Laman

Jumat, 16 Oktober 2020

Sejarah Kalimantan (23): Orang Banjar dan Kota Banjarmasin; Orang Kutai dan Kota Kutai, Orang Dayak di Kota Palangkaraya

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kalimantan Selatan di blog ini Klik Disini 

Berdasarkan pengelompokan penduduk menurut (hasil) Sensus Penduduk 2010 di empat provinsi di pulau Kalimantan (Barat, Selatan, Timur dan Tengah) terdapat sub grup (etnik) setempat yang jumlahnya signifikan, yakni: Orang Banjar 3.605.770 jiwa; Orang Dayak 2.993.316 jiwa; dan Orang Kutai 275.696 jiwa. Etnik grup lainnya yang jumlah signifikan adalah Jawa, Melayu, Bugis, Madura, Tionghoa, Sunda dan Batak.

Sebagian besar Orang Banjar (74.5 persen) berada di provinsi Kalimantan Selatan. Sementara Orang Kutai semuanya (100 persen) di provinsi Kalimantan Timur. Sedangkan orang Dayak menyebar di empat provinsi dengan konsentrasi tertinggi di provinsi Kalimantan Barat (51,2 persen) dan provinsi Kalimantan Tengah (34.4 persen) dan sisanya di provinsi Kalimantan Timur (11.7 persen) dan provinsi Kalimantan Selatan (2,7 persen). Distribusi ini terkesan sedikit membingungkan yang menimbulkan pertanyaan: Apakah orang Banjar dan Orang Kutai di masa lampau lebih bersifat lokal dan urban? Populasi Kota Banjarmasin sebanyak 700.870 yang mana sebagian besar (79.3 persen) adalah Orang Banjar.

Lantas bagaimana sejarah Orang Banjar di Banjarmasin? Pertanyaan yang sama juga dapat berlaku untuk Orang Kutai di Kutai Lama (Samarinda). Pertanyaan-pertanyaan ini tentu saja tidak penting-penting amat, tetapi tetap menarik untuk diketahui jawabannya mengapa orang Banjar dominan di provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Banjarmasin serta mengapa orang Kutai terkonsentrasi di Samarinda (provinsi Kalimantan bagian Timur). Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Kota Banjarmasin Sebagai Kota Kuno: Bagaimana Terbentuknya Orang Banjar?

Bandjar bukan nama unik seperti Koetai (Samarinda), Pontioanak atau Palangkaraya. Bandjar adalah nama yang dianggap bersifat generik, terdapat di banyak tempat seperti di Jawa dan Bali. Namun nama Bandjarmasin hanya di satu tempat: di muara sungai Barito (sebelumnya disebut sungai Banjarmasin). Dalam hal historis ada kaitan yang intens antara Bandjarmasin dengan Jawa (sejak era Madjapahit). Banjarmasin dalam hal ini adalah suatu kota (kerajaan) Bandjarmasin.

Tidak hanya di Bandjarmasin. Pada era Portugis terdapat banyak nama tempat yang menjadi pusat perdagangan di pantai, seperti di (kota) Banten, di Palembang, di Jacatra, di Chirebon, di Semarang, di Soerabaja, di Bengkoelen, di Padang, di Tapanoeli, di Makassar, di Amboinia, di Ternate dan di Manado. Populasi di wilayah kota dan sekitar tersebut kemudian terbentuk dan dikenal sebagai Orang Banten, Orang Palembang, Orang Chirebon, Orang Bengkoelen, Orang Ambon, Orang Ternate dan Orang Makassar. Namun untuk populasi yang terbentuk di Semarang dan di Soerabaja diidentifikasi sebagai Orang Jawa. Hal sebaliknya di Padang, Tapanoeli dan di Manado, awalnya terbentuk identifikasi penduduk sebagai Orang Padang, Orang Tapanoeli dan Orang Manado. Namun pengaruh yang kuat dari pedalaman (Minangkabau, Batak dan Minahasa) yang teridentifikasi seakan hanya Orang Minangkabau, Orang Batak dan Orang Manado. Satu hal yang sedikit berbeda ketika Belanda membentuk VOC dan posnya didirikan di Batavia (Jacatra), nama Batavia semakin populer dimana penduduk asli yang terbentuk dikenal sebagai Orang Betawi (Batavia).

Di wilayah (urban) Bandjar(masin) inilah terbentuk komuniti yang disebut Orang Bandjar. Suatu komuniti yang dapat dibedakan dengan komuniti asli (yang kemudian diidentifikasi sebagai Orang Dayak), seperti komunitas (orang) Betawi yang dibedakan dengan Orang Soenda, Orang Padang dengan Orang Minangkabau, Orang Tapanoeli dengan Orang Batak. Orang Manado dengan Orang Minahasa. Populasi yang disebut Orang Padang, Orang Tapanoeli dan Orang Manado adalah suatu mix population (baik dari luar atau dalam kawasan).

Nama-nama Padang, Tapanoeli dan Manado kemudian di era Pemerintah Hindia Belanda dijadikan sebagai nama wilayah (adinistrasi) tidak hanya di wilayah pantai tetapi juga wilayah pedalaman. Misalnya Residentie Padangsche tidak hanya mencakup wilayah Orang Padang tetapi juga wilayah Orang Minangkabau (Padangsche Bovenlanden), Residentie Tapanoeli (Tapanoeli plus Batak) dan Residentie Manado (Manado plus Minahasa, Sangier en Talaud, Bolaangmongondow, Gorontalo, Toli-toli Poso dan sebagainya).

Nama Bandjar(masin) sebagai nama suatu komuniti (Orang Bandjar), awalnya dijadikan sebagai nama wilayah (Bandjarmasin) tetapi kemudian diperluas pada era Pemerintah Hindia Belanda dengan nama Zuid en Oostkust van Borneo (termasuk wilayah Bandjarmasin). Dalam perkembangannya dimekarkan dengan membentuk Zuidkust van Borneo (seperti Sampit dan Kotawaringin) yang kini menjadi wilayah provinsi Kalimantan Tengah dan Oostkust van Borneo (Pasir, Koetai, Berau-Boeloengan) yang kini menjadi wilayah provinsi Kalimantan Timur (dan Kalimantan Utara). Westkust van Borneo dibentuk sendiri (dengan ibu kota Pontianak) sebagaimana sebelumnya Zuid en Oostkust van Borneo (ibu kota di Bandjarmasin).

Bagaimana asal usul nama Bandjar(masin)? Sebagai bagian sejarah Orang Banjar, maka perlu ditelusuri sejauh mungkin ke masa lampau dengan tetap merujuk pada fakta dan data. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, sejarah adalah narasi fakta dan data. Dalam peta-peta kuno sejak era Portugis, yang juga digunakan oleh pelaut-pelaut Belanda, seperti Peta 1601, nama Bandjar(masin) belu diidentifikasi. Yang sudah diidentifikasi di area mana kemudian terbentuk Bandjar(masin) hanya nama-nama Puerte Aroe, Paco, Cabuna, Calandua dan Taniampura. Nama-nama yang disebut pertama berada di daerah aliran suangi Barito. Puerto Aroe adalah pelabuhan Aroe (Puerto bahasa Portugis=pelabuhan), sementara pada era Portugis terdapat kerajaan kuat terkenal di sungai Baroemoen di Sumatra (Kerajaan Aroe) yang kini wilayah Tapanoeli (Padang Lawas), Sedangkan di sungai tetangga (yang merupakan cabang sungai Barito) diidentifikasi di wilaya hilir (muara) dari Kualakapuas yang sekarang adalah Taniampura yang diduga kuat Tandjoeng Poera (lokasi awal kerajaan Tanjungpura?). Di sebelah barat Taniapura adalah Cota Barannin (Kota Barumun? Sedangkan di pantai barat (di daerah aliran sungai Kapuas sekarang) diidentifikasi dua kota yakni Laue (Lawi) dan kota Bandermachri. Pada Peta 1619 hanya kota Laue saja yang diidentifikasi di pantai barat (di selatan semua masih eksis kecuali Cota Barannin). Pada Peta 1657 diidentifikasi kota Banjarmasin. Lantas apakah hilangnya Bandermachri di pantai barat telah pindah ke selatan (Banjarmasin). Apakah nama Bandermachri sama dengan nama Banjarmasin? Suatu nama kota pelabuhan yang baru yang pindah dari pantai barat menggantikan kota-kota di selatan (Puerte Aroe, Paco, Cabuna, Calandua) dan muncul satu nama (baru) yakni Banjarmasin. Bander adalah sebutan kota (pelabuhan) dan Banjar juga diduga berasal dari bander (bandar) sementara cota, kotta adalah nama tempat (kota atau kampong). Sebagaimana diketahui sejak 1619 Belanda (VOC) telah meninggalkan Borneo (dan baru kembali tahun 1711). Selama kurun waktu setengah abad banyak yang terjadi di pantai selatan dan pantai barat Borneo. Dalam Peta 1657 diidentifikasi nama Cotaringin (menggatikan Cota Barannin atau kota Barumun). Di pantai barat diidentifikasi banyak nama tempat yang terbesar adalah Soeccadana (Banjarmasin dan Soeccadana plus Sambas adalah tiga kota (pelabuhan) utama.

Nama Banjarmasin untuk ukuran waktu sekarang adalah suatu kota yang sudah lama ada, paling tidak sudah diidentifikasi pada awal era Belanda (VOC) seperti diidentifikasi pada Peta 1657. Pada Peta 1665 selain diidentifikasi nama Sampit antara Banjarmasin dan Cota Ringin, nama Banjarmasin ditulis sebagai Bandarmasin (Banjar=Bandar). Sementara sungai dimana sebelumnya diidentifikasi nama Taniampura disebut sungai (rivier) Cramantan (Kalimantan?) nama yang mirip dengan nama pulau di pantai barat pada Peta 1601 yakni pulau Crimata (Karimata). Pada Peta 1705 nama Banjarmasin ditulis Bendarmassin. Ini mengindikasikan banjar=bandar (kota pelabuhan).

Seperti disebut di atas Belanda (VOC) kembali ke Borneo pada tahun 1711 dan kemudian pada tahun-tahun berikutnya mendirikan benteng (fort) Banjarmasin. Pada Peta 1724 nama-nama kerajaan diidentifikasi, seperti kerajaan (koninkryk van) Banjarmasin, Soeccadana, Landak, Sambas, Bornoe (Broenei) dan Lava (Laue). Tidak jauh dari ibu kota kerajaan Banjarmasin diidentifikasi nama kota Tatas. Nama sungai utama disebut sungai (rivier van) Banjarmasin (kini sungai Barito).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Orang Banjar dan Orang Koetai: Eksistensi Orang Dayak

Sejauh ini (sejak era VOC hingga permulaan Pemerintah Hindia Belanda) nama Banjar atau Banjarmasin merujuk pada nama tempat, nama kota, nama pelabuhan kota dan kemudian nama kerajaan. Belum ada keterangan (fakta dan data) yang mengidentifikasi nama banjar sebagai nama grup populasi (etnik). Orang-orang Eropa (seperti Portugis, Belanda dan Inggris) belum menjadikan penduduk di pulau Borneo sebagai subjek (dalam pengadministrasian wilayah). Orang-orang Eropa hanya terfokus pada perdagangan yang longgar yang dengan demikian hanya nama-nama tempat (kerajaan) yang diperlukan dalam navigasi pelayaran (lalu lintas perdagangan).

Sementara itu nama-nama tempat yang disebut Bandjar sudah ditemukan di berbagai pulau seperti di Jawa (Banjar di Banten, Banjar dan Banjaran di Preanger), Banjar Negara di Jawa dan Banjar di Bali, Banjar di Palembang dan Banjar di pantai timur Sumatra, Namun Banjarmasin hanya satu tempat. Banjarmasin adalah satu hal (nama tempat) sedangkan nama Banjar adalah hal lain, selain nama tempat di luar pulau Borneo, nama Banjar di pulau Boeneo (Banjarmasin) adalah nama suatu kelompok populasi (etnik grup).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Orang Dayak: Pembentukan Kota Palangkaraya

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar