Laman

Sabtu, 06 Juni 2020

Sejarah Pulau Bali (3): Perang Bali 1846-49 dan AV Michiels; Perang Jawa (1825-30), Perang Padri Bonjol dan Portibi (1833-38)


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bali dalam blog ini Klik Disini

Tidak ada yang ditakutkan AV Michiels dalam hidupnya, kecuali satu hal: masa tuanya terganggu. AV Michiels lahir di Maastricht, Belanda, 30 Mei 1797 datang ke Hindia untuk menguji keberanian, meraih kehormatan dan menikmati kemakmuran. Semua tahapan mencapai tujuan hidup itu, AV Michiels telah melewatinya dengan sukses. Apa yang mengganggu hidup AV Michiels di akhir masa tua itu? Perang Bali. AV Michiels ini tidak ada kaitannya dengan fans Bali United yang menginginkan Diego Michiels bergabung dengan Bali United FC.

AV Michiels tidak sendiri. Riwayat Alexander van der Hart mirip dengan komandannya, AV Michiels. Alexander van der Hart adalah militer profesional yang terus setia membantu AV Michiels dalam Perang Palembang (1819-1821), Perang Jawa ((1825-1830) dan Perang Padri di Bondjol dan Portibi (1833-1838). Sukses komandan dan anak buah ini seakan menjadi satu paket ketika Kolonel AV Michiels dipromosikan menjadi Gubernur pertama Pantai Barat Sumatra 1838 dan Majoor Alexander van der Hart menjadi Residen pertama Tapanoeli 1845. Alexander van der Hart adalah anak buah terbaik AV Michiels. Alexander van der Hart adalah komandan detasemen yang berhasil masuk ke jantung pertahanan Padri yang dipimpin oleh Tuanku Imam Bondjol (1837). Tidak sampai di situ, komandan dan anak buah ini dari benteng Portibi juga berhasil menaklukkan benteng Daloe-Daloe yang dipimpin Tuanku Tambusai (1838).

Kolonel AV Michiels telah mendapatkan semuanya yang dapat diraih oleh seorang militer profesional. Kolonel AV Michiels promosi kenaikan pangkat menjadi Majoor Generaal bersamaan dengan jabatannya sebagai status Residen menjadi Gubernur di Pantai Barat Sumatra (Province Sumatra’s Westkust). Satu kehormatan besar atas prestasinya Guibernur Jenderal mendirikan patung besar dirinya di depan Markas Militer di Weltevereden (lapangan Banteng Jakarta yang sekarang). AV Michiels tidak terganggu oleh Perang Bali. AV Michiels terganggu karena tidak ada komandan militer yang berhasil menaklukkan Bali. Lantas apakah pasca turun tangan dalam Perang Bali, AV Michiels masih terganggu masa tuanya? Tidak lagi. Mengapa? Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Pulau Bali (2): Bali, Klein Java pada Era VOC; Perseteruan Belanda, Portugis, Prancis, Inggris dan Perang di Selat Bali


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bali dalam blog ini Klik Disini

Setelah kontrak Belanda pertama dengan (kerajaan) Bali tahun 1597 tidak ada aktvitas Belanda yang cukup berada di Bali. Emanuel Rodenburgh (bersama Jacob Claesz van Delft, dan Jan Janes de Roy) yang tinggal selama dua tahun di Bali (1597-1599) tentu saja sudah mengenal secara mendalam potensi ekonomi dan perdagangan di Bali. Tampaknya kehadiran Belanda di Bali secara kebetulan (random), di luar rencana, terpaksa dan tidak ada pilihan. Arus perdagangan utama berada di titik utama di Atjeh, Banten dan Maluku. Meski demikian, Belanda masih menganggap Bali suatu kenangan, lebih-lebih jalur perdagangan Belanda antara Banten-Maluku masih tetap menggunakan jalur jalur temuan mereka Bali, Lombok, Sumbawa, Timor, Banda dan Maluku (Malaka, Gowa, Boeton, Maloekoe adalah jalur utama Portugis).

Pulau Bali (Peta 1724)
Pada tahun 1619 Belanda (VOC) di pulau Ontong Java melakukan invasi ke Soenda Kalapa dan membuat perjanjian dengan pangeran Kerajaan Jacatra. Sejak ini Jan Pieterszoon Coen dengan jabatan Gubernur Jenderal mulai membangun benteng (Kasteel) dan membangun kota (Batavia). Dengan demikian pos perdagangan utama dipindahkan dari Amboina ke Batavia Jabatan Gubernur diposisikan di Amboina. Oleh karena Batavia-Amboina tetap melalui jalur tradisional via Bali, maka Bali tetap dikenang dan tentu saja tetap ada hubungan diplomatik (politik) dengan Radja Bali tetapi tidak dalam urusan ekonomi perdagangan. Bali sebagai teman lama Belanda tetap dianggap penting, meski Amboina telah diduduki Belanda, tetapi Timor tetap dianggap Belanda sebagai hak Portugis (tidak menarik buat Belanda). Persaingan antara Belanda dan Portugis menjadi faktor penting hubungan Bali-Belanda (VOC) tetap dijaga. Bali dan Timor adalah dua tempat di garis terluar dimana dua bendera Eropa dikerek ke puncak tiang.

Lantas jika tidak ada aktivitas Belanda yang penting (urusan perdagangan) di Bali, apa saja yang terjadi di Bali dalam hubungannya dengan kepentingan Belanda? Kontrak yang dilakukan Belanda dengan Radja Bali tahun 1597 dengan menempatkan Emanuel Rodenburgh dan dua lainnya tetap menjadi dasar legitimasi hubungan bilateral antara Belanda dan Bali. Dengan kata lain, hubungan Belanda-Bali di Bali bukanlah ruang kosong yang tidak memiliki dimensi waktu. Nah, untuk menambah pengetahuan tentang situasi dan kondisi di Bali (selama era VOC), mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.