Laman

Selasa, 08 September 2020

Sejarah Manado (24): Sejarah Kema, Kota Pelabuhan Tempo Doeloe; Nama Pulau Kei di Banda dan Pelabuhan Kaimana di Papua

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Manado dalam blog ini Klik Disini

Nama Kema pada masa ini di (provinsi) Sulawesi Utara hanyalah nama sebuah kecamatan di kabupaten Minahasa Utara. Oleh karena itu kota kecil eks pelabuhan ini terkesan menjadi tidak penting. Namun jika memperhatikan sejarahnya, sesungguhnya nama Kema dan nama Manado sama pentingnya masa lampau. Dua nama ini tempo doeloe telah menjadi pusat perdagangan (pelabuhan) bahkan sejak era Spanyol dan Portugis. Nama Kema bahkan sudah dikenal jauh sebelum nama Minahasa menjadi popular.

Nama Kema adalah nama unik. Tidak diketahui secara jelas mengapa namanya disebut Kema. Namun jika namanya sudah eksis sejak era Spanyol dan Portugis maka nama Kema dapat dihubungkan dengan nama-nama pelabuhan lain pada era Portugis seperti pulau Kei dan teluk Kaimana. Berdasarkan peta-peta kuno teluk dalam bahasa Portugis disebut Cayo yang diduga menjadi asal-usul nama pulau Kai atau Kei. Orang-orang Portugis juga sudah mencapai Papoea untuk berdagang. Seperti halnya nama pulau Kei, lalu apakah nama Kaimana juga terkait dengan orang-orang Portugis ini? Itu satu hal. Hal lainnya adalah ketika kehadiran orang-orang Spanyol dan Portugis di kawasan (sebelum kehadiran orang Belanda) sudah eksis pedagang-pedagang Moor (asal Afrika Utara). Nama Moor diduga yang menjadi asal usul nama (pulau) Morotai, nama teluk Amoerang dan nama (etnik) Moro di pulau Mindanao (Filipina).

Lantas bagaimana sejarah Kema sendiri? Yang jelas pada masa ini nama Kema tenggelam setelah nama (pelabuhan) Bitung mengapung pada era perseteruan . Pelabuhan Bitung sendiri adalah suksesi pelabuhan Kema. Lalu apa pentingnya sejarah Kema? Kema memiliki sejarah yang tua dan begitu lama. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Oleh karena itu, nama Kema seharusnya masuk dalam narasi sejarah (provinsi) Sulawesi Utara. Dalam hubungan ini, seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, sejarah adalah narasi fakta dan data. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Nama Kema Sejak Era Spanyol dan Portugis

Tunggu deskripsi lengkapnya

Pelabuhan Kema Eksis Jauh Sebelum Bitung

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar