Laman

Rabu, 25 Agustus 2021

Sejarah Makassar (42): Sejarah Soppeng dan Kota Watansoppeng; Riwayat Gunung Nene Conang, Danau Tempe dan Kerajaan Luwu

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Makassar dalam blog ini Klik Disini

Sejarah di berbagai wilayah (pulau) Sulawesi kurang lebih satu sama lain. Berawal dari penduduk asli yang merupakan kehadiran pedagang-pedagang awal yang bercampur dengan pendahulu terdahulu (negritos) yang penduduk asli ini disebut Alifurun. Dengan terbentuknya kota-kota pantai yang dihuni penduduk pendatang berikut, penduduk alifurun di pedalaman mulai membentuk kerajaan-kerajaan mulai dari wilayah utara (Minahasa) hingga wilayah selatan (Makassar). Kerajaan pertama yang diketahui adalah kerajaan pantai yang dikenal sebagai Kerajaan Luwu (di teluk Luwu, kini disebut teluk Bone). Kerajaan Luwu yang semakin menguat, dalam perkembangannya menjadi ancama bagi kerajaan-kerajaan kecil di pedalaman.

Kerajaan-kerajaan di pedalaman, masing-masing-masing populasinya sedikit, sementara kerajaan pantai (seperti Luwu dan Makassar) populasinya dengan cepat meningkat karena kehadiran pendatang terus terjadi (termasuk yang didatangkan). Di wilayah pantai inilah awal terbentuknya penutur bahasa Makassar dan bahasa Bugis, sementara di wilayah pedalaman antara satu wilayah dengan wilayah lainnya (kerajaan-kerajaan kecil) dengan bahasa sendiri-sendiri, seperti Toraja, Enrekang, Sidenreng, Rappang dan Soppeng, Sehubungan dengan perkembangan polirik di Makassar dengan terbentuknya federasi kerajaan Goa dan kerajaan Tallo (Kerajaann Gowa), disebutkan kerajaan Bone sempat mengajak Wajo dan Soppeng membentuk federasi, tidak hanya untuk mengimbangi Kerajaan Gowa juga untuk mengimbangi kerajaan tua (Kerajaan Luwu). Llua terbentuknya federasi tiga kerajaan Tellumpocco yang disebut perjanjian Timurung (1582). Pengaruh Islam yang semakin menguat di Makassar (Kerajaan Gowa) menyebabkan siar Islam masuk ke wilayah Soppeng dan Sidenreng (1609), Wajo (1610) dan Bone (1611). Dalam fase Islamisasi inilah terbentuk federasi kerajaan di pedalaman yang disebut wilayah adat raja-raja Adja Temparang yang kelak raja-raja yang diakui Pemerintah Hindia Belanda adalah raja Sidenring, raja Sawitto, raja Soppa, raja Rappang dan raja Alietta (wilayah adat ini kemudian dikenal sebagai Limae Ajattappareng),

Lantas bagaimana sejarah Soppeng di pedalaman bagian selatan pulau Sulawesi? Seperti disebut di atas kerajaan Soppeng adalah satu dari wilayah adat Limae Ajattappareng yang sudah bergama Islam. Sementara di wilayah pedalaman terutama di batas pegunungan Latimojong masih banyak kerajaan-kerajaan kecil yang masih tetap dengan kepercayaan lama (pemujaan terhadap leluhur) seperti Toraja, Mamasa, Makki, Seko dan sebagainya. Dalam konteks inilah sejarah Soppeng bermula. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.


Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Nama Soppeng dan Kerajaan Gowa: Luwu dan Mandar

Tunggu deskripsi lengkapnya

Limae Ajattappareng: Sejarah Lebih Lanjut Soppeng

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar