Laman

Senin, 22 Maret 2021

Sejarah Papua (38): Pahlawan Papua Pulau Salawati, Pahlawan Papua Tidak Satu Saja; Musuh Bersama Penduduk Adalah Belanda

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Papua dalam blog ini Klik Disini 

Pahlawan Papua di Salawati, bukanlah Pahlawan Nasional. Para pahlawan Salawati ini telah berjuang melawan Belanda pada era VOC. Sejarah para pahlawan Salawati ini kurang terinformasikan. Yang terinformasikan adalah pahlawan dari pulau Ternate, pulau Jawa, pulau Sulawesi dan pulau lainnya. Yang jelas bahwa sepak terjang pahlawan (pulau) Salawati, langsung tidak langsung telah mengispirasi para pahlawan Papua berikutnya pada era yang berbeda. Pada masa ini pahlawan (asal) Papua di tingkat nasional (Pahlawan Nasional) tidak hanya satu orang.

Dalam daftar Pahlawan Nasional Indonesia, terdapat beberapa orang yang berasal dari Papua. Frans Kaisiepo, seorang pemuda dari Papua yang menginisiasi untuk mengikutkan Papua bergabung dengan NKRI. Frans Kaisiepo adalah orang pertama mengibarkan bendera merah putih dan menyanyikan lagu Indonesia Raya di Papua, lalu dirinya dipenjara oleh Belanda. Frans Kaisiepo dalam Konferensi Malino di Sulawesi Selatan mengusulkan Papua dan nama Irian sebagai pengganti nama Papua. Silas Papare, aktif mempersatukan Papua dan membebaskan Papua dari cengkraman Belanda. Seperti Frans Kaisiepo, Silas Papare dipenjarakan Belanda dengan tuduhan memobilisasi orang di Papua dengan mendirikan Partai Kemerdekaan Indonesia Irian, namun berhasil melarikan diri ke Yogyakarta dan mendirikan Front Nasional Pembebasan Irian Barat. Silas Papare berpartisipasi  sebagai perwakilan Indonesia dalam Perjanjian New York 15 Agustus 1962. Machmud Singgirei Rumagesan, kepala distrik Kokas menentang  perlakuan Belanda yang semena-mena terhadap penduduk di pertambangan yang menyebabkan dirinya dijatuhi hukuman penjara 15 tahun. Tahun 1953, Rumagesan mendirikan organisasi pembebasan Irian Barat, Gerakan Tjendrawasih Revolusioner Irian Barat yang bertujuan untuk membantu pemerintah Indonesia dalam membebaskan Irian Barat dari Belanda. Marthen Indey berkiprah pada akhir Desember 1945 dengan pasukannya memberontak terhadap Belanda di Irian Barat, dengan bergerilya dan membantu penyelamatan anggota RPKAD selama TRIKORA di Irian Barat. Marthen Indey berpartisipasi sebagai anggota delegasi Indonesia dalam Perjanjian New York. Marthen Indey bersama Frans Kaisiepo pernah menjadi anggota MPRS mewakili Irian Jaya.

Lantas bagaimana sejarah pahlawan Salawati? Seperti disebut di atas, sejarah pahlawan Salawati tidak terinformasikan, tetapi dapat dijadikan sebagai titik tolak dalam penelusuran sejarah para pahlawan di Papua. Pahlawan Salawati dapat dikatakan pahlawan Papua di masa awal. Pahlawan dalam hal ini adalah penduduk Papua yang berjuang untuk penduduk Papua untuk mengusir pihak asing (Belanda). Okelah kalau begitu. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.Algemeen Handelsblad, 12-08-1960

Pahlawan Salawati Melawan Belanda (VOC) 1667 hingga Pahlawan Serui Frits Maurits Kirihio 1960  

Secara historis, Papua adalah Indonesia, sebaliknya Indonesia adalah Papua. Sebelum menjadi nama Indonesia namanya Hindia Belanda. Cabang pemerintahan Hindia Belanda di Papua dibentuk tahun 1898 yang terdiri dari dua afdeeling: West en Zuidkust Nieuw Guinea dengan ibu kota di Fakfak dan Noord en Oostkust Nieuw Guinea dengan ibu kota di Manokwari. Tentu saja pada saat ini masih ada beberapa wilayah di bagian Hindia Belanda yang lain yang belum dibentuk cabang pemerintahan di Residentie Tapanoeli karena Perang Batak (yang dipimpin Sisingamangaraja) dan di Residentie Atjeh karena Perang Atjeh. Sejak itu cabang-cabang pemerintahan diperluas di wilayah Papua (bagian barat) hingga muncul persoalan hasil perundingan antara Indonesia (baca: Hindia Belanda) dan Belanda yang mana Belanda mengakui kedaulatan Indonesia (RIS) tetapi Belanda menyandera (wilayah) Papua.

Pada tahun 1942 terjadi pendudukan militer Jepang. Para pemimpin Indonesia yang bekerjasama dengan Jepang dengan sendirinya nama Hindia Belanda menjadi Indonesia (nama yang sudah lama eksis untuk saling menggantikan dengan nama Hindia Belanda). Orang-orang Belanda sendiri sebagian melarikan diri ke Australia dan sebagian yang lain diinternir Jepang di berbagai tepat di Indonesia. Namun setelah situasi cepat berubah, Jepang menyerah kepada Sekutu. Saat inilah Ir Soekarno dan Mohammad Hatta atas desakan para pemuda revolusioner memproklamasikan Indonesia (termasuk di dalamnya wilayah Papua) pada tanggal 17 Agustus 1945. Untuk mengevakuasi orang-orang Jepang di Indonesia, Presiden Soekarno mengizinkan Sekutu-Inggris untuk melaksanakan evakuasi Jepang. Untuk mengevakuasi orang Jepang di Indonesia Timur Sekutu-Inggris dibantu Australia, dimana jumlah orang Jepang yang akan dievakuasi di di Sulawesi sebanyak 25.000 orang, di Halmaheira sebanyak 40.000 orang, di Sorong sebanyak 10.000. di Manokwari sebanyak 8.000 dan di Sarmi sebanyak 10.000 orang (lihat Het dagblad : uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 30-11-1945). Namun di belakang pasukan Sekutu-Inggris menyusul orang-orang Belanda yang berpusat di Australia. Perang tidak terhindarkan yang disebut Perang Kemerdekaan Indonesia untuk melawan Belanda dan juga memusuhi Inggris yang memberi jalan bagi orang Belanda masuk Indonesia. Perang ini berlarut-larut hingga pada bulan Juni 1949 dilakukan gencatan yang dilanjutkan ke meja perundikan (KMB di Den Haag). Dalam perjanjian KMB ini Belanda memaksakan kehendaknya diantaranya bahwa Belanda mengakui kedaulatan Indonesia tetapi menyandera (wilayah) Papua. Tentu saja Presiden Soekarno marah besar (lihat (lihat Nieuwe courant, 02-01-1951), karena Indonesia adalah Papua dan Papua adalah Indonesia. Sejak itu Ir Soekarno selalu menggaungkan bebaskan Irian Barat di setiap kesempatan beliau berpidato di berbagai kota di Indonesia. Dalam hal ini membebaskan Irian Barat adalah mengusir penjajah Belanda yang masih bercokol di Papua. Papua adalah bagian dari Hindia Belanda dan itu berarti Papua adalah bagian dari Indonesia sendiri.

Banyaknya permasalahan di dalam negeri (yang harus dihadapi Presiden Soekarno) yang menyita perhatian, di wilayah Papua cengkraman Belanda semakin kuat. Namun demikian, semangat membebaskan Papua dari Belanda terus didengungkan Presiden Soekarno. Dalam situasi sulit di bagian lain wilayah Indonesia, Belanda mulai membujuk penduduk di Papua. Selain Belanda membangun administrasi pemerintahan dengan melibatkan para pemimpin lokal, salah satu putra Papua dari Seroei disekolahkan ke Belanda (Uiversiteit te Leiden). Putra Papua tersebut adalah Frits Maurits Kirihio.

Ini mengingatkan Raden Kartono (abang dari RA Kartini) pada tahun 1896 difasilitasi Pemerintah Hindia Belanda (Politik Etik di Hindia Belanda) untuk kuliah di Delft. Raden Kartono dapat di bilang adalah mahasiswa pertama dari Jawa dan Kirihio mahasiswa pertama dari Papua (Politik Etik di Papua). Sedangkan mahasiwa pertama dari Sumatra adalah Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan yang tiba di Belanda tahun 1903. Di Belanda, Raden Soerono dan Soetan Casajangan bahu membahu mebangkitkan semangat kebangsaan Hindia (bacaL Indonesia), Untuk mewujudkan itu, Soetan Casajanga pada tahun 1908 mengundang semua mahasiswa asal Hindia di rumahnya di Leiden untuk mebentuk oragnisasi (mahasiswa) kebangsaan Hindia dengan nama Indische Vereeniging yang secara aklamasi dari 20 mahasiswa yang ada mengangkat Soetan Casajangan sebagai Presiden Indische Vereeniging. Pada tahun 1921 Dr Soetomo dkk, pengurus Indische Vereeniging mengubah namanya menjadi Indonesiasche Vereeninging dan kemudian pada tahun 1924 Mohamad Hatta dkk pengurus baru memantapkan nama organisasi dengan nama Perhimpoenan Indonesia. Ketika terjadi pendudukan militer Jepang di Indonesia, organisasi Perhipoenan Indonesi masih eksis yang diketuai oleh FKN Harahap yang mendengungkan kemerdekaan Indonesia dari cengkraman Jepang. Setelah kemerdekaan Indonesia diproklaasikan pada tanggal 17 Agustus 1945, terjadilah perang kemerdekaan hingga perundingan KMB tahun 1949. Sejak itu mahasiswa yang sudah selesai studi di Belanda kembali semua ke Indonesia dan tidak ada lagi mahasiswa Indonesia yang melanjutkan studi ke Belanda (karena di Indonesia sudah mulai banyak perguruan tinggi yang didirikan). Saat Belanda bukan tujuan studi bagi mahasiswa Indonesia (sudah melirik Amerika Serikat dan Jerman), saat inilah Belanda di Papua menginisiasi Frits Maurits Kirihio untuk kuliah di Belanda.

Pada tahun 1960 Frits Maurits Kirihio pulang kampung di Papua. Boleh jadi Frits Maurits Kirihio telah memperlajari bagaimana jauh sebelumnya di Belanda sepak terjang mahasiswa Indonesia melalui Perhimpoenan Indonesia. Kesadaran berbangsa inilah yang dibawa Kirihia ke Papua dan mulai mengambil peran dengan membangkitkan semangat para pemuda di Hollandia (kini Jayapura) untuk berjuang sendiri, karena Frits Maurits Kirihio menyadarinya tidak akan diberikan oleh Belanda sendiri. Yang pertama dilakukan Frits Maurits Kirihio di Hollandia adalah mendirikan organisasi politik yang disebut Partai Nasional (lihat Algemeen Handelsblad, 12-08-1960).

Koresponden Algemeen Handelsblad di Papua melaporkan dari Hollandia, 12 Agustus yang menyatakan dirinya sehari sebelum kemarin malam ikut hadir dalam rapat yang diadakan dalam pendirian Partai Nasional ( PARNA). Pamflet dan selebaran yang berisi pengumuman pertemuan tersebut telah disebarkan sebelumnya. Ketua partai sendiri adalah Herman Wajoi, seorang pejabat otoritas pajak. Dalam rapat itu lebih banyak perhatian diberikan pada penjelasan program partai oleh Frits Kirihio, mahasiswa di Leiden berusia dua puluh lima tahun dalam sosiologi, yang mana dia belajar di Belanda selama dua tahun dan sekarang sedang berlibur di kampong asalnya. Frits Maurits Kirihio mengatakan bahwa ‘Kami akan berupaya memanfaatkannya sesuai dengan program kami, yang pertama adalah penghapusan diskriminasi rasial yang masih ada, terutama terkait dengan kedudukan hukum pegawai pemerintah’. Apa yang dinyatakan Frits Maurits Kirihio mirip yang diperjuangkan oleh Indische Vereeniging di Belanda tempo doeloe, bahwa Belanda bersifat rasial dan tidak adil. Frits Kirihio lebih lanjut dalam pidatonya sedikit mengkritik sikap beberapa rekan mereka di di Merauke, yang telah meminta Indonesia untuk mengirim senjata ke Papua. Frits Kirihio mengatakan bahwa pendirian Partani Nasional lebih moderat. Dalam hal ini ada indikasi di Merauke lebih radikal dalam berjuang, seperti halnya tempo doeloe Soekarno dan Mohamad Hatta lebih memilih sikap non-coperative jika dibandingkan rekan-rekan mereka seperti di Boedi Oetomo. Siapa yang dimaksud Kirihio yang mengabil sikap radikal seperti di Merauke itu adalah Jouwe dan (Frans) Kaisiepo.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Pahlawan Nasional  Indonesia di Papua

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar