Laman

Minggu, 25 Oktober 2020

Sejarah Kalimantan (37): Simpang Siur Sejarah Lanfang di Pantai Barat Kalimantan (1886); Republik Depok Jiran Ratoe Djaja

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kalimantan Barat di blog ini Klik Disini 

Pada tahun 1886 Kongsie Lanfang dihapus (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 21-05-1886). Sejak itu tidak ada lagi sisa Kongsi Lanfang di  wilayah Landak, Pontionak dan Mempawa. Pemerintah Hindia Belanda melikuidasinya. Namun pada masa ini, masih ada kisah Kongsi Lanfang yang tersisa yakni adakalanya diinterpretasi keliru sebagai semacam suatu republik. Padahal contoh semacam republik hanya ditemukan di Depok.

Orang-orang Tiongkok sudah sejak lampau berdagang ke Borneo, ke Sumatra, ke Jawa dan pulau-pulau lainnya. Namun kebijakan pengadaan tenaga kerja asal Tiongkok baik yang dilakukan oleh para pedagang VOC maupun para radja-radja atau sultan-sultan pada akhirnya menimbulkan persoalan lain. Pada tahun 1740 terjadi pemberontakan tenaga kerja asal Tiongkok di Batavia. Orang Cina yang sudah lama di Batavia melongo (dan mereka jadi terseret). Pemimpin Cina di Batavia, Nie Hong tak berdaya. Pemerintah VOC di Batavia melancarkan perang, akibatnya sekitar 10.000 orang Cina terbunuh sia-sia. Mendatangkan tenaga kerja Tiongkok ternyata tidak berhenti. Pada tahun 1821 terjadi pemberontakan Cina di pantai barat Borneo. Lalu Pemerintah Hindia Belanda mengiri ekspedisi militer. Lagi-lagi banyak korban jiwa. Pemberontakan di pantai barat Borneo terjadi, terjadi lagi. Pada tahun 1854. Seperti halnya Nie Hong tempo doeloe, Kongsi Lanfang terjepit. Pada tahun 1874 terjadi pemberontak di Deli, kembali lagi makan korban. Tjong Jong Hian (Kongsi Hakka) mulai dapat mengatasinya.

Bagaimana sejarah Kongsi Lanfang di pantai barat Borneo? Lantas mengapa kerap terjadi pemberontakan orang-orang asal Tiongkok? Dalam hal ini haruslah dibedakan antara orang-orang Cina yang sudah lama menetap di Hindia (Jawa, Sumatra dan Borneo) sebagai penduduk resmi dan para tenaga kerja atau kuli yang didatangkan dari Tiongkok sebagai warga pendatang. Warga pendatang termasuk orang-rang dalam Kongsi Lanfang. Lalu bagaimana sejarah Kongsi Lanfang? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Kongsi Lanfang

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar