Laman

Rabu, 14 Oktober 2020

Sejarah Kalimantan (21): Sejarah Pulau Laut dan Tanah Laut; Benteng Tabanio di Tanah Laut 1779 dan Kota Baru di Pulau Laut

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kalimantan Selatan di blog ini Klik Disini

Wilayah daratan pulau Kalimantan terbilang sangat luas (termasuk Brunei, Sarawak dan Sabah). Sedangkan anak pulau Kalimantan yang terluas adalah pulau Laut. Sebagai pulau satelit terbesar di pulau Kalimantan tentu menarik diketahui. Bagaimana sejarah pulau Laut tentu saja sudah ditulis. Yang jelas pulau Laut menjadi penting ketika Pemerintah VOC membangun benteng di Tanah Laut (Fort Tabanio, benteng kedua setelah benteng Bandjarmasin).

Pulau Laut kini termasuk wilayah administrasi kabupaten Kota Baru, provinsi Kalimantan Selatan. Kantor bupati (ibu kota kabupaten Kota Baru) berada di pulau Laut. Kabupaten Kota Baru termasuk sebagian daratan pulau Kalimantan. Kota Baru adalah kota yang sudah lama eksis di pulau Laut. Oleh karena itu wilayah daratan dan wilayah pulau disebut lanskap (distrik) Kota Baroe. Kota Baru ini tidak jauh dari benteng Tabanio (di Tanah Laut). Namun dalam perkembangannya ibu kota pemerintahan dari Kota Baroe dipindahkan ke daratan di Pelaihari (Tanah Laoet). Hal inilah yang menyebabkan adanya nama Pulau Laut dan Tanah Laut. Pada masa ini di provinsi Kalimantan Selatan Kabupaten Tanah Laut ibu kota di Pelaihari dan Kabupaten Kota Baru ibu kota di Kota Baru.

Lantas apa pentingnya sejarah Pulau Laut? Pulau Laut adalah pulau satelit terbesar di pulau Kalimantan (pulau Borneo). Tidak itu saja, di Tanah Laut dibangun benteng kedua Belanda (era VOC). Pulau Laut tidak hanya terdapat Kota Baroe, tetapi kota ini terhubung dengan sejarah Pelaihara di Tanah Laut. Oleh karena itu sejarah Pulau Laut tidak hanya mencakup sejaraj kabupaten Kota Baru tetapi juga sejarah kabupaten Tanah Laut. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Dimulai di Pulau Laut. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Benteng Tabanio: Terbentuknya Kota Baroe di Pulau Laut

Pada tanggal 6 Juli 1779, Pemerintah VOC membuat kesepakatan dengan Soeltan Bandjarmasin. Salah satu poin dalam perjanjian ini perihal tentang pembangunan benteng di Tabanio. Implementasi pembangunan benteng ini tahun 1780 dikirim Carl Friedrich Reimer untuk melakukan survei, pengukuran dan pembuatan desain awal. Dalam peta desain ini Reimer mengidentifikasi sebagai Fort op Tabenjauw (Tabanio),

Dalam peta benteng yang dibuat Carl Friedrich Reimer, benteng berada di pinggir sungai. Bentuk benteng mengikuti garis sungai dari tanjung dengan dua bastion yang berbeda arah yang pertama ke arah tanjung dan yang satu ke arah pedalaman. Diantara dua bastion ini dibuat menara pengawas di sisi sungai dan di sisi berlawanan. Di belakang bastion pertama terdapat dua barak militer yang satu dekat garis sungai untuk tentara pribumi dan yang satu lagi untuk tentara Eropa. Pintu gerbang utama terdapat di tengah diantara dua bastion ke arah sungai. Di tengah area benteng terdapat bangnan untuk komandan. Pada area ke arah bastion kedua selain terdapatartileri juga terdapat bangunan untuk residen, pakhuis dan pedagang lainnya. Bangunan lainnya adalah dapur umum, klinik keseharan, perbengkelan, gudang dan sarana lainnya. Seperti biasa, benteng (fort) adalah semacam sebuah kota kecil di dalam tembok benteng. Akses benteng langsung ke sungai dengan bangunan dermaga kecil. Letak sketsa benteng Tabanio atau Tabenjauw yang berada di Tanah Laut berada di muara sungai Tabanio.

Mengapa benteng kedua VOC dibangun di Tabanio? Tentu pertanyaan ini penting, karena rencana pembangunan benteng di Tabanio adalah benteng kedua VOC (setelah Bandjarmasin). Jika pembangunan benteng Tabanio dibangun untuk memperluas wilayah (pantai barat dan pantai timur Borneo) terkesan tidak masuk akal. Hal ini karena jarak kedua benteng akan sangat berdekatan.

Belanda pertama kali ke Borneo pada tahun 1601. Pada tahun 1619 pelaut Belanda terbunuh di Bandjarmasin yang kemudian meninggalkan pulau. Pada tahun 1706 Inggris mendirikan pabrik di Bandjarmasin namun timbul perselisihan dengan Soeltan Bandjarmasin. Inggris juga meninggalkan Borneo. Belanda (VOC) kembali mendirikan perusahaan di Bandjarmasing pada tahun 1711. Pada tahun 1747 Pemerintah VOC mendirikan benteng di Bandjarmasin. Namun tidak diketahui jelas dimana posisi benteng. Sementara berdasarkan Peta 1741 Bandjarmasin yang berada di tepi timur sungai Bandjarmasing diidentifikasi sebagai Out Bandjarmasin (Bandjarmasing Lama). Kerajaan Bandjarmasin diduga telah relokasi ke Martapoera. Besar dugaan letak benteng Bandjarmasing di Out Bandjarmasin.

Satu-satunya jawaban adalah benteng Bandjarmasin yang berada di pedalaman (di sungai Bandjarmasin) tidak memiliki escape jika terjadi serangan. Sebab muara sungai Bandjarmasin terbuka. Besar dugaan benteng Tabanio direncanakan dibangun adalah untuk melindungi benteng Bandjarmasin (ke dalam) dan menjadi benteng pertama ke pantai timur Borneo (wilayah yang masih sangat rawan). Jalur navigasi pelayaran VOC ke China dan Jepang melalui pantai barat Borneo.

Wilayah pantai timur Borneo (Pasir, Koetai, Beraou, Tawi-Tawi (Soeloe) dan Mindanao adalah wilayah terisolir dari berbagai pusaran perdagangan Eropa (Belanda, Spanyol dan Inggris). Urutannya sebagai berikut: Portugis mengusir Spanyol dari Ternate dan kemudian menyingkir ke Manila (Filipina). Lalu kemudian Belanda mengalahkan Portugis di Ternate. Pada tahun 1659 Belanda mengusir Spanyol dari Manado, Sangir dan Talaud yang kemudian mendirikan benteng di Manado pada tahun 1679. Lalu kemudian VOC (Belanda) menaklukkan kerajaan Gowa. Lalu VOC kembali ker Bandjarmasing (Borneo) pada tahun 1711.  Sementara itu Inggris semakin intens dari India via Atjeh dan Selat Malaka ke Tiongkok. Pantai barat Borneo adalah navigasi pelayaran VOC dari Batavia ke Jepang. berada di antara Spanyol (Manila dan Luzon) dan Inggris (pantai timur Tiongkok). Oleh karenanya terbentuk kawasan yang jarang dikunjungi orang Eropa (pantai timur Borneo, pantai utara Borneo dan selatan Mindanao dan Soeloe.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Tanah Laut dan Pulau Laut: Terbentuknya Kota Pelaihari

Pembangunan benteng Tabanio tampaknya tidak terlaksana. Boleh jadi hal ini karena Pemerintah VOC mulai melemah. Ini seiring dengan pendudukan Prancis di Belanda pada tahun 1794. VOC sendiri sebelumnya sudah mulai sibuk urusan perang ketika Inggris memindahkan skuadronya dari Calcutta ke pantai barat Sumatra (Bengkoelen) pada tahun 1787. Akhirnya militer Prancis menduduki Batavia (Java) pada tahun 1795. Sejak ini diduga bagi VOC semakin sulit untuk mempertahankan Borneo dan mulai fokus ke Jawa dan Madoera (sehubungan dengan kehadiran militer Prancis). Akhirnya VOC dibubarkan pada tahun 1799. Tamat sudah VOC, pembangunan benteng Tabanio hanya rencana tinggal rencana hingga terjadinya pendudukan Inggris.

Pada saat Prancis menguasai Jawa dan Madoera, Inggris merajalela di mana-mana di luar Jawa dan Madoera. Setelah kedudukannya mulai di pantai barat Sumatra yang berpusat di Bengkoelen, Inggris menyisir VOC di Amboina, Manado dan Banda (kecuali Ternate masih dapat dipertahankan). Inggris yang sudah kuat di selat Malaka dan pantai timur Tiongkok merangsek ke Borneo (setelah tahun 1706 meninggalkannya). Namun Inggris tidak begitu tertarik di Moloeca, Manado dan Borneo. Inggris tampaknya sedang mengincar Jawa dan Madura. Pada era Gubernur Jenderal Daendels, tidak lama setelah VOC meninggalkan Borneo (Bandjarmasin) militer Inggris menduduki Batavia pada tahun 1811 (dan kemudian seluruh Jawa dan Madura). Namun Inggris tidak lama. Pada tahun 1816 harus mengembalikan Jawa dan Madoera kepada Belanda. Beberapa wilayah Inggris enggan dilepaskan Inggris termasuk pantai barat Sumatra dan Borneo.

Pada tahun 1818 Inggris melepaskan pantai barat Sumatra dan Bandjarmasin. Pada tahun 1819 Pemerintah Hindia Belanda (suksesi VOC) mulai membentuk cabang pemerintahan di luar Jawa dan Madoera termasuk di pantai barat Sumatra di Tapanoeli dan di pantai selatan Borneo di Bandjarmasin. Namun tidak lama kemudian (1821) terjadi pemberontakan di pantai barat Sumatra (kaoem Padri) dan di pantai barat Borneo (orang-orang Cina). Setelah pemberontakan Cina di pantai barat Borneo dapat dikendalikan, Pemerintah Hindia Belanda kembali mempertimbangkan untuk membangun benteng Tabanio.

Pembangunan benteng Tabanio ini diduga terkait dengan reorganisasi pembentukan cabang Pemerintah Hindia Belanda di Zuid en Oostkust van Borneo yang secara resmi dimulai pada tahun 1826. Pusat pemerintahan Belanda berada di Bandjarmasin dan kesultanan di Martapoera.

Pembangunan benteng Tabanio sangatlah penting bagi Pemerintah Hindia Belanda. Dengan ibu kota di Bandjarmasin, sistem pertahanan dipandang tidak memadai meski sudah ada garnisun di selatan dan di utara Bandjarmasin. Untuk melindungai Bandjarmasin dan Martapoera terdapat kersepakatan antara pemerintah dan Soeltan untuk membangun benteng di Tabanio. Benteng ini akan menghubungan pantai di Tabanio dengan Martapoera di pedalamman melalui Pelaihari dan Tjampaka.

Banjarmasin dan Marabahan adalah nama-nama yang lebih baru, nama-nama Martapoera, Tjampaka, Pelaihari dan Tabanio diduga adalah nama-nama kuno sejak era Hindoe dan Portugis. Martapoera adalah ibu kota kuno di era Hindoe yang letaknya masih di tepi laut (pantai). Proses sedimentasi jangka panjang menyebabkan terbentuknya sungai Martapoera (dari Martapoera ke sungai Doesoen). Kota terdekat dari Martapoera saat itu adalah Tjampaka (pusat pertambangan). Salah satu pulau di teluk adalah pulau Aroe, pulau yang kerap dikunjungi oleh orang-orang Moor untuk berdagang dengan kota Martapoera. Salah satu kota yang muncul di pulau ini adalah kota Tabanio dimana orang-orang Portugis membuka pos perdagangan. Pada peta-peta Portugis yang disalin oleh orang Belanda ke Borneo, Oliver Noort tahun 1601 mengindikasikan di pantai selatan Borneo terdapat nama-nama tempat seperti Taniampoera (Tandjongpoera), Paco dan Puerto Aroe. Dalam hal ini Aroe adalah sungai dalam bahasa India selatan dan Puerto dalam bahasa Portugis sebagai kota. Jadi Puerto Aroe adalah kota air (sungai) yang berada di pulau Aroe. Diduga kuat nama Palaihari berasal dari Pulau Aroe bergeser menjadi Palai Ari di era VOC yang kemudian menjadi Pleihari (kini Pelaihari). Dalam Peta 1601 ini juga diidentifikasi Cota Barannin yang terletak di delta, seperti halnya Taniampoera yang relokasi ke pantai barat pulau Borneo, Cota Barannin relokasi ke arah timur di Pulau Laut, pulau yang berada jauh di laut. Cota Barannin ini diduga adalah awal Kota Baru yang sekarang di Pulau Laut. Seperti halnya Puerto sebagai kota dalam bahasa Poertugis, Cota adalah sebagai kota dalam bahasa India selatan. Sedangkan nama Tabanio diduga lapal orang Portugis untuk Cota Banoea di Pulau Aroe.

Dalam perkebangan lebih lanjut, Pemerintah Hindia Belanda, karena menganggap kurang aman di Kota Baroe (Pulau Laut) karena sultan-sultan di pantai timur Bornero belum koperatif, sebagai cabang lain pemerintahan lalu dipindahkan ke Pelaihari, Hal ini karena keberadaan benteng Tabanio dan juga untuk mendekatkan diri ke Martapoera. Perpindahan dari Kota Baroe ke Pelaihari menjadi sebab nama district keudian disebut district Tanah Laut (nama yang menggabungkan nama Tanah Laut dengan daratan). Dalam hal ini ibu kota district Tanah Laut di Pelaihari.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar