Laman

Kamis, 09 September 2021

Sejarah Makassar (71): Wawonii, Pulau Kelapa di Timur Semenanjung Tenggara Sulawesi; Antara Pulau Buton Pulau Manui

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Makassar dalam blog ini Klik Disini 

Beberapa pulau besar di provinsi Sulawesi Tenggara adalah pulau Buton, pulau Muna, pulau Kabaena dan pulau Wawonii. Pulau Wawonii sebelumnya pulau di kabupaten Kowane sejak 2013 telah dimekarkan dengan membentuk kabupaten baru Kabupaten Kowane Kepulauan. Lantas apa pentingnya (pulau) Wawonii? Nah, itu dia. Itu yang perlu diketahui. Yang jelas tempo doeloe pulau Wawonii dimasukkan ke wilayah Konawe, tetapi kini telah dimekarkan menjadi kabupaten sendiri.   

Pulau Wawonii sebelumnya disebut Wowoni. Namun nama tempo doeloe dicatat sebagai Wawoni. Pulau Wawonii adalah salah satu pulau di wilayah Kabupaten Konawe, provinsi Sulawesi Tenggara. Pulau ini terletak di Laut Banda tepatnya utara pulau Buton dan di selatan pulau Manui. Lalu mengapa ketika dilakukan pemekaran tahun 2013 dengan membentuk suatu kabupaten baru, mengapa bukan nama Wawonii yang digunakan tetapi Konawe Kepulauan. Kini kabupaten Konawe Kepulauaan terdiri dari tujuh kecamatan (barat, utara, tengah, tenggara dan timur laut). Ibu kota kabupaten berada di Langara. Pulau Wawonii sendiri dihuni oleh beberapa etnik diantaranya, selain Wawonii juga Bugis, Buton dan Kulisusu (Buton Utara). Sementara itu, orang Wawonii tidak hanya tinggal di pulau, juga sebagian mendiami bagian utara dari pulau Buton.

Lantas bagaimana sejarah (pulau) Wawonii? Seperti disebut di atas pulau Wawnii kini telah menjadi kabupaten. Suatu kabupaten di pulau Wawonii dengan nama kabupaten Kowane Kepulauan. Yang jelas sejarah suku Wawinii kurang terinformasikan. Dengan nama baru kabupaten Kowane Kepulauan, sejarah Wawoni akan semakin kurang terinformasika, Untuk mengangkat kembali sejarah Wawonii perlu digali lagi sejarahnya. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Nama Wawoni: Antara Kowane dan Buton

Nama Wawoni sudah sejak lama dikenal dan sudah masuk dalam dunia, Paling tidak nama Wawony di dalam peta dunia dapat di lihat dalam buku geografi Pieter van der Aa berjudul De wijd-beroemde voyagien na Oost- en West-Indiën, mitsgaders andere gedeeltens des werelds, gedaan door de Engelsen (1706). Dalam buku ini nama Boeton juga disebut, suatu tempat yang berdekatan di jalan menuju Maluku, Jalur Bouton adalah salah satu jalur navigasi pelayaran yang terbilang aman dari Makassar ke Ternate dan Amboina melalui wilayah perairan Wawoni

Nama Kendari dan nama Konawe tentu saja belum dikenal (belum diidentifikasi), Dalam nuku ini tidak diidentifikasi nama (pulau) Muda. Ini mengindikasikan bahwa pulau Wawani Boeton yang sudah dikenal sejak zaman kuno, nama Wawani menjadi penting pada sejarah navigasi pelayaran (perdagangan). Namun bagaimana gambaran tentang pulau Wawani ini tidak ditemukan keterangan. Yang jelas bahwa jalur Bouton adalah salah satu jalur navigasi pelayaran yang terbilang aman dari Makassar ke Ternate dan Amboina melalui wilayah perairan Wawoni. Besar dugaan bahwa karena jalur navigasi ini nama Wawoni begitu dikenal sejak masa lampau. Pada era Pemerintah Hindia Belanda nama Wawoni dicatat sebagai Wowoni.

Jalur Boeton dan Wawoni ini pada dasarnya jalur sempit tetapi aman. Meski demikian jalur ini memiliki bahaya sendiri karena adanya karang dan beberapa titik terdapat perairan dangkal yang membahayagan navigasi. Bahaya ini semakin nyata pada era pemerintahan Hindia Belanda karena tonase kapal yang semakin tinggi. Kapal-kapal angkatan laut pemerintah Hindia Belanda kerap ke kawasan ini karena sering menjadi wilayah pelarian bajak laut yang juga paraa bajak laut sering menggangu penduduk.

Kapal angkatan laut Amsterdam melakukan patroli di sekitar perairan Boeton karena dilaporkan ada aktivitas bajak laut. Untuk mebersihkan jalur dari Makassar ke Amboina kapal itu menyisir ke jalur Buton hingga ke perairan Wawoni namun tidak ditemukan tanda-tanda. Patroli ini baru menedapat jejak bajak laut ini di perairan lebih ke utara dan terjadi tembak menembak (lihat De Oostpost : letterkundig, wetenschappelijk en commercieel nieuws- en advertentieblad, 21-05-1856). Pada tahun 1867 sebuah kapal dalam pelayaran dari Ternate melalui Xula Bessi mengalami serang badai di laut Banda. Kapal ini lalu menyingkir ke perairan Wawoni dan terus ke jalur Boeton dan berlabuh di pelabuhan Boeton (lihat Bijdragen tot de taal-, land- en volkenkunde van Nederlandsch-Indie, 1867). Dari Makasser, 14 September 1898 dilaporkan kapal perusahaan paket ss Graaf van Bijlandt (kapten van der Lee) telah kandas di terumbu karang di selat Wowoni di utara Boeton. Kapal terendam. Tidak ada kecelakaan pribadi yang terjadi. Juga tidak ada bahaya bagi mereka yang ada di dalamnya (lihat Soerabaijasch handelsblad, 14-09-1898).

Tampaknya pulau Wawoni sejauh ini (sejak era VOC) hanya sebagai penanda navigasi pelayaran. Belum ada keterangan yang melaporkan bagaiman situasi dan kondisi di pulau Wawoni. Sehubungan dengan bahaya pelayaran, paling tidak kasus kandasnya kapal Bijlandt kemudian dilakukan pemetaan laut di sekitar (kawasan) antara pulau Wawoni dan pulau Manoei untuk menentukan titik-titik koordinat yang mana yang harus dihindari dalam pelayaran (lihat De nieuwe courant, 22-08-1901). Dalam perkembangannya diketahui bahwa pulau Wowoni pada dasarnya berada di wilayah Boeton.

Bersamaan dengan perlawan yang dilakukan oleh Ambe Ma di Loewoe, pemerintah Hindia Belanda melakukan kontrak dengan (kerajasan) Boeton (lihat Het vaderland, 14-04-1906). Disebutkan pada tanggal 8 April diadakan kontrak ploitik dengan Boeton. Lebih lanjut disebut (kerajaan Boeton yang independen) Boeton en Onderh. dimasukkan ke wilayah pemerintah Celebes en Onderh. Wilayah tersebut berada di bawah pemerintahan seorang Sultan, dibantu oleh dewan bangsawan; dewan ini juga memilih sultan. Kerajaan ini dibentuk oleh pulau Boeton (berukuran sekitar 86 mil persegi) dengan beberapa pulau tetangga dimana Moena, Kambaena dan Wowoni adalah yang terbesar dan lanskap Poléjang dan Roembia yang berada di ujung selatan dari semenanjung tenggara Sulawesi.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Pulau Wawoni dari Masa ke Masa

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar