Laman

Rabu, 02 Desember 2020

Sejarah Singapura (11): Sejarah Kota Klang, Pulau di Muara Sungai Klang, Ibu Kota Tempo Dulu; Perang Selangor (1867-1874)

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Singapura dalam blog ini Klik Disini

Pada zaman kuno, Klang tidak sepopuler Malaka. Sebelum terbentuk pulau Klang, kota Malaka sudah menjadi kota perdagangan yang ramai. Nama yang sudah eksis adalah nama sungai (Songi Kalang). Oleh karena terjadi proses sedimentasi jangka panjang di teluk dimana sungai Klang bermuara maka terbentuk beberapa pulau, salah satu diantaranya yang terpenting disebut pulau Kalang (Calang). Di pulau Klang ini kemudian terbentuk hunian (penduduk) yang lambat laun menjadi kota satelit Malaka (seperti halnya pulau Penang).

Kota Malaka ini awalnya adalah kota dagang di pantai barat Semenanjung Malaka dimana terdapat banyak orang yang berasal dari India. Kota ini awalnya disebut (hi)Malaya yang kemudian digunakan sebagai nama wilayah (Semenanjung Malaya). Orang-orang Moor atau Portugis menulisnya Malaka (Malaca). Nama Malaka yang kemudian terus eksis hingga ini hari. Namun demikian, nama Malaya (dari Himalaya) juga tetap eksis tetapi bukan nama kota tetapi nama wilayah semenanjung. Orang-orang Inggris mulai memperkenalkan nama Malaya sebagai Malay (Malajoe) dan pada saat pembentukan federasi (kesultanan) pada tahun 1963 di semenanjung dan pantai utara Borneo ditabalkan nama Malaysia..

Lantas bagaimana sejarah Klang? Namanya sudah sejak lama dikenal di wilayah Mandailing dan Angkola (Tapanoeli). Nama Klang semakin populer pasca Perang Selangor (1867-1874). Pada saat itu ibu kota (district) Selangor berada di Kwala Selangor (muara sungai Selangor). Namun dalam perkembangannya Inggris lebih tertarik menetapkan pusat pemerintahan di Kwala Loempoer (tempat dimana kounitas Cina dan komunitas Mandailing dan Angkola di wilayah hulu sungai Klang. Meski demikian, Klang tetap penting karena pintu masuk (gate) ke Koeala Loempoer. Dalam hal inilah sejarah Klang berlangsung. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah internasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Nama Klang dan Nama Selangor

Tunggu deskripsi lengkapnya

Klang dan Koeala Loempor di Selangor

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar