Laman

Kamis, 08 Oktober 2020

Sejarah Kalimantan (11): Orang Bugis dan Persebarannya di Pulau Kalimantan Tempo Dulu; Bagaimana dengan Orang Makassar?

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kalimantan Timur di blog ini Klik Disini

Orang Melayu, orang Jawa dan orang Cina sudah sejak jaman kuno diketahui ada yang bermukim di (pulau) Borneo (Kalimantan). Orang Bugis juga diketahui sudah sejak lama ada yang bermukim di pulau Kalimantan. Pada era Pemerintah Hindia Belanda jumlah orang Bugis di Kalimantan sudah cukup banyak. Hal ini dapat diperhatikan di sejumlah tempat di pulau Kalimantan sudah memiliki pemimpin sendiri. Lantas sejak kapan orang-orang Bugis yang berasal dari selatan Celebes (Sulawesi) mulai bermukim di pulau Kalimantan?

Di selatan Celebes (Sulawesi) ada empat etnik yang tergolong besar jumlahnya yakni Boegis, Macassar, Mandar dan Tordja. Tiga etnik pertama terkenal sebagai pelaut andal yang menjadi faktor penting tersebar ke berbagai pulau di Hindia, seperti di Jawa, Bali, Lombok, Soembawa dan Kalimantan. Tidak seperti etnik Toradja yang cenderung berada di pedalaman, tiga etnik tersebut juga memiliki teritorial di kota-kota pantai (pelabuhan). Faktor ini juga menjadi penyebab mereka menyebar ke berbagai pulau dengan tujuan perdagangan. Tentu saja juga didasari oleh kemampuannya membuat perahu dan kapal (layar), mengoperasikabnnya dan merawatnya dalam pelayaran jarak jauh (melintasi lautan luas). Faktor-faktor inilah mengapa orang Bugis bisa mencapau pantai-pantai Kalimantan, bermukim dan menjadi bagian dari penduduk setempat.

Bagaimana sejarah orang Bugis di Kalimantan? Yang jelas mereka datang secara bertahap pada era yang berbeda sehingga secara kumulatif menjadi banyak jumlahnya. Oleh karena jumlahnya banyak maka orang Bugis memiliki sejarahnya sendiri di pulau Borneo (Kalimantan). Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Orang Bugis di Kalimantan

Pemerintah Hindia Belanda di berbagai cabang pemerintahan di pulau Borneo (Kalimantan) secara bertahap memasukkan pimpinan lokal (raja atau sultan) sebagai bagian dari pemerintahan. Tidak hanya itu, para pemimpin migran juga disertakan dalam pemerintahan lokal. Dimasukkannya pemimpin migran di dalam pemerintahan mengindikasikan jumlah migran cukup signifikan. Pemimipin orang Bugis (Daeng Makarouw) yang disertakan di dalam pemerintahan pada tahun 1846 terdapat di Bandjarmasin (lihat Almanak 1846).

Para pemimpin Cina hampir ditemukan di semua tempat dimana terdapat cabang Pemerintah Hindia Belanda. Selain Cina, juga pada tahun 1846 dicatat pemimpin Moor en Bengalen di Sambas. Pemimpin Cina terdapat di Pontianak (groot kapitein dan dua kapitein); di Sambas (majoor, kapietein toea dan kapitein); di Bandjarmasin (kapitein); dan di Tabanio, Tanah Laoet (kapitein). Di Pontianak tiga kapitein tersebut sudah eksis sejak 1838.

Pada tahun 1849 pemimpin Boegis dicatat di Sambas (lihat Almanak 1849). Pada saat residen Zuid en Oostkust van Borneo yang berkunjung ke Samarinda tahun 1850 juga telah mencatat adanya pemimpin Boegis. Ini mengindikasikan paling tidak hingga tahun 1850 terdapat tiga koloni orang Boegis di pulau Kalimantan (di Bandjarmasin, di Sambas dan di Samarinda).Tiga tempat ini menggambarkan luasnya persebaran orang Bugis di pulau Boeneo (selatan, barat dan timur).

Pada tahun 1859 di Bandjarmasin pemimpin Boegis masih eksis. Dalam catatan tahun ini muncul nama pemimpin Arab. Ini semakin menggambarkan di Bandjarmasin semakin berwarna. Sementara itu pemimpin Cina di Bandjarmasin sebelumnya hanya seorang kapitein sudah bertambah dengan adanya satu letnan. Ini mengindikasikan populasi orang Cina di Bandjarmasin semakin banyak.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Jumlah Orang Bugis dan Orang Makassar

Pada tahun 1920 dilakukan sensus penduduk yang meliputi orang Eropa, orang Cina, orang timur asing lainnya serta penduduk asli menurut etnik yang jumlahnya besar. Populasi etnik besar di pulau Celebes antara lain: Boegis, Makassar, Mandar dan Toradja. Jumlah orang Boegis secara keseluruhan di Hindia Belanda sebanyak 1.126.782 jiwa. Sementara jumlah orang Makassar sebanyak 394.917 jiwa. Sedangkan orang Mandar sebanyak 149.116 jiwa. Dari catatan statistik mengindikasikan bahwa populasi orang Boegis sangat besar dibandingkan dengan populasi orang Makassar dan orang Mandar. Orang Toradja juga sangat besar jumlahnya yakni sebanyak 392.600 jiwa. Orang Toradja bukan pelaut karena itu orang Toradja cenderung tidak bermigrasi khususnya migrasi antar pulau.

Populasi etnik besar lainnya di (pulau) Celebes selain Boegis, Makassar, Toradja dan Mandar adalah Selakar, Tolaki, Boeton, Minahasa, Sangir, Talaud, Boloaang Mongondow, Gorontalo, Kaili, Banggai, Boengkoe en Mori dan Bonerate.

Orang Boegis dan orang Makassar memiliki sebaran yang luas, tidak hanya di selatan Celebes tetapi juga di wilayah lain di pulau Celebes. Tentu saja orang Boegis dan orang Makassar juga terdapat di pulau-pulau lainnya, seperti disebut di atas orang Boegis terdapat di pulau Kalimantan. Orang Boegis dan orang Makassar juga banyak yang berada di pulau Djawa (dan Madoera). Jumlah orang Boegis berdasarkan sensus penduduk 1920 di pulau Djawa dan Madoera sebanyak 3.925 jiwa, sementara orang Makassar sebanyak 2.317 jiwa, sedangkan orang Mandar sebanyak 1.478 jiwa. Dua etnik lainnya di Celebes yang tercatat di Djawa dan Madoeran adalah Minahasa dan Sangir. Etnik-etnik yang berasal dari Kalimantan tidak ditemukan di Djawa dan Madoera.

Dalam catatan statistik tahun 1920 ini jumlah migran antar pulau di Djawa dan Madoera yang terbanyak adalah Minahasa dan kemudian disusul Boegis. Jumlah orang Minahasa banyak di Djawa dan Madoera bukan migrasi spontan karena orang Minahasa bukan pelaut (seperti halnya Toradja). Orang Minahasa banyak di Djawa dan Madoeran karena dinas militer. Populasi terbanyak berikutnya adalah Palembang (3.649) kemudian disusul orang Makassar dan Mandar. Populasi terbanyak berikutnya adalah Batak (sebanyak 868 jiwa). Jumlah orang Batak di Djawa khususnya di Batavia, meski bukan pelaut dan juga tidak ada yang berdinas militer terbilang cukup banyak. Orang Minangkabau yang juga bukan pelaut dan tidak ada yang dinas militer jumlahnya hanya delapan orang di Djawa dan Madoera.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Jumlah Orang Bugis di Kalimantan: Hasil Sensus Penduduk 1930

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar