Laman

Selasa, 20 April 2021

Sejarah Filipina (12): Etnik Aeta, Penduduk Asli Manila Mirip Etnik Batak Pulau Panay, Pulau Palawan; Asal Usul dari Tanah Batak?

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Filipina dalam blog ini Klik Disini 

Dalam sejarah zaman kuno, banyak pertanyaan yang sulit dijawab? Sebab data yang tersedia sangat minim. Okelah itu satu hal. Namun keterbatasan data masa lampau dapat digunakan data masa kini. Proses memahami masa lampau berdasarkan data masa kini disebut pendekatan retrospektif. Data masa lalu digabung dengan data masa kini (data retrospektif) diharapkan dapat lebih memperkaya pemahaman. Dalam hal ini pemahaman (understanding) tentang penduduk asli Filipina.

Ada yang menulis bahwa penduduk asli Filipina adalah penduduk asli Aeta di teluk Manila, pulau Luzon. Tapi itu sangat naif, karena Filipinan terdiri dari banyak pulau. Pulau-pulau besar di Filipina, selain pulau Luzon adalah pulau Mindanao, pulau Panay, pulau Mindoro dan pulau Palawan serta pula Zebu. Hal serupa itu juga di Indonesia adalah pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Oleh  karena penduduk asli ada di berbagai pulau-pulau di Hindia Timur (Indonesia dan Filipina), tetapi tidak dengan sendirinya penduduk asli Aeta di teluk Manila (dan juga penduduk Betawi di teluk Jakarta) sebagai penduduk asli Filipina dan penduduk asli Indonesia yang paling tua. Yang jelas penduduk asli Indonesia yang berbahasa Melayu dapat dianggap penduduk muda, karena komunitasnya cenderuung di kota-kota pantai dan komunitas penduduk di pantai cenderung bersifat bauran (mix population).

Lantas bagaimana sejarah awal etnik Aeta, yang kerap disebut penduduk asli di teluk Manila? Penduduk asli Aeta dalam berbagai tulisan antropologis disebut mirip etnik Batak, penduduk asli pulau Palawan dan di pulau Panay. Lalu, dari namanya, apakah etnik Aeta dan etnik Batak di Filipina memiliki asal usul dari Tanah Batak di pulau Sumatra? Dalam hal inilah data zaman kuno dapat digabungkan dengan data masa kini (data retrospektif) untuk digunakan memahaminya. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Persebaran Penduduk Bumi: Kerajaan Aroe, Pulau Panay, Kampong Manila

Berdasarkan penelitian mutakhir (menggunakan data DNA), persebaran penduduk bumi dimulai dari Afrika. Dalam perkembangannya ras manusia (berdasarkan warna kulit) menjadi terbagai dua: ras putih menyebar ke utara (hingga Eropa) dan ras hitam dari Afrika menyebar ke arah timur lautan hingga ke Pasifik.

Antara ras hitam dan ras putih ini terbentuk tiga ras baru  yakni merah (Rusia), kuning (Mongol) dan coklat (India). Ras merah dari Eropa dan Asia menyebar ke Amerika yang membentuk (ras) Indian; ras kuning dari Mongol menyebar ke Tiongkok dan Jepang; ras coklat menyebar ke Hindia Timur.

Dalam sejarah modern (sejak era Hindoe-Boedha), pedagang-pedagang dari Ceylon dan India kemudian membentuk koloni-koloni di pulau Sumatra, Semenanjung dan Jawa. Ras coklat (asal India) ini kemudian melahirkan ras coklat yang lebih terang yang menjadi penduduk asli yang baru di Sumatra (Batak, Kerintji Komering dan Lampung), Semenanjung (Semang) dan Jawa (Jawa). Pada fase inilah terbentuk bahasa Sanskerta dan aksara Pallawa.

Peneliti-peneliti Belanda menyatakan bahwa pada era VOC masih ditemukan pada beberapa titik ras berkulit warna gelap (hitam) yang disebut negrito (dari asal usul kata orang setempat (negorij, negeri) di Jawa dan Semenanjung. Ras negrito ini tidak lagi adanya di Sumatra. Ras negrito inilah yang menjadi penduduk asli Sumatra yang setelah berbaur dengan migra asal India terbentuk etnik-etnik di Sumatra (Batak, Kerintji Komering dan Lampung). Idem dito di pulau Jawa (etnik Jawa) dan di Semenanjung (etnik Semang).

Sehubungan dengan perkembangan di Sumatra, Jawa dan Semenanjung, penyerbaran penduduk bumi terus berlanjut ke arah timur yang menyebabkan terjadi percampuran dengan penduduk asli (negrito) yang disebut Melanesia (Alifoeroe) seperti di timur kepulauaan Soenda Ketjil (Nusa Tenggara), Maluku dan Filipina. Etnik ras coklat yang terbentuk di Sumatra, Semenjanjung dan Jawa plus Borneo dan Celebes disebut ras Austronesia.

Sejaman dengan perseberan ras Austonesia ke arah timur, muncul ras kuning yang lebih gelap yang merupakan penduduk asli di tenggara daratan Asia (Indochina). Ras Indochina (di daerah aliran sungai Mekong) menyeberang ke pulau Borneo dan Semenanjung (ernik Dayak). Ras kuning dari utara (Jepang) juga menyerberang ke pulau-pulau di selatan di Filipina (Filipino) dan Semenanjung Celebes (Manado). Gabungan dari penduduk asli Sulawesi (negrito) dengan ras coklat dari barat (Sumatra dan ras kuning dari utara di Sulawesi dan Maluku terbentuk ras coklat Alifoeroe (seperti etnik Minahasa dan Toradja). Hingga kehadiran orang-orang Eropa (Portugis, Spanyol dan Belanda) di Hindia Timur, keberadaan pendduduk asli (negrito) masih ditemukan di Jawa, di kepulauaa Soenda Ketjil, Maluku (seperti di Sula dan Halmahera) dan pulau-pulau di Filipina (seperti di pulau Negros)

Setelah migrasi dari Ceylon dan India ke Hindia Timur, lalu muncul pedagang-pedagang beragama Islam dari Asia Ketjil (termasuk Arab, Persia dan Turki plus Mesir). Kafilah terakhir dari pedagang-pedagang Islam berasal dari Afrika Utara di Laut Mediterani yang disebut bangsa Moor (di semenanjung Iberia; Spanyol dan Portugal). Pasca Perang Salib di Eropa, orang-orang Moor ini bergeser dari Semenanjung Iberia dan memusat di Afrika Utara (Mauritania, Maroko, Tunisa dan Mali) dan sebagian menyebar ke Afrika Timur seperti Madagaskan hingga mencapai India (Goa) dan seterusnya menemukan jalan ke pantai barat Sumatra dan pantai barat Semenanjung.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Etnik Aeta dan Batak di Filipina:  Asal Usul dari Tanah Batak?

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar