Laman

Kamis, 30 Januari 2020

Sejarah Padang Sidempuan (3): Sibualbuali, Perusahaan Oto Bis Jarak Jauh Pertama di Indonesia; MH Thamrin Bela Sibualbuali


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Padang Sidempuan di blog ini Klik Disini

Nama gunung Sibual-buali identik dengan kota Sipirok. Pemerintah Hindia Belanda telah menabalkan nama Sipirok sebagai nama sebuah kapal uap (ss). Orang Sipirok juga menabalkan nama usaha angkutan bis mereka dengan nama Siboeal-boeali. Perusahaan bis Siboeal-boeali adalah perusahaan bis pertama di Indonesia. Perusahaan bis yang menyertai perjuangan bangsa Indonesia.

Kereta api, bandara, kapal uap dan oto bis Angkola dan Sipirok
Orang Padang Sidempuan awalnya hanya berharap jalur kereta api dibangun dari kampong mereka ke Sibolga (pelabuhan laut). Tingggal selanggah lagi rencana itu direalisasikan, Pemerintah Hindia Belanda di Batavia (kini Jakarta) pada tahun 1920 membatalkannya karena anggaran defisit pasca Perang Dunia I. Pada tahun 1926 Pemerintah pusat menawarkan pembangunan bandara (Batavia, Palembang, Padang, Padang Sidempoean, Medan) namun itu ditolak masyarakat melalu dewan (raad) Onderfadeeling Angkola en Sipirok. Alasannnya simpel: pembangunan bandara hanya akan mempermudah pergerakan militer Belanda dan kenyamanan untuk segelintir orang Eropa/Belanda saja. Pemerintah pusat angkat tangan. Pengusaha-pengusaha Sipirok mulai berinisiatif dengan merintis perusahaan oto bis jarak jauh. Muncullah nama perusahaan oto bis Siboeal-boeali tahun 1937. Catatan: Afdeeling Padang Sidempoean terdiri dari: Onderafdeeling Angkola en Sipirok: Onderfadeeling Groot en Klein Mandailing, Oeloe en Pakantan; dan Onderafdeeling Padang Lawas.  

Orang Padang Sidempoean ingin segera sampai di kota-kota besar. Tidak seperti di Jawa, untuk melakukan perjalanan jarak jauh orang sudah sejak lama mengenal transportasi kapal laut dan kereta api. Orang Padang Sidempoean tidak punya rel dan juga tidak punya laut. Hanya hutan belantara yang ada. Gagasan pendirian oto bis jarak jauh adalah solusi terburuk yang dapat direalisasikan. Muncullah nama Siboeal-boeali. Untuk lebih memahaminya mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.  

Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*

Oto Bus Jarak Jauh ‘Siboeal-boeali’: Pembangunan Kereta Gagal, Tawaran Bandara Ditolak

Pemerintah Hindia Belanda memanfaatkan kota Padang Sidempoean hanya untuk sekadar milestone untuk menguasai wilayah Silindoeng dan Toba. Ini diawali dengan memindahkan ibu kota Residentie Tapanoeli dari Sibolga ke Padang Sidempoean 1875. Pemindahan ini untuk menarik garis lurus eksploitasi wilayah (dan pergerakan militer) dari ibu kota Province Sumatra’s Westkust (di Padang) ke pusat perlawanan Sisingamangaradja (di danau Toba) melalui ibu kota Residentie Tapanoeli yang baru (di Padang Sidempoean).

Padang Sidempoean, kota kedua terbesar di Sumatra
Militer Belanda tampaknya yakin dapat melumpuhkan Sisingamangaradja (pimpinan perlawanan). Karena itu pada tahun 1905 diumumkan pemerintah pusat di Batavia bahwa Residentie Tapaneli akan dipisahkan dari Province Sumatra’s Westkust. Setelah militer Belanda berhasil menguasai Singkel dan Tamiang, maka dengan dikuasainya Toba akan meratakan jalan untuk mengepung Atjeh (wilayah Hindia yang masih independen). Sisingamangaradja tewas tertembak tanggal 17 Juni 1907.

Setelah berhasil menaklukkan Toba, Pemerintah Hindia Belanda kembali memindahkan ibu kota Residentie Tapanoeli ke Sibolga (1907). Untuk tetap menjaga hubungan yang lancar antara Sibolga dan Padang Sidempoean di pedalaman, Pemerintah Hindia Belanda segera merencanakan pembangunan jaringan kereta api fari Padang Sidempoean ke Sibolha, dari Padang Sidempoean ke Panjaboengan dan dari Padang Sidempoean (ke Rantau Prapat). Namun rencana yang tinggal selangkah lagi untuk pembangunan ruas jeluar kereta api Sibolga- Padang Sidempoean terpaksa dibatalkan tahun 1920 karena anggaran defisit (pasca Perang Dunia I). Apakah orang Padang Sidempoean senang atau bersedih?

Peta 1910
Pada tahun 1920 penduduk Onderfadeling Angkola en Sipirok menuntut ke pusat unruk desentralisasi, biar penduduk Padang Sidempoea dapat mengatur dirinya sendiri. Oleh karena Padang Sidempoean bukan Kota (Gemeente), maka dewan yang dibentuk bukan gemeenteraad. tetapi dewan onderafdeeling: Angkola en Sipirok. Dewan yang dibentuk mulai efektif berlaku sejak tanggal 1 Juni 1920 (lihat De Sumatra post, 23-06-1920). Disebutkan anggota dewan ini diantara Abdul Manap, mantan guru di Padang Sidempoesn; Mangaradja Goenoeng, administrator majalah mingguan Poestaka dan Sinar Merdeka di Padang Sidempoean; Soetan Josia Diapari, kepala kampong di Sipirok; Ali Akip gelar Dja Saridin, pedagang di Batang Toroe; Malim Soetan, pedagang di Padang Sidempoean; JH de Groot, kepala administrator perkebunan Sumatra-Caoutchouc Maaschapij di Batang Toroe; H. Radersma, wd. Kepala Pejabat Administrasi, Rotterdam Tapanoeli Cultuur Maatschappij di Batang Toroe, dan Tjai Tjeng Liong, pedagang di Padang Sidempoean.

Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1926 mempertimbangkan untuk pembangunan bandara di Padang Sidempoean. Namun penduduk Padang Sidempoean tidak terlalu gembira. Pembangunan bandara Padang Sidempoean untuk rute penerbangan Batavia, Palembang, Padang, Padang Sidempoean-Medan (dan Sabang). Rencana ini mengalama kendala keuangan pemerintah,

Soerabaijasch handelsblad,  21-06-1938
Nama Sipirok menjadi cukup perhatian Pemerintah Hindia Belanda karena termasuk sentra kopi utama. Perusahan milik kerajaan Belanda KPM (Koninklijke Paketvaart Maatschappij) menambah kapal baru dengan nama ss Sipirok. Kapal itu dibangun dibangun oleh  NV Werf v.h. Rijkee & Co, Rotterdam yang bertonase 1.787 ton. Kapal dengan nama lambung ss Sipirok diluncurkan dari galangan kapal di Amsterdam pada tanggal 27 Oktober 1928. Kapal ini akan dioperasikan utamanya untuk menghubungkan berbagai pulau di Nusantara dan juga melakukan pelayaran internasional antara Amsterdam-Batavia.

Namun rencana pembangunan bandara Padang Sidempoean menghangat lagi pada awal tahun 1930an, Namun penetapan bandara di Padang Sidempoean tahun 1935 ditolak oleh penduduk. Alasannya simpel: pembangunan bandara di Padang Sidempoean hanya untuk memperlancar pergerakan meiliter dan hanya untuk melayani segelintit orang Eropa/Belanada. Penduduk Padang Sidempoean tidak menerima manfaat pembangunan bandara itu karenanya ditolak. Dewan Padang Sidempoean (Plaatselijke Raad Angkola en Sipirok) meneruskan tuntutan penduduk ini ke pusat. Sejak inilah lalu muncul pembentukan perusahaan oto bis di Padang Sidempoean tahun 1937.

De Sumatra post, 01-09-1939
Ibarat makanan yang tekesan enak (pesawat) adalah racun dan meski obat terasa pahir tetapi dapat menyembuhkan. Pepatah ini tampaknya yang diambil oleh penduduk Padang Sidempoean sebagai eks ibu kota Residentie Tapanoeli. Lalu para pengusaha-pengusaha asal Sipirok mulai mengambil inisiatif mendirikan perusahaan oto bis jarak jauh tahun 1937 dengan nama Firma Siboeal-boeali: Tidak hanya dari Padang Sidempoean ke Sibola tetapi juga dari Padang Sidempoean ke Padang. Tentu saja dari Padang Sidempoean ke Medan via Sibolga dan juga dimungkinkan sehubungan dengan diresmikannya pada tanggal 23-06-1937 jalur lalu lintas Taroetoeng-Sipirok (pembukaan jalur ini menjadi jalur alternatif Padang-Medan yang dapat menyingkat perjalanan 50 Km). De Sumatra post, 01-09-1939

Trayek terjauh pertama perusahaan oto bis Siboeal-boeali adalah Pematang Siantar (lihat De Sumatra post, 01-09-1939). Kota Pematang Siantar dipilih karena populasi orang Afdeeling Padang Sidempoean cukup banyak. Bagi penumpang dari Padang Sidempoean dapat melajutkan dengan kereta api ke Medan. Lalu dalam perkembangannya trayek baru dibuka ke Fort de Kock.

De Sumatra post, 23-03-1940
Perusahaan oto bis Siboeal-boeali tampaknya telah mengembangkan bisnisnya dengan kebutuhan akomodasi. Perusahaan ini juga memiliki hotel di kota-kota tujuan. Fungsi hotel ini diduga tujuan utamanya untuk memfasilitasi para penumpang yang menunggu keberangkatan atau beristirahat sebelum melanjutkan perjalanan. Hotel Siboeal-boelai di Pematang Siantar beralamat di jalan Fochowstraat No. 41. Perusahaan ini juga memiliki hotel di Fort de Kock. Namun tidak diketahui apakah memiliki hotel di Medan dan di Padang.

Idem dito di Fort de Kock sudah banyak orang Afdeeling Padang Sidempoean. Bagi penumpang dapat meneruskan perjalanan ke Padang dengan kereta api. Secara teknis, trayek perusahaan oto bis Siboeal-boeali yang bermarkas di Padang Sidempoean pada era kolonial Belanda sudah mampu mencapai Medan dan Padang. Suatu perusahaan pribumi yang sudah mampu bersaing dengan perusahaan bis yang dikelola oleh orang-orang Tionghoa.

Het nieuws van den dag voor NI, 15-02-1940
Pada tahun 1940 MH Thamrin mempertanyakan direktur V en W (direktorat perhubungan) di suatu sidang di Volksraad (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 15-02-1940). Anggota Volksraad MH Thamrin memprotes mengapa selama 10 tahun terakhir ini tidak ada tender pengangkutan barang pos antara Fort de Kock dan Pematang Siantar dan hanya penunjukan diam-diam (tidak pernah di publikasikan publik). Thamrin mencecar mengapa kontrak diberikan secara tertutup padahal perusahaan oto bis Siboeal-boeali mampu melayaninya lebih efisien. Direktur V en W tersudut (karena diduga ada KKN). Boleh jadi orang-orang Afdeeling Padang Sidempoean di Batavia tersenyum dengan kritik keras MH Thamrin ini. Catatan: Saat itu di Volksraad ada empat anggota Volksraad yang berasal dari Afdeeling Padang Sidempoean yakni Mangaradja Soangkoepon (dapil Oost Sumatra); Dr. Abdul Rasjid Siregar (dapil Noord Sumatra-Tapanoeli en Atjeh); Dr, Radjamin Nasution (dapil Oost Java); dan Mr. Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia, Ph.D (dapil Batavia). Ini adalah satu cara halus orang-orang Padang Sidempoean memprotes yang terkait dengan kepentingannya. MH Thamrin saat itu sudah diberi marga Lubis. Hal ini karena putri MH Thamrin menikah dengan putra Wakil Wali Kota (Locoburgemeester) Padang Dr. Abdul Hakim Nasution. Jadi, dalam hal ini MH Thamrin memrotes Direktur E en W sebagai wakil dari keluarga besar asal Afdeeling Padang Sidempoean. Ini jelas suatu perjuangan untuk membebaskan diskriminasi di era kolonial Belanda.  

Setelah beroperasi selama empat tahun perusahaan oto bis Sieboeal-boeali trayek Padang Sidempoean-Sipirok dan Padang Sidempoean-Sibolga statusnya ditingkatkan menjadi perusahaan persero (NV). Pengajuan atas nama akta pendirian perusahan Naamlooze Vennootschap Handel Maatschappij Siboeal-Boeali yang memiliki homebase di Sipirok pada bulan April 1941 disetujui pemerintah pusat (Bataviaasch nieuwsblad, 08-04-1941). Jadilah perusahaan oto bis pertama di Indonesia (baca: Hindia Belanda).

Nieuwe Tilburgsche Courant, 29-06-1938
Kapal ss (steamship) Sipirok terdeteksi terakhir di pelabuhan Padang (Teloek Bajoer) pada tanggal 15 Maret 1940. Tidak lama kemudian kapal bernama ss Sipirok ini dilaporkan telah tenggelam pada 6 Maret 1942 di Pelabuhan Tjilatjap. Kapal ini awalnya terbakar karena dibom oleh pasukan udara militer Jepang. Tamat sudar kapal laut ss Sipirok. Bis Sibeoal-boeali dan terminal bis Padang Sidempoean (1960an)

Pada pendudukan militer Jepang, perusahaan oto bis Siboeal-boeali terpaksa berhenti. Semua unit kendaraan bis perusahaan disita militer Jepang dan mereka manfaatkan untuk menambah kekuatan transportasi mereka. Apakah perusahan NV oto bis Siboeal-boeali tamat? Perusahaan oto bis Siboeal-boeali adalah alat perjuangan penduduk Afdeeling Padang Sidempoean.

Wilayah Diisolasi, Bukan Terisolasi

Para investor NV oto bis Siboeal-boeali adalah para pengusaha asal Sipirok di Sipirok, Padang Sidempoean dan Batangtoroe. Salah satu diantara mereka adalah Soetan Pangoerabaan Pane (ayah dari Armijn Pane, Sanusi Pane dan Lafran Pane). Soetan Pangoerabaan Pane, kelahiran Sipirok adalah seorang mantan guru yang menjadi pengarang dan pengusaha.

Tunggu deskripsi lengkapnya


*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar