Laman

Jumat, 25 September 2020

Sejarah Manado (41): Bangsa Moro dan Pulau Mindanao (Filipina); Sejarahnya Tidak Terpisahkan dengan Sejarah Manado

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Manado dalam blog ini Klik Disini

Apa kaitannya sejarah Manado dengan sejarah bangsa Moro dan sejarah pulau Mindanao? Sepintar pertanyaan ini terkesan mengagetkan, tetapi sesungguhnya biasa-biasa saja. Sebab sejarah adalah narasi masa lalu, sejarah yang menarasikan fakta dan data. Jarak yang begitu dekat antara (pulau) Mindanao dan pulau-pulau di utara (pantai) Manado menyebabkan interaksi antara berbagai penduduk (suku) di kawasan begitu intens. Gabungan suku-suku di bagian selatan pulau Mindanau dan pulau-pulau di sekitar kerap disebut bangsa Moro.

Bangsa (suku) Moro adalah etnoreligius Muslim yang terdiri atas 13 suku Austronesia yang mendiami Filipina bagian selatan. Front Pembebasan Islam Moro atau dalam bahasa Inggris disebut Moro Islamic Liberation Front (MILF), adalah kelompok militan Islam yang berpusat di selatan Filipina, didirikan sebagai bentuk perlawanan terhadap pemerintahan pusat Filipina yang dianggap diskriminatif terhadap komunitas Moro di Filipina selatan. Daerah tempat kelompok ini aktif dinamai Bangsamoro oleh MILF dan meliputi bagian selatan Mindanao, Kepulauan Sulu, Basilan, Tawi-Tawi dan beberapa pulau yang bersebelahan. Suku Moro sendiri tidak hanya di Filipna (yang sekarang) juga di bagian wilayah seperti Maluku Utara (pulau Morotai), di Kepulauan Riau (kecamatan Moro, kabupaten Karimun) (lihat Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah suku/bangsa Moro? Lalu bagaimana hubungan bangsa Moro dengan sejarah Residentie Ternate dan Residenie Manado? Sebagai bagian dari sejarah (masa lampau) tentu masih menarik untuk diketahui. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Dalam bagian permulaan inilah sejarah bangsa Moro terhubung dengan wilayah Manado (Sulawesi Utara). Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Pulau Mindanao di Utara Pulau Sangihe (Residentie Manado)

Orang Moro adalah suatu sebutan kolektif dari orang-orang Spanyol kepada penduduk yang telah beragama Islam di sekitar pulau Mindanao. Hal serupa ini mirip dengan sebutan orang asing (khususnya Belanda) kepada penduduk yang belum beragama, termasuk suku-suku di semenanjung Celebes seperti di Minahasa, dengan sebutan Alifoeroe atau Alfuren. Sebutan Moro ini diduga kuat karena pengaruh orang-orang atau pedagang-pedagang Moor (yang berasal dari Afrika Utara di laut Mediterania) di kawasan yang juga telah lama menyebarkan agama Islam. Penduduk yang telah beragama (Islam) inilah yang disebut iorang Spanyol sebagai orang Moro (orang-orang di bawah pengaruh orang-orang Moor).

Orang Moor sendiri lebih awal datang daripada orang Spanyol dan Portugis. Orang-orang Moor dapat dikatakan sebagai penerus pedagang-pedagang dari Arab dan Persia di jaman kuno ketika melakukan perdagangan ke pantai barat Sumatra (seperti Baroes). Kerajaan-kerajaan Islam di pulau Sumatra paling utara (Atjeh) umumnya dibentuk oleh orang-orang Moor. Salah satu kerajaan di wilayah Tapanoeli yang sekarang (Keradjaan Aroe) juga banyak dipengaruhi oleh pedagang-pedagang Moor. Komandan militer dan diplomat Kerajaan Aroe dalam berurusan dengan orang-orang Spanyol di Malaka dan kerajaan (kesultanan) di Atjeh. Kerajaan Aroe berada di daerah hulu sungai Barummun di Sumatra (yang berhadapakan dengan Malaka di semenanjung Malaka).

 

Lantas apa kaitannya kerajaan Aroe (tanah Batak) dengan penduduk di Filipina yang sekarang. Dalam buku Mendes Pinto (1535) disebutkan kerajaan Aroe Batak Kingdom adalah kerajaan terkuat di Sumatra setelah runtuhnya Sriwidjaja. Mendes Pinto adalah utusan komandan  Malaka ke kerajaan Aroe. Mendes Pinto menyebut kerajaan Aroe miliki kekuatan militer sebanyak 15 ribu yang mana sebanyak delapan ribu dari wilayah sendiri ditambahkan pasukan yang direkrut dari tempat lain terasuk (pulau) Luzon. Ini mengindikasikan bahwa pengaruh Moor di Luzon sudah eksis sejak lama, sebagaimana penduduk kerajaan Aroe di tanah Batak, beragama Islam. Saat Mendes Pinto di kerajaan Aroe, militernya tengah bersia-siap melawan kerajaan (kersultanan) Atjeh karena dua anak Radja Kerajaan Aroe dibunuh oleh orang Atjeh di perbatasan (sekitar Deli yang sekarang). Kerajaan Aroe meiliki hubungan baik dengan tetangganya di pedalaman Minangkabaoe yang sewaktu-waktu dapat membantu kerajaan Aroe (dalam menghadapi kerajaan Atjeh).

Kehadiran orang-orang Moor di kawasan Semenanjung Celebss dan pulau-pulau di sebelah utaranya sudah sejak lama (bahkan sebelum Amboina dan Ternate menjadi pusat perdagangan rempah-rempah). Nama (pulau) Morotai dan pelabuhan A-moer-ang diduga adalah kawasan lama orang-orang Moor sebelum kehadiran Spanyol dan Portugis Dalam hal ini, pada dasarnya pelaut-pelaut Spanyol dan Portugis mengikuti pelaut-pelaut Moor ke timur yang dalam konteks sosial terjadi penyebaran agama Islam dan Katolik.

Pelaut-pelaut Moor adalah pelaut-pelaut yang andal di lautan dan juga sangat terbiasa dengan perang. Dalam perang salib, orang-orang Moor inilah yang mewakili Islam memasuki Eropa. Keturunan orang Moor juga banyak di Spanyol (Cordoba). Asal-usul orang Moor adalah percampuran orang Africa utara dengan orang-orang Eropa yang sudah sejak lama menganut agama Islam. Jadi, orang Moor secara fisik adalah setengah Eropa dan secara keyakinan beraragama Islam. Jadi pada dasarnya orang-orang Moor dan orang-orang Eropa (Spanyol dan Portugis) sudah saling mengenal sejak lama di laut Mediterania.

 

Ketika Spanyol dan Portugis berdatangan ke Maluku, para misionaris Katolik juga menyusul ke Maluku. Penduduk Alifoeroe pada dasarnya sudah banyak yang dipengaruhi oleh Islam. Pengaruh ini semakin kuat di tempat atau pusat-pusat perdagangan dimana orang-orang Moor berada. Penduduk yang berada lebih jauh di pedalaman, pengaruh orang-orang Moor sedikit sehingga masih memiliki kepercayaan lama penyembah berhala (Alifoeroe). Dari Maluku kemudian misionaris Katolik ke wilayah Minahasa dan pulau-pulau di sekitar pada pertengahan abad ke-16. Deskripsi ini dapat dibaca pada tulisan AJ van Aernsbergen. Misionaris pertama Francis Xavier kali pertama berkhotbah di Kema (wilayah pantai selatan Minahasa). Disebutkan itu terjadi pada saat perjalanan Xavier pulang dari Tèrnate via Ambon ke Malaka antara bulan April dan Juni 1547. Juga disebut bahwa Xavier berkhotbah di Mindanao dan dalam perjalanan dari Tèrnate dan Morotai juga melakukan khotbah di di Sangir dan Talaud. Misi Katolik ini juga berada di pulau Manado (Manado Toewa) yang terletak di teluk Wenang (kini teluk Manado). Magelhaens mengambil alih perawatan spiritual Minahasa, dimana ia mendarat pertama kali dalam perjalanan ke Siaoe pada akhir Agustus 1568 lalu dua bulan kemudian pada tanggal 1 November, Magelhaens kembali ke Manado bersama Raja Siau yang sebelumnya telah dibaptis oleh Magelhaens. Pada saat itu orang-orang Batachini (Halmahera, juga Ternate dan Tidore) sudah beragama Islam, Batachini disebut oleh orang Spanyol dan Portugis sebagai Batochina del Moro. Kelak Batachini disebut oleh orang-orang Belanda sebagai Batotjina. Dalam hal ini Batachini sebutan asing untuk penduduk pedalamanan di pulau Halmahera sebagaimana Alifoeroe di semenanjung Celebes (Minahasa).

 

Orang-orang Moor yang berdagang belum sepenuhnya berhasil meng-Islam-kan penduduk khususnya Alifoeroe, penduduk banyak yang meminta kehadiran Portugis (pendeta Mascarenhas) karena orang Alifoeroe merasa terganggu karena kehadiran orang-orang Ternate (yang telah beragama Islam) menggunakan propaganda Islam sebagai senjata melawan perluasan pengaruh Portugis. Dalam hal ini Francis Xavier dan Pedro Mascarenhas adalah dua misionaris pertama Portugis di kawasan semenanjung Celebes dan pulau-pulau sekitar. Seberapa banyak yang sudah beragama Islam berbalik menjadi Katolik dan seberapa banyak penduduk yang belum beragama (Alifoeroe) menjadi beragama Katolik tidak diketahui secara pasti. Pedro Mascarenhas meninggal di Tidore pada tanggal 6 Desember 1581.

 

Menjadikan penduduk menjadi Katolik tidak berkesinambungan. Hal ini karena perang yang berkelanjutan antara Portugis dan Spanyol yang bersekutu melawan Tèrnate (kelak orang Ternate yang beragama Islam menjadi sekutu Belanda;). Penyebaran agama di semenanjung Celebes dan pulau-pulau terkendala setelah tahun 1570, setelah pembunuhan Sultan Harun dari Tèrnate, perlawanan umum terhadap orang asing di Maluku pecah, yang dipimpin oleh putra tertua Sultan Baab yang baru. Pada tahun 1575 benteng Portugis di Tèrnate jatuh ke tangan Baab; kemudian Portugis menetap di Tidore dan membangun benteng di Tidore pada tahun 1578. Pada tahun 1605 Belanda menguasai Amboina (benteng Victoria) mengusir Portugis yang dalam perkembangan selanjutnya Belanda mengusir Portugis dari Tidore pada tahun 1605. Jadi dalam hal ini Portugis mengusir Spanyol (menyingkir ke Filipina) dan Portugis keudian terusir oleh orang Belanda. Persekutuan Portgis dan Spanyol ini terjadi sejak tahun 1580 melawan Ternate, padahal seebulumnya Portugislah yang melarang orang Spanyol berada di kawasan (dan menyingkir ke Filipina). Namun pada akhirnya Spanyol yang sudah nyaman di Filipina melepaskan Portugis pada tahun 1606 yang kemudian berakhir sudah Portugis di kawasan dan berakhir pula kegiatan misionaris Portugis di kawasan. Meski pengaruh Spanyol masih ada di Maluku, misi Katolik di Maluku masih berada di bawah Portugis yang berpusat di Malaka.

 

Perseteruan antara Belanda dan Spanyol di kawasan (Maluku dan semenanjung Celebes) terus meruncing. Orang-orang Katolik Portugis tidak sempat dikembangkan oleh Spanyol (hanya berkembang di Filipina). Pada akhirnya persekuruan Belanda dan Ternate menjadi pengaruh Spanyol di kawasan berkurang dan pada akhirnya berakhir. Penaklukkan Portugis oleh Belanda (VOC) di Malaka pada tahun 1643 menyebabkan jemaat Katolik Portugis di Maluku dan wilayah kawasan utara terputus dan lepas untuk selamanya. Tidak lama kemudian orang-orang Spanyol di kawasan juga tersingkir dan hanya terbatas di Filipina. Meski demikian masih tersisa keuskupan Portugis di Manila. Orang-orang Belanda (VOC) menaklukkan Spanyol di Ternate dan Tidore pada tahun 1663. Berakhir sudah Portugis dan Spanyol di Maluku dan kawasan semenanjung Celebes dan pulau-pulau sekitar. Namun demikian Spanyol masih mempertahankan sebagian kekuasaan di kepulauan Sangihe hingga 1677, di kepulauan Talaud hingga awal abad kedelapan belas. Pada fase inilah kemudian menguat lagi pengaruh Islam dari Ternate (timur) ke Semenanjung Celebes dan juga pengaruh agama Islam dari Gowa-Makassar (barat).

Berakhirnya pengaruh Portugis dan Spanyol di kawasan Semenanjung Celebes dan pulau-pulau sekitar dengan semakin menguatnya posisi Belanda (VOC) maka hanya tinggal pengaruh Islam (Gowa Makasar) dan Kristen (Belanda) baik di Amboina an sekitar maupun di kawasan semenanjung Celebes. Secara khusus, di kawasan semenanjung Celebes dan pulau-pulau sekitar para misionaris Katolik (Portugis yang digantikan Spanyol) dan Protestan (Belanda) serta para ulama Islam (dari Ternate, Makassar dan Mindanao) masih bekerja. Tidak hanya Alifoeroe yang dikoversi enjadi beragama tetapi penduduk yang telah beragama Katolik juga dikonversi menjadi agama lain (Kristen dan Islam).

Setelah pengaruh Spanyol menghilang dari kawasan, pada tahun 1676 Pemerintah VOC membentuk peerintahan di Manado. Dengan kedatangan Hollander, kristenisasi juga datang, yang awalnya berjalan sedikit dan lambat. Dengan dimulainya misi, orang-orang mulai bangkit kembali, meskipun misionaris pertama bukanlah orang suci. Awalnya penduduk pasti telah menerima gagasan yang salah dari para pendahulu yang saleh, karena dalam banyak kasus pekerjaan misionaris yang ditinggalkan ini untuk mengambil hubungan material yang lebih menguntungkan. Oleh karena itu, pada awalnya keberhasilannya tidak besar, Orang pertama yang benar-benar menyentuh hati orang-orang Minahasa adalah misionaris Riedel dan Schwarz (NZG) sekitar tahun 1831 di daerah Minahassa. Deskripsi ini dari catatan Sam Ratoelangi (1914). karya van Riedel dianggap merupakan karya raksasa yang kemudian dilanjutkan oleh misionaris Nicolaas Graafland.

Seperti yang bisa diperhatikan sekarang bahwa wilayah Gorontalo dan Bolaang Mengondow cenderung beragama Islam dan wilayah Minahasa (termasuk Manado) cenderung beragama Kristen. Itu adalah cerminan dari situasi dan kondisi pada masa lampau sejak era Portugis dan Spanyol yang digantikan oleh Belanda (Kristen) dan ulama-ulama Islam (pendahulu orang-orang Moor).

Ditemukannya jumlah yang signifikan penduduk Islam di kepulauaan Sangihe diduga bukan karena pengaruh dari Ternate dan Gowa-Makassar tetapi pengaruh dari orang-orang Islam di Mindanao (orang Moro). Islamisasi di kepulauan Sangir kemungkinan berhenti sejak tahun 1725 ketika Candahar di pulau Sangihe dan Mindanoe dipisahkan dengan perjanjian antara Spanyol dan Belanda (VOC). Seluruh kepulauan Sangihe menjadi bagian dari Belanda-VOC.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar