Laman

Jumat, 27 November 2020

Sejarah Riau (16): Detik-Detik Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Riau; Invasi Militer Jepang Penderitaan Orang Belanda

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Riau di blog ini Klik Disini 

Orang Belanda seakan tidak percaya bahwa Indonesia telah lepas, setelah Indonesia (baca: Hindia) berada di bawah kekuasaan orang Belanda selama tiga ratus lima puluh tahun. Orang Belanda sangat shock karena wilayah Kerajaan Belanda diduduki militer Jerman (NAZI) dan juga wilayah Pemerintah Hindia Belanda diduduki militer Jepang (Dai Nippon). Mimpi buruk bagi semua orang Belanda tanpa terkecuali.

Ketika Jerman memasuki wilayah Kerajaan Belanda pada bulan Mei 1940, keluarga kerajaan Belanda melarikan diri ke Inggris. Orang Belanda yang anti fasis semua ditangkap dan dimasukkan ke dalam kamp konsentrasi NAZI, termasuk satu orang Indonesia di Belanda Dr Paelindungan Loebis. Pelarian keluarga kerajaan Belanda ini ke Inggris untuk kali kedua setelah yang pertama pada tahun 1894 Prancis (Napoleon) menduduki Belanda dan setahun kemudian menduduki Batavia dan Jawa. Tidak lama kemudian, ketika Jepang memasuki wilayah Indonesia (baca: Hindia Belanda) pejabat-pejabat Belanda melarikan diri ke Australia termasuk Dr HJ van Mook. Orang-orang Eropa (kecuali Jerman) di Indonesia, laki-laki, perempuan dan anak-anak semua ditangkap dan kemudian diinternir di berbagai penjara dan pusat interniran di seluruh Indonesia. Malang nian nasib orang Belanda.

Bagaiana dengan orang Belanda di Riau? Tidak banyak yang terinforasikan. Sunyi senyap setelah militer Jepang memborbardir Singapoera dan Tarempa (Natoena), orang-orang Belanda melarikan diri ke Sumatra untuk evakuasi ke Australia melalui pelabuhan Padang. Satu keluarga yang evakuasi dari Riau adalah Dr Achmad Hoesin Siagian dan istrinya yang juga dokter (anak Dr Radjamin Nasution, Wali Kota Soerabaja) serta anak mereka evakuasi tidak ke Soerabaja tetapi langsung pulang ke kampong ompungnya di Tapanuli (Selatan). Lantas bagaimana situasi dan kondisi setelah Jepang takluk kepada Sekutu dan Kemerdekaan Indonesia diproklairkan di Djakarta pada tanggal 17 Agustus 1945? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semua ada permulaan dan akan tiba waktunya berakhir. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Riau: Pendudukan Militer Jepang

Pada bulan Mei 1945 wilayah Belanda diserahkan kembali Jerman kepada kerajaan Belanda. Keluarga kerajaan yang berada di pengasingan selama (lima tahun) kembali ke tanah air. Kehidupan politik Belanda bangkit kembali. Sementara militer Jepang masih menduduki Indonesia, pihak kerajaan dan para politisi di Belanda mulau ikut mendukung warga Indonesia di Belanda yang melancarkan anti fasis (anti Jepang) dan keerdekaan Indonesia. Ir Soekarno dkk yang bekerjasama dengan militer Jepang turut menjadi sasaran tembak para politis Belanda (musuh Belanda selama era kolonial Belanda).

Sebagian besar penduduk dan warga Belanda netral dalam perang Eropa, karena itu pendudukan Belanda tidak mengambil langkah frontal melawan pendudukan militer Jepang (idem dito penduduk Indonesia terhadap pendudukan militer Jepang). Musuh militer Jerman adalah keluarga kerajaan Belanda dan politisi anti fasis (idem dito di Indonesia, para aktivis anti Jepang ditangkap dan diinternir seperti Mr Amir Sjarifoeddin Harahap, Ktoet Tantri dan lain sebagainya). Oleh karena itu di Belanda, meski situasi politik tidak normal, tetapi beberapa aspek kehidupan berjalan normal seperti penyelenggaraan pendidikan. Mahasiswa-mahasiswa Indonesoa masih meneruskan perkuliahan mereka, meski keuangan agak sulit karena terputusnya hubungan antara Belanda dan Indonesia. Beberapa mahasiswa Indonesia yang lulus selama fase pendudukan militer Jerman di Belanda antara lain Drs. Tan Goan Po, meraih doktor (Ph.D) pada bidang erkonomi di Universiteit Rotterdam tahun 1942 (lihat Het Vaderland: staat- en letterkundig nieuwsblad, 25-11-1942); Drs. Soemitro Djojohadikoesoemo di universitas yang sama di Rotterdam tahun 1943 dengan gelar doktor di bidang ekonoi (lihat Algemeen Handelsblad, 13-03-1943); dan Masdoelhak Nasution berhasil meraih gelar doktor di bidang hukum dengan predikat suma cum laude di Universiteit Leiden pada tahun 1943 dengan desertasi berjudul ‘De plaats van de vrouw in de Bataksche Maatschappij’ (Friesche courant, 27-03-1943).

Mahasiswa-mahasiswa Indonesia di Belanda terus mengkonsolidasikan diri untuk menentang Jepang dan upaya untuk kemerdekaan Indonesia. Semangat itu semakin menguat setelah Jerman membebaskan Belanda dan adanya dukungan moril dari para politisi Belanda. Boleh jadi para politisi Belanda ini mendukung karena dua hal yakni sama-sama senasib diduduki fasis Jerman di Belanda dan fasis Jepang di Indonesia serta ada maksud terselubung ingin kembali ke Indonesia di belakang warga Indonesia,

Warga Indonesia di Belanda dipimpin oleh FKN Harahap, seorang mahasiswa di Vrij Universiteit yang juga menjadi ketua Perhimpoenan Indonesia setelah beberapa waktu organisasi mahasiswa Perhimpoernan Indonesia vakum karena pendudukan Jerman. Hal ini karena ketua Perhimpoenan Indonesia yang terakhir Dr Parlindungan Loebis diinternir Jerman ke kamp NAZI. FKN Harahap dkk dan Perhimponan Indonesia menerbitkan majalah dwimingguan yang menjadi medium interaksi sesama warga Indonesia di Belanda dan juga sebagai corong perjuangan Perhipoenan Indonesia dan warga Indonesia di Belanda untuk kemerdekaan Indonesia. Beberapa kali selama bulan Mei hingga Juli di lapangan kota Amsterdam diadakan rapat akbar warga Indonesia yang juga di atas podium adakalanya para politisi Belanda tampil yang menyuarakan kemerdekaan Indonesia (atas pendudukan militer Jepang). Catatan: FKN Harahap kelahiran Depok, berangkat studi ke Belanda tahun 1937 yang pernah mengalahkan juara catur Belanda Dr Euwe sebelum pendudukan militer Jerman di Belanda.

Pada saat itu di Belanda nama Riau sangat terkenal sebagai nama jalan. Di jalan ini terdapat kantor bergengsi Biro Industri Pengolahan Logam (Bureau voor de Metaalverwerkende Industrie). Besar dugaan nama jalan ini disebut Riau karena keberadaan Bureau voor de Metaalverwerkende Industrie yang mana salah satu sumber bahan logam didatangkan dari Riau (timah). Sebelum pendudukan militer Jepang, salah satu sumber ekonomi yang terpenting dari Riau adalah timah.

Seperti halnya sumber-sumber tambang minyak di Tarakan dan Palembang (yang dikuasai oleh Belanda), sumber bahan tambang timah di Riau (da wilayah tetangganya Banca dan Biliton) juga menjadi target militer Jepang. Oleh karena itu pantai timur Borneo, Riau, Bangca-Biliton dan Palembang menjadi target pertama militer Jepang sebelum melakukan invasi lebih jauh (yang terakhir) ke Jawa.

Uniknya, meski Indonesia masih diduduki oleh militer Jepang, saham-saham perusahaan Belanda di Eropa masih ada harganya, termasuk saham pertambangan di Riau (lihat Het financieele dagblad : waarin opgenomen het Amsterdamsch effectenblad en de Dagelijksche beurscourant, 28-03-1944). Tampaknya dunia bisnis (industri) di Eropa melihat dunia fasis (Jerman, Italia dan Jepang) tidak akan lama. Negara-negara netral atau non fasis di Eropa merasa akan tiba waktunya industrinya rebound dan karena itu perusahaannnya tidak menutup saham perusahaan yang beroperasi di Indonesia (termasuk di Riau). Toh juga orang Belanda masih banyak yang berada di Indonesia (meski di dalam tahanan).

Orang-orang Belanda yang diinternir militer Jepang di Indonesia dipusatkan di berbagai tempat seperti di Djakarta, Bogor, Medan, Soerabaja dan Singapoera. Orang-orang yang diinternir di Riau dan pantai barat Borneo ditempatkan di Singapoera. Sebagaimana diketahui jarak dari Singapoera dengan ibu kota Riau di Tandjoengpinang hanya beberapa mil. Faktor-faktor tersebutlah di Eropa mengapa saham tambang di Raiu masih diperjualbelikan di bursa efek. Foto: Orang Belanda harus menunduk di era pendudukan Jepang di Singapoera (Het vrije volk: democratisch-socialistisch dagblad, 19-12-1985).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Detik-Detik Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Riau

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar