Laman

Selasa, 27 Oktober 2020

Sejarah Kalimantan (42): Sejarah Matan dan Nama Kalimantan; Perlawanan Radja Matan Terhadap Pemerintah Hindia Belanda 1827

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kalimantan Barat di blog ini Klik Disini

Nama Matan bukanlah nama baru, meski kini nama Matan hanya disandang oleh dua nama kecamatan di Kabupaten Ketapang: Kecamatan Matan Hilir Utara dan Kecamatan Matan Hilir Selatan. Tidak ada nama Matan Hulu. Yang ada tempo doeloe hanya nama Matan saja. Nama Matan ini adalah suatu kerajaan yang berani melawan Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1827.

Hanya dua kerajaan di pulau Borneo yang berani melawan Pemerintah Hindia Belanda, yakni Kerajaan (kesultanan) Matan dan Kerajaan (kesultatan) Bandjarmasin. Kesultanan Bandjarmasin melawabn Pemerintah Hindia Beland pada tahun 1859 yang dipimmpin oleh Pangeran Antasari. Sejak meninggalnya Pangeran Antasari pada tahun 1863, pada tahun 1864 kesultanan Bandjarmasin dilikuidasi (untuk selamanya).

Lantas apa hebatnya kerajaan Matan? Nah itu tadi berani melawan Pemerintah Hindia Belanda. Namun tentu saja tidak itu saja. Kerajaan Matan terkait dengan kerajaan Tanjung Pura, kerajaan Soekadana. Lalu bagaimana sejarah kerajaan Matan? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Pemberontakan di Matan, 1827

Tidak diketahui secara pasti apa hubungan antara Perang Jawa (yang dipimpin Pangeran Diponegoro) dengan Perang Matan. Permusuhan yang dilancarkan Sultan Matan pada tahun 1827 menyebabkan satu ekspedisi ke pantai barat Borneo yang dipimpin oleh Kapten laut НМ Díbbetz. Pertempuran yang sengit terjadi di sungai Karbouw dan sungai Katapan pada tanggal 2 dan 3 September 1928. Lalu Sultan Matan ditangkap dan berakhir sudah kerajaan Matan dan diakuisisi oleh Pemerintah Hindia Belanda dengan menunjuk Majoor Radja Akil sebagai sultan baru (kesultanan Matan en Simpang).

Apa yang menjadi pangkal perkara dikirimnya ekspedisi militer ke kerajaan Matan. Ini bermula pada bulan Desember kerajaan Matan menyerang Karimata dengan kekuatan 20 buah kapal di bawah pimpinan pangeran Adi Makoerat. Celakanya, mereka berhasil manuklukkan Karimata tetapi bendera tricolor yang dikibarkan di Karimata dirampas dan diobek-robek dan dibawa ke Matan (lihat Javasche courant, 20-11-1828). Disebutkan ekspedisi Pemerintah Hindia Belanda tersebut dengan kapal perang Sr. MS. fregat de Rellona berkekuatan 120 tentara Eropa yang tiba di uara sungai Pontianak pada tanggal 4 Juli. Ekspedisi ini dibantu pasukan Radja Akil yang dikonsolidasikan di Pontianak. Para tawanan dibawa ke Batavia. Pemerintah telah menunjuk Mayor Radja Akil (Soecadana) sebagai Sultan Matam en Simpang (nama yang digabung karena sebelumnya penembahan Simpang telah dibunuh oleh Matan).

Majoor Radja Akil adalah komandan pribumi (asal Soecadana) yang membantu militer Hindia Belanda dalam Perang Jawa. Oleh karena yang menjadi sultan baru adalah eks komandan dalam Perang Jawa diduga menjadi alasan diterbitkan satu resolusi baru pada bulan November 1828.

Javasche courant, 07-02-1829: ‘Resolusi 28 November 1828 No.2: disetujui dan dipahami, akan ditentukan, seperti yang dibuat disini; Pertama, bahwa orang Jawa tidak diijinkan pergi ke Borneo, kecuali orang-orang yang disebutkan di bawah ini. Ketiga, bahwa kapten dari semua kapal pribui di Jawa atau di pantai barat Borneo wajib melapor kepada kepala pemerintah daerah, tempat pertama yang akan mereka kunjungi yang pejabat mana yang akan diwajibkan untuk melakukan penyelidikan’.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Nama Matan dan Nama Kalimantan

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar