Laman

Selasa, 15 Desember 2020

Sejarah Aceh (2): Sejarah Kanal Aceh di Teluk Aceh Pulau Weh; Bandar di Lampung dan Kanal Banda Bakali di Kota Padang

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Aceh dalam blog ini Klik Disini

Posisi GPS kota Atjeh pada masa lampau tidak berada di tempat yang sekarang. Telah bergeser dari sungai lama ke sungai baru. Sejak itu posisi GPS kota tidak pernah berubah hingga ini hari. Penanda navigasi kota baru itu tepat berada di area masjid raya yang sekarang. Pada masa lampau, area sekitar masjid sesungguhnya tepat berada di tepi pantai. Proses sedimentasi jangka panjang seakan area masjid itu berada jauh di daratan. Bagaimana bisa?

Pada masa kini di Kota Banda Aceh terdapat suatu kanal. Kanal ini dibangun (seakan) menyodet sungai Aceh (Krueng Atjeh) di arah hulu kota yang sekarang (di arah hulu masjid di Lehong Batak). Kanal ini pada dasarnya tidak sepenuhnya digali seperti halnya kanal Semarang, kanal Soerabaja dan kanal di Padang (Banda Bakali), tetapi kanal yang divermak dari sungai lama (sungai mati). Antara dua sungai ini tempo doeloe adalah lautan (teluk) tetapi oleh sebab proses sedimentasi jangka panjang terbentuk darata. Sungai Krueng Atjeh dan sungai lama sendiri adalah jalan air menuju laut.

Lantas bagaiana sejarah perubahan-perubahan geografis kota Banda Aceh tempo doeloe? Tentulah hal-hal serupa ini kurang menarik perhatian sejarawan. Lalu apa pentingnya memahami perubahan-perubahan tersebut? Yang jelas perubahan-perubahan spasial tersebut mengikuti sejarah kota Banda Aceh sendiri sejak zaman kuno. Dimana posisi GPS bermula? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Teluk Aceh dan Pulau Weh

Tunggu deskripsi lengkapnya

Kanal Banda Aceh

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar