Laman

Kamis, 29 Oktober 2020

Sejarah Kalimantan (46): Dayak Ngaju dan Kerajaan Jathoe; François Valentijn dan Kerajaan-Kerajaan Besar Dayak di Borneo

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kalimantan Tengah di blog ini Klik Disini 

Adakah kerajaan Dayak di pulau Kalimantan? Tampaknya tidak ada yang yakin tentang hal itu. Para penulis hanya terfokus pada kerajaan/kesultanan Melayu (seperti Bandjarmasin, Soekadana dan Broenei) dan kerajaan-kerajaan kuno (seperti kerajaan Nan Sarunai dan Koetai). Tapi tidak demikian dengan François Valentijn (1724). Penulis hebat ini yakin bahwa di Borneo terdapat kerajaan-kerajaan Dayak di masa awal. Kerajaan yang dimaksudnya adalah kerajaan-kerajaan Dayak yang besar seperti kerajaan Jathoe dan kerajaan Lava. Ahli geografi Belanda, PJ Veth (1923) menduga kerajaan Lava adalah kerajaan Laue (Melawi). Sementara itu kerajaan Jathoe diduga kuat adalah kerajaan Ngajoe (Dayak Ngaju).

Pada peta-peta Portugis hanya mengidentifikasi dan memetakan nama-nama tempat (kerajaan) di pantai. Pada awalnya orang Portugis menganggap hanya (kerajaan) Boernai sebagai kerajaan besar di pulau Kalimantan (yang menjadi asal-usul nama pulau Borneo). Itu terjadi ketika seorang Portugis yang berkedudukan di Malacca berkunjung ke Boernai pada tahun 1524. Peta-peta awal Belanda (VOC) yang juga meneruskan peta-peta buatan Portugis juga hanya mengidentifikasi nama-nama kerajaan di pantai. Baru pada era selajutnya, seorang ahli geografi kawakan François Valentijn pedalaman Borneo mulai mendapat perhatian (penyelidikan awal). François Valentijn adalah orang pertama yang memanfaatkan catatan Kasteel Batavia (daghregister) sebagai sumber data dalam penulisan sejarah Hindia. Identifikasinya terhadap kerajaan-kerajaan di pedalaman Borneo diduga bersumber dari Daghregister tersebut disamping François Valentijn sendiri yang pernah berkunjung ke pulau Borneo.

Lantas bagaimana sejarah Dayak Ngaju dan apakah Kerajaan Jathoe adalah kerajaan Dayak Ngaju? Mari kita mulai dari hasil penyelidikan François Valentijn. Lantas mengapa Pemerintah Hindia Belanda mengidentifikasi nama wilayah sebagai Gtoote Daijak dan Klein Daijak? Apakah itu mencerminkan adanya kerajaan Dayak yang masih eksis? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Kalimantan (45): Sejarah Murung Raya di Jantung Pulau Kalimantan; Dayak Ot Danum, Siang Murung dan Orang Ot

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kalimantan Tengah di blog ini Klik Disini

Pada masa ini Kabupaten Murung Raya (provinsi Kalimantan Tengah) termasuk salah satu kabupaten di pedalaman jantung pulau Kalimantan. Kekhususan kabupaten Murung Raya karena sumber air terjauh dari tiga sungai besar di pulau Borneo (Kapuas, Barito dan Mahakam). Di wilayah jantung ini sejak jaman kuno telah berdiam penduduk asli Borneo yang terbilang masih relatif murni (bahkan ini hari).

Pada peta-peta lebih awal, beberapa wilayah di pulau Borneo diidentifikasi sebagai wilayah (penduduk) Dayak seperti Poenan, Katingan, Ot Danum, Siang Moerong dan sebagainya, Namun nama-nama itu lambat laun dihapus dengan nama baru. Di satu sisi wilayah pedalaman Borneo masih dominan penduduk Dayak, namun seiring dengan semaraknya perdagangan dari pantai ke pedalaman nama-nama Dayak dihilangkan. Demikian juga nama-nama sungai sebagai penanda jalur navigasi diubah seperti sungai Laue atau Melawi menjadi sungai Kapuas, sungai Poenan menjadi sungai Koetai lalu sungai Mahakam; dan sungai Doesoen menjadi sungai Bandjarmasin kemudian menjadi sungai Barito. Namun bargaining position penduduk Dayak (penduduk asli) yang lemah di era Belanda (VOC dan Pemerintah Hindia Belanda) nama-nama yang sudah eksis dari jaman kuno harus terkubur. Hal ini berbeda dengan di Jawa seperti sungai Tjisadane vs sungai Tangerang, sungai Tkiliwong ve sungai Jacatra, sungai Tjilengsi vs sungai Bekasi dan sungai Tjitaroem vs sungai Karawang.

Lantas apa pentingnya sejarah kabupaten Murung Raya? Itu tadi, wilayah ini di jaman kuno tempat dimana berada penduduk asli, seperti halnya penduduk asli Borneo di kabupaten Kapuas Hulu (Kalimantan Barat) dan di kabupaten Mahakam Ulu (Kalimantan Timur). Lalu bagaimana sejarah kabupaten Murung Raya? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Kalimantan (44): Kotawaringin, De Facto Jadi Pusat Kalimantan Tengah Tempo Dulu; Kota Pangkalan Bun dan Dr Radjamin

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kalimantan Tengah di blog ini Klik Disini

Palangkaraya adalah ibu kota Provinsi Kalimantan Tengah. Itu kini. Kota Palangkaraya adalah kota yang dibangun baru pada era Republik Indonesia (1957). Wilayah provinsi Kalimantan Tengah yang sekarang, tempo doeloe, secara de facto ibu kota di Kotawaringin dimana kota terbesar di barat daya pulau Borneo berada di Pangkalan Bun. Nama Kotawaringin sendiri adalah kota kuno yang sudah eksis sejak awal permulaan kehadiran Belanda (VOC) di pulau Borneo. Lantas bagaimana dengan kota Pangkalan Bun?

Pada tahun 1957 dibentuk Provinsi Kalimantan Tengah dengan menetapkan kota baru Palangkaraya sebagai ibu kota. Dalam pembentyukan provinsi termuda ini pada waktu itu, salah satu kabupaten yang dibentuk adalah kabupaten Kotawaringin dengan ibu kota di Pangkalan Bun. Pada tahun 1959 kabupaten Kotawaringin dihapus dengan membentuk kabupaten Kotawaringin Barat dan kabupaten Kotawaringin Timur. Ibu kota kabupaten Kotawaringin Barat (tetap) di Pangkalan Bun, sedangkan kabupaten Kotawaringin Timur di Sampit. Pada tahun 2002, kabupaten Kotawaringin Barat dimekarkan dengan membentuk kabupaten Sukamara dan kabupaten Lamandau. Sementara itu kabupaten Kotawaringin Timur pada tahun 2002 dimekarkan dengan membentuk kabupaten Seruyan dan kabupaten Katingan. Belakangan ini muncul keinginan untuk pembentukan kabupaten Kotawaringin Utara (pemekaran kabupaten Kotawaringin Timur).

Lalu bagaimana sejarah Kotawaringin dan sejarah kota Pangkalan Bun? Nama Kotawaringin dijadikan nama wilayah dan nama Pangkalan Bun menjadi ibu kota. Satu yang penting dalam awal pembangunan kota Pangkalan Bun adalah kehadiran Dr Radjamin Nasution (kelak menjadi Wali Kota pribumi pertama di Soerabaja). Lalu kemudian bagaimana sejarah kota Pangkalan Bun dan Kotawaringin berlangsung? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.