Laman

Kamis, 18 Maret 2021

Sejarah Papua (30): Sejarah Suku Asmat di Pantai Barat Daya Pulau Papua; Kehadiran Pendeta Zegwaard di Kampong Agats

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Papua dalam blog ini Klik Disini

Nama Asmat di Papua sudah dikenal secara luas. Namun sayang sejarah (suku) Asmat di Papua kurang terinforasikan selama ini. Mengapa? Tentu saja karena sulitnya menemukan data historis. Namun demikian, sejarah Asmat seharusnya tetap dinarasikan. Upaya penggalian data tetap diperlukan. Hal itulah mengapa sejarah Asmat ini ditulis.

Pada masa ini nama Asmat dijadikan sebagai nama kabupaten dimana penduduk suku Asmat berada. Kabupaten Asmat (tetangga Kabupaten Mimika) awalnya merupakan bagian dari kabupaten Merauke yang terdiri dari kecamatan Agats, Ayam, Atsj, Sawa Erma dan Pantai Kasuari. Pada saat ini di Kabupaten Asmat terdiri dari 10 distrik yakni Agats, Atsj, Akat, Fayit, Pantai Kasuari, Sawa Erma, Suator, Kolf Brasa, Unir Sirau dan Suru-suru. Berbeda dengan penduduk Papua pedalaman yang umumnya makanan pokok adalah umbi umbian, tetapi penduduk Asmat makanan pokoknya adalah sagu. Kawasan Asmat tidak hanya enghasilkan sagu juga sejak lampau menghasilkan produks hutan seperti kayu besi untuk bahan bangunan, perahu, dan media memahat, gaharu, kemiri, damar dan rotan.

Lantas bagaimana sejarah Asmat? Satu yang penting orang Eropa pertama yang berkunjung ke wilayah pedalaman di tengah penduduk Asmat adalah Pendeta Zegwaard. Bagaimana bisa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Nama Asmat

Nama Asmat sebelum nama Asmat dilaporkan di (pulau) Papua sudah umum digunakan di (pulau) Jawa sebagai nama untuk laki-laki. Paling tidak nama Asmat dicatat pada tahun 1852 (lihat  Nederlandsche staatscourant, 17-08-1852). Nama Asmat terus digunakan sebagai nama laki-laki. Tentu saja nama Asmat di Papua bukanlah nama seseorang. Nama Asmat untuk identifikasi penduduk di Papua merujuk pada sumber lain apakah bahasa Asmat sendiri atau bahasa asing.

Terminoilogi ‘asmat’ ditermukan dalam berbagai teks Sanskerta. Demikian juga kata asmat ditemukan pada kamus A Sanskrit-English Dictionary yang ditulis oleh Monier Williams yang diterbitkan tahun 1872. Lantas apakah nama Asmat di Papua sudah eksis sejak era Hindoe-Boedha. Sebagaimana nama Papua berasal dari bahasa Melayu, lalu apakah nama Asmat berasal dari bahasa Melayu (Sanskerta)?

Tunggu deskripsi lengkapnya

Pendeta Zegwaard  di Asmat

Tidak ada orang asing (Eropa) yang pernah ke wilayah belakang pantai di pantai barat daya Papua, karena itu tidak ada yang melaporkan tentang keberadaan penduduk asli Asat. Juga tidak ada laporan dari penduduk asli di Maluku yang dikutip oleh orang asing sehingga tidak satupun keterangan tentang orang Asmat di pedalaman. Baru setelah kehadiran pendeta Zegwaard asal Jerman dari Limburg di wilayah Asmat. Itu bermula dari suatu kebetulan (lihat Limburgsch dagblad, 19-02-1954).

Pendeta Zegwaard asal Limburg sudah beberapa waktu berada di Mimika sebagai misionaris  (catatan: sejarah provinsi Limburg di Belanda bermula pada tahun 1866 ketika Lmmburg dipisahkan dari Konfederasi Jerman). Di pedalaman pantai barat daya Papua terjadi perang saudara, yang menyebabkan sebanyak tiga ribu orang Asmat mengungsi ke wilayah Mimika (wilayah tetangga Asmat). 'Pendeta Zegwaard belajar bahasa Asmat dari mereka (di Mimika) yang lewat bahasa itu dia memegang kunci; untuk masuk ke wilayah Asmat sendiri. Berbekal ilmu linguistik itu, ia berani menembus habitat headhunter yang paling ditakuti ini. Akhirnya, kurang dari dua tahun yang lalu, dia menetap di antara mereka di suatu tempat dimana pada tahun 1940 pernah menjadi tempat kedudukan cabang pemerintahan di Agats.

Di Agats, Pendeta Katolik G. Zegwaard (dari Zandvoort) telah berhasil membangun sebuah tepat tinggal yang tidak kecil ukurannya dengan bahan bangunan pedesaan (yang diperoleh dari hutan sekitar). Pendeta Zegwaard sendiri di Agats tetapi ditemani oleh pendeta Welling (dari Boxtel). Dua pendeta ini juga telah menyelenggarakan pendidikan di sekolah gereja meski respon penduduk masih pasang surut.

Cabang peerintahan Hindia Belanda dibentuk di Merauke sejak 1905 pasca kasus Tugeru. Merauke dijadikan sebagai ibu kota Onderfadeeling Zuidkust Nieuw Guinea (Afdeeling West en Zuidkust Nieuw Guinea yang beribukota di Fakfak yang dibentuk tahun 1898). Pembentukan cabang pemerintahan di Agats pada tahun 1940 adalah penempatan seorang Controleur di Agats). Namun tidak lama kemudian pada tahun 1941 terjadi Perang Pasifik, dimana angkatan udara Jepang mengebom kota Fakfak. Pejabat peerintah yang ditempatkan di Agats boleh jadi belum mengetahui banyak tentang penduduk di pedalaman (Asmat). Leeuwarder courant: hoofdblad van Friesland, 28-06-1956

Sejak kehadiran Pendeta Gerad A Zegwaard di Agats, nama Asmat mulai dikenal luas.Dala suatu pameran tentang Melanesia di Belanda pada tahun 1956 penemuan Asmat ikut disertakan seperti barang produk ukiran dan benda khas Asmat dan foto-foro penduduk Asmat (lihat Leeuwarder courant : hoofdblad van Friesland, 28-06-1956). Gerad A Zegwaard sendiri menulis artikel yang berjudul Headhunting Practices of the Asmat of Netherlands New Guinea yang dipublikasikan pada jurnal antropologis tahun 1959 turut memperkaya pemahaman publik internasional tentang keberadaan penduduk Asmat di Papua.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

1 komentar: