti biasanya seorang pemusik mengenal dunia musik. Apakah ada persahabatan pemusik junior Ismail Harahap dengan pemusik senior Sech Albar tidak diketahui secara jelas,

Meski berbeda umur, Sech Albar dan Ismail Harahap menikah pada tahun yang sama di Soerabaja, 1942. Satu dari putra Sech Albar diberi nama Achmad Albar yang lahir tanggal 16 Juli 1946. Achmad Albar kelak diketahui, sebagaimana Ucok AKA Harahap, juga adalah seorang pemusik rock. Usia Ucok AKA Harahap dengan Achmad Albar beda tiga tahun.

Selama pendudukan militer Jepang bagaimana kehidup Ismail Harahap dan Sech Alatas tidak begitu jelas. Semua data dan informasi selama pendudukan militer Jepang tidak ditemukan (lagi) di surat kabar.

Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 mulai muncul berita-berita di surat kabar. Namun berita sura kabar tidak sebanyak sebelum pendudukan Jepang. Situasi dan kondisi di Soerabaja cepat berubah menjadi suasana perang (melawan Inggris/Sekutu dan Belanda/NICA. Ismail Harahap ikut mengungsi ke luar kota untuk membantu Wali Kota Soerabaja Dr. Radjamin Nasution (sekolah dan lulus sekolah Eropa ELS di Padang Sidempoean, 1905). Sementara itu Sech Albar tetap berada di dalam kota. Ketika muncul kembali radio di Soerabaja (yang dikuasai oleh Sekutu/NICA) penampilan Sech Albar muncul di radio (Radio AFRIS) dengan tetap mengusung musik gambus. Nama orkes gambusnya tidak lagi mengguinakana nama/merek Sech Albar tetapi dengan nama baru Alhambra yang mana sebagai penyanyi adalah Sech Albar (lihat Nieuwe courant, 20-02-1946). Namun setelah kemunculan di radio tersebut tidak terdeteksi lagi di surat kabar sebagai berita radio nama Sech Albar dengan orkest gambusnya (Alhambra).

Dari sumber lain diketahui bahwa Syech Albar telah meninggal di Soerabaja pada tanggal 30 Oktober 1947, Ini berarti Achmad Albar masih kecil ketika ditinggal oleh sang ayah.   

Setelah perang usai (pengakuan kedaulatan RI), Ismail Harahap kembali ke Surabaya, tidak menjadi pejabat tetapi lebih memilih untuk membuka usaha apotik yang diberi nama Apotik Kali Asin.  Namun karena republik Indonesia ingin membuka sekolah farmasi di Surabaya, maka Ismail Harahap diminta untuk menjadi pengajar di sekolah tersebut. Kepala sekolah yang ditunjuk adalah Dr. GP Parijs (Belanda), Drs. Gouw Soen Hok, Yap Tjiong Ing dan Tjoa Siok Tjong. Sekolah farmasi Surabaya tersebut, wisuda pertama pada tanggal 27 Juni 1954 (lihat De vrije pers : ochtendbulletin, 29-06-1954).

Andalas Harahap, setelah remaja sangat menyukai musik. Karena itu Ismail Harahap membelikan perangkat alat music kepada Andalas alias Ucok. Ketika Ucok dan kawan-kawan mendirikan grup musik (1967), nama pop Andalas menjadi Ucok AKA (Ucok Apotik Kali Asin). Grup musik mereka ini kemudian diberi nama AKA Groep yang mengusung musik rock.

Siapa Sesungguhnya Sech Albar?

Satu pertanyaan yang berlum terjawab yang justru pertanyaan utama adalah siapa sesungguhnya Sech Albar? Kita telah mengetahui siapa anaknya, yaitu Achmad Albar. Akan tetapi kita tidak/belum mengetahui siapa ayah Sech Albar (kakek Achmad Albar). Ke dalam pertanyaan ini yang paling pokok adalah siapa sesungguhnya Sech Albar? Semua tulisan (penulis) hanya menyebut ayah Achmad Albar adalah Sech Albar, seorang musisi dan penyanyi gambus.

Sech Albar
Sech Albar yang terdiri dari kata mengindikasikan kata kedua adalah nama marga (Albar), sementara Sech bukanlah nama tetapi sebutan (gelar, panggilan dsb). Penyebutan nama serupa ini (Sech Albar) sangat banyak yang mirip misalnya Haji Albar, Ucok Harahap, Haji Harahap dan sebagainya. Siapa Ucok Harahap dalam hal ini adalah Andalas Harahap. Oleh karenanya dalam nama Sech Albar tidak mengindikasikan nama kecil (nama lahir). Lalu siapa nama kecil Sech Albar? Ini yang belum terjawab. Sebab sejauh ini tidak ada yang menulis nama kecil Sech Albar. Lantas muncul pertanyaan apakah Achmad Albar, sang anak, mengetahui nama kecil ayahnya? Kemungkinan besar mengetahui, tetapi tidak terlalu peduli dengan nama kecilnya. Hanya memperdulikan nama besarnya (nama pop) yang dipanggil atau ditulis sebagai Sech Albar. Tentu saja kita sebagai pemerhati/penulis sejarah berbeda kepentingannya dengan Achmad Albar.

Satu-satunya sumber tertulis yang mendekati nama kecil Sech Albar adalah sumber surat kabar tahun 1936. Disebutkan orkest gambus terkenal di Soerabaja yang dipimpin oleh A Albar (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 17-10-1936). Lalu inisial A ini siangkatan dari apa? Cukup banyak kandidat dalam marga Albar yang memiliki nama kecil yang dimulai dari huruf A, antara lain: Aloewi, Abdullah, Ali dan Achmad.

Nama Abdullah adalah seorang insinyur, Ir. Abdullah Albar (lihat De Indische courant, 11-03-1933). Nama Aloewi Albar pada tahun 1922 dan tahun 1932 berseteru dengan keluarga Baagil (lihat Soerabaijasch handelsblad, 27-09-1932). Achmad Almar seorang pedagang yang pernah mengalami pailit. Ali Albar adalah yang melakukan pelayaran dengan kapal ss Melchior Treub pada tahun 1927 (lihat De Sumatra post, 18-05-1927).

Sumber lain menyebutkan bahwa Sech Albar lahir pada tahun 1908 dan hanya bersekolah sampai kelas 3. Sumber lain juga menyebutkan Sech Albar pada tahun 1921 ke Hadramaut dan baru kembali ke Indonesia (baca: Hindia Belanda) pada tahun 1926.

Satu-satunya marga Albar yang melakukan perjalanan jauh pada tahun-tahun terakhir ini diduga hanyalah Ali Albar saja. Ali Albar melakukan pelayaran dari Batavia dengan menggunakan kapal ss Melchior Treub pada tahun 1927 menuju Amsterdam. Besar dugaan Ali Albar dalam pelayaran ini akan turun di Suez. Lalu dari Suez dengan menggunakan kapal lain ke Hadramaut? Dalam pelayaran ini Ali Albar tidak sendiri tetapi diduga dengan Mohamad Ibrahim? Berdasarkan informasi-informasi tersebut tidak masuk akal Ali Albar pada usia 13 tahun pada tahun 1921 ke Hadramaut. Namun jika Ali Albar berangkat pada tahun 1927 sangat logis. Selain usianya sudah dewasa umurnya 18 tahun, boleh jadi setelah mahir bermusik gambus di Soerabaja baru melakukan semacam studi ke Hadramaut, Jika Ali Albar dianggap berangkat studi musik ke Hadramaut tahun 1927 dan sepulangnya ke Hindia Belanda (baca: Indonesia) sangat mungkin kemahirannya bermusik gambus sudah mumpuni sehingga layak musiknya disiarkan di radio pada tahun 1935.

Sementara Sech Albar muncul sebagai musisi di surat kabar pada tahun 1935 (lihat De Indische courant, 25-07-1935). Sejak tahun 1935 musik gambus pimpinan Sech Albar atau Ali Albar tidak tergantikan. Bahkan pemusik gambus dari Batavia Ibrahim dan Alaidroes tidak mampu menandinginya. Boleh jadi dalam hal ini, teman seperjalanan Ali Albar atau Sech Albar ke Hadramaut adalah (Mohamad) Ibrahim salah satu pemusik gambus dari Batavia. Dengan demikian, nama kecil dari Sech Albar diduga kuat adalah Ali (Albar).

Ali Albar dengan Sech Albar Oschestra (piringan hitam)
Sech Albar adalah Ali Albar? Hipotesis ini semakin dapat dibuktikan jika kaitkan dengan piringan hitam (gram plate) yang beredar yang mengindikasi terdapat nama Sech Albar dan Ali Albar (lihat gambar). Jika diperhatikan pada gram plate keluarga Canary Record ini lagu berjudul ‘Bertanding Pikiran’ yang dinyanyikan oleh Ali Albar (yang diiringi) dengan S(ech) Albar Orchestra. Sebagaimana telah dideskripsikan di atas, Sech Albar adalah nama orkest gambus yang dipimpin oleh Sech Albar yang dalam kesempatan lain Sech Albar juga diidentifikasi sebagai penyanyi. Dalam kemasan gram plate ini nama Sech Albar telah ditulis sesuai nama kecilnya (Ali Albar). Bagaimana ini bisa terjadi, bagaimana pula kita memahami nama Andalas Harahap yang lebih sering muncul di publik sebagai Ucok Harahap. Dengan demikian kesimpulan kita semakin kuat bahwa Ali Albar nama popnya adalah Sech Albar (Sech Albar Orchestra); Andalas Harahap nama popnya adalah Ucok Harahap (AKA Group). Jadi, foto dalam kemasan gram plate itu adalah foto dari Ali Albar alias Sech Albar.

Di dalam surat kabar sejaman tidak pernah ditemukan Ali Albar sebagai penyanyi gambus, yang ada di surat kabar hanyalah Sech Albar. Nama Ali Albar sebagai penyanyi gambus hanya terdapat pada label gram plate (piringan hitam). Dengan demikian, sekali lagi, Ali Albar adalah Sech Albar; atau Sech Albar adalah Ali Albar.  

Stambuk Sech Albar

Satu pertanyaan yang masih tersisa adalah siapa ayah Sech Albar? Pada masa ini tidak ada yang pernah menyebutnya. Demikian juga pada surat-kabar sejaman di era kolonial Belanda juga tidak ada keterangan yang menghubungan Sech Albar dengan nama Albar lainnya yang menjadi ayahnya.

Farida Alhasni
Jika kita periksa kembali ke awal, marga Albar yang pertama adalah Said (Hoesin) Albar. Lalu terdapat paling tidak empat nama Albar yang diduga anak Said (Hoesin) Albar yakni Abdul, Oemar, Mohamad dan Salim. Yang mana dari empat nama ini yang terhubung dengan Sech Albar sulit mendapat keterangan. Foto Farida Alhasni (Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 02-09-1953)

Sementara garis Sech Albar ke atas sulit ditelusuri, sebaliknya garis keturunan ke bawah lebih mudah diketahui, Sech Albar menikah kembali dengan Farida Alhasni. Mereka memiliki dua anak, satu diantara Achmad Albar (lahir 1946). Sech Albar meninggal tahun 1947. Farida Alhasni menikah lagi dengan Djamaloedin Malik. Mereka memiliki anak diantaranya Camelia Malik (lahir 1955).

Tunggu deskripsi lengkapnya


*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar