Laman

Senin, 31 Oktober 2022

Sejarah Lampung (27): Transmigrasi Asal Jawa Pertama di Lampung; Pekerja Asal Jawa ke Perkebunan Jauh di Suriname


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lampung di dalam blog ini Klik Disini

Populasi penduduk yang banyak di Jawa sudah menjadi perhatian jauh sebelum program transmigrasi dilakukan. Setelah gagal dengan para pekerja orang Melayu dan orang Batak di Deli, pada tahun 1865 mendapatkan tenaga kerja asal Jawa di Penang dan Malaka. Boleh jadi jauh sebelum tahun itu sudah ada para pekerja di Jawa yang mencari pekerjaan di luar Jawa. Sukses perkebunan di Deli dimana juga dipekerjakan tenaga kerja asal Jawa, Pemerintah Hindia Belanda mulai memperhatikan transmigrasi keluarga asal Jawa di Lampung.


Pemerintah kolonial Belanda merintis kebijakan transmigrasi pada awal abad ke-19 untuk mengurangi kepadatan pulau Jawa dan memasok tenaga kerja untuk perkebunan di pulau Sumatra. Program ini perlahan memudar pada tahun-tahun terakhir masa penjajahan Belanda (1940-an), lalu dijalankan kembali setelah Indonesia merdeka untuk menangkal kelangkaan pangan. Pada tahun puncaknya, 1929, lebih dari 260.000 pekerja kontrak Cultuurstelsel dibawa ke pesisir timur Sumatra, 235.000 orang di antaranya berasal dari pulau Jawa. Para pendatang bekerja sebagai kuli; apabila seorang pekerja meminta kontraknya diputus oleh perusahaan (desersi), ia akan dihukum kerja paksa. Tingkat kematian dan penyiksaan di kalangan kuli saat itu sangat tinggi. Setelah kemerdekaan Indonesia era pemerintahan Soekarno, program transmigrasi dilanjutkan dan diperluas cakupannya sampai Papua. Pada puncaknya antara tahun 1979 dan 1984, 535.000 keluarga (hampir 2,5 juta jiwa) pindah tempat tinggal melalui program transmigrasi. Dampak demografisnya sangat besar di sejumlah daerah; misalnya, pada tahun 1981, 60% dari 3 juta penduduk provinsi Lampung adalah transmigrant (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah transmigrasi asal Jawa pertama di Lampung? Seperti disebut di atas, solusi mengatasi kepadatan penduduk yang tinggi di Jawa. Namun untuk pengiriman tenaga kerja asal Jawa ke luar Jawa dan bahkan di Amerika Selatan di Suriname disebabkan kelebihan tenaga kerja di Jawa. Lalu bagaimana sejarah transmigrasi asal Jawa pertama di Lampung? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Transmigrasi Asal Jawa Pertama di Lampung; Pekerja Asal Jawa Dikirim ke Perkebunan Jauh di Suriname

Tujuan pemindahan penduduk (emigrasi) dari Jawa ke Lampong dan Suriname berbeda. Emigrasi le Lampong untuk sejumlah tujuan antara lain mengurangi kepadatan penduduk di Jawa dan membuka lahan baru di Lampong. Sementara tujuan emigrasi ke Suriname kurang lebih sama dengan emigrasi ke Deli untuk kebutuhan pekerja di bidang perkebunan. Bedanya ke Suriname orang Jawa yang dipindahkan membawa keluarag.


Pada bulan November 1905 emigrasi pertama asal Jawa dari Kedoe yang padat penduduknya. Program ini akan diawasi oleh Asisten Residen HG Heijting, yang ditugaskan untuk mengawasi emigrant yang telah menetap sekitar 200 orang Jawa dari wilayah Kedoe tersebut yang sebagian ditemani oleh keluarga mereka, di Gedong Tataan, afdeeling Ommelanden van Teloek Betoeng. Pada tahun 1905 ini juga, dengan kapal uap Belanda melalui Belanda, dalam tiga angkutan, sebanyak 374 laki-laki, 151 perempuan, 2 laki-laki muda, disamping 2 anak laki-laki dan 2 anak perempuan dipindahkan ke Paramaribo, Suriname (lihat Algemeen Handelsblad, 10-10-1906).

Emigrasi orang Jawa ke Suriname sudah satu dasawarsa berlangsung. Ini bermula pada tahun 1887, dalam rapat umum asosiasi untuk Suriname (Vereeniging voor Suriname) mulai mensosialisasi mendatangkan emigrasi permanen dari Jawa ke Suriname yang dinyatakan dalam laporan tahunan mereka (lihat De West-Indier: dagblad toegewijd aan de belangen van Nederlandsch Guyana, 03-04-1889). Disebutkan dalam sidang Tweede Kamer di Belanda, Menteri Koloni telah menyampaikannya. Tidak ada keberatan, tetapi ditekankan jangan seperti sebelumnya yang mendatangkan emigrant dari India-Inggris dan sudah berlangsung bertahun-tahun dan kemudian distop tahun 1876.


Berbagai korespondensi telah dilakukan antara Vereeniging voor Suriname (semacam perkumpulan pengusaha perkebunan), tidak hanya dengan Gubernur Jnederal juga dengan Menteri Koloni. Hal itulah mengapa Menteri Koloni telah menyampaikannya dalam siding Tweede Kamer.

Dalam perkembangannya terbit berslit yang di dalamnya termasuk soal emigrasi dari Jawa (lihat Suriname: koloniaal nieuws- en advertentieblad, 03-01-1890). Dalam Art, 68. sejumlah 20.000 gulden dianggarkan oleh Pemerintah, untuk sebuah percobaan mendatangkan emigrasi ke Suriname. Disebutkan sebelum ditetapkannya keputusan muncul perdebatan yang di satu sisi dianggap bukan pengorbanan yang terlalu besar untuk sebuah eksperimen, yang darinya orang dapat mengharapkan hasil yang baik, sementara di sisi lain anggota lain khawatir bahwa sifat orang Jawa, yang menolak migrasi seperti itu, mungkin juga membawanya ke suatu kondisi yang mirip dengan perbudakan.


Lebih lanjut disebutkan, selain itu, ada juga yang bertanya-tanya pertimbangan apa yang ada dalam mengusulkan percobaan ini. Beberapa anggota berpikir mereka harus meragukan apakah perekrutan tersebut akan sesuai dengan Indisch Staatsblad 1887 No. 8, sejak dispensasi Art. 5. Ada juga yang berpendapat perekrutan untuk Suriname, yang sepenuhnya asing dengan kondisi, adat dan bahasa Jawa, masuk ke dalamnya (Suriname), jika ada kemungkinan percobaan berhasil, tampaknya harus diserahkan kepada Pemerintah Hindia Belanda. Ide-ide ini bukan tanpa kontroversi. Beberapa anggota tidak keberatan dengan Indisch Staatsblad 1887 No. 8 tentang emigrasi. Jika mereka (Pemerintah Hindia Belanda) tidak melayani, maka peraturan terpisah harus dibuat untuk emigrasi ke Suriname. Mengenai ketakutan yang diungkapkan oleh beberapa orang tentang izin perbudakan dimana orang Jawa datang, dikatakan bahwa Pemerintah harus memastikan bahwa orang Jawa dipekerjakan berdasarkan hak dan keuntungan, jika tidak, oleh karena itu para kuli India British India diberikan. Oleh karena itu, para anggota ini tidak ingin menghalangi dilakukannya eksperimen, seperti yang sekarang telah diusulkan. Namun, anggota yang merasakan perasaan ini ingin mewaspadai keadaan yang merana di Suriname karena kurangnya pasokan pekerja, dan bertanya apakah tidak mungkin membawa orang Jawa ke sana dari penjajahan sebagai buruh bebas. Namun, para anggota berpendapat bahwa tidak ada orang Jawa yang dapat dianggap benar-benar direkrut sebagai pekerja lepas. Jika diinginkan oleh seseorang yang dikirim dari sini, pertama-tama harus mencatat kondisi di Suriname dan mempersiapkan yang diperlukan untuk tata letak kampong. Dengan cara ini masalah ini akan menjadi cukup penting bagi Pemerintah untuk melakukan dan mempromosikannya. Bagaimanapun, jika tidak ada keberatan untuk memasukkan unsur Mahomedan (Islam) ke Amerika dengan cara ini, yang diyakini belum pernah terjadi sebelumnya, namun jika ini terbukti ada keberatan yang nyata, pemukim dari desa Kristen Soerabaija bisa memenuhi syarat, namun hal itu Kristen di antara penduduk asli di Jawa, yang tidak terlalu banyak, akan berkurang sebagai akibatnya.

Jelas dalam hal ini mendatangkan emigrant dari Jawa tidak mudah, semudah yang dipikirkan oleh asosiasi di Suriname. Perdebatan di Tweede Kamer menunjukkan sulitnya keputusan dibuat setelah mendengarkan berbagai argument. Tentu saja persoalan emigrasi antar pulau di Hindia Belanda tidak terlalu besar permasalahannnya. Sebab keputusannya dapat dilakukan sendiri oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda.


Pengusaha-pengusaha di Suriname tampanya melirik Hindia Belanda. Pengusaha pengerah tenaga kerja di Jawa yang selama ini sudah eksis, terutama ke Deli merespon demand tersebut. Seperti hal isu pengasingan para pemberontak Banten ke Suriname, isu ketenagakerjaan ini juga menjadi polemik. Persoalan Pemerintah Hindia Belanda berdiam diri meski ada yang mengusulkan agar pemerintah memperhatikan isu ini. Berbeda dengan kasus pengasingan para pembentontak, besar dugaan pemerintah tidak ambil pusing dalam isu ketenagakerjaan ini karena bukan persoalan G to G tetapi lebih pada B to B (antar bisnis antar negara).

Polemik isu ketenagakerjaan di Hindia Belanda dengan sendirinya mereda. Tangan-tangan tidak kelihatan (invisible hand) tetap bekerja. Seakan tidak ada angin dan tidak awan, tiba-tiba perusahaan pengerah tenaga kerja di Semarang akan mengirimkan sejumlah tenaga keraja berasal dari Jawa untuk dikirim ke Suriname. Tampanya tidak menjadi isu panas lagi. Yang ada di surat kabar hanya sekadar pemberintaan tentang kebutuhantenaga kerja di Suriname (lihat antara lain Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 13-01-1890). Perusahaan pengerah tenaga kerja di Semarang tersebut adalah Firma E.’t Sas.


Pada tanggal 27 Juni 1890  surat kabar terbit di Semarang, De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad, 27-06-1890 memberitakan kapal ss Koningin Emma berangkat ke Batavia pada tanggal 27 Juni. Berita lain pada edisi ini juga melaporkan kapal ss Koningin Emma yang berangkat dari Semarang dengan tujuan Batavia dimana para penumpang, diantaranya terdapat 33 orang Jawa (Javaan), 15 orang wanita pribumi dan satu anak yang turut didampingi oleh E. ‘t Sas dengan tujuan akhir Suriname.

Kapal ss Koningin Emma akan berangkrt dari Batavia tanggal 2 Juli dengan tujuan akhir Amsterdam (lihat Bataviaasch handelsblad, 01-07-1890). Penumpang masih terdapat pribumi sebanyak 49 orang. Tidak ada nama E. ‘t Sas. Tidak diketahui siapa yang mendampingi diantara penumpang lain. Boleh jadi sudah ada agen yang menunggu di Belanda. Akhirnya kapal ss Koningin Emma tiba di Amsterdam (lihat Haagsche courant, 16-08-1890). Disebutkan kemarin [tanggal 15 Agustus] kapal ss Koningin Emma tiba di Amsterdam.


Sesampai di Amsterdam, para pribumi yang berasal dari Jawa segera diberangkatkan ke West Indie dengan menggunakan kapal ss Prins Willem II dan tiba di Suraname pada awal September. Disebutkan penumpang sebanyak 42 Javanen dan dua orang mandoer. Disebutkan mereka hari itu diberangkatkan ke tempat di perkebunan Marienburg. Disebutkan salah satu dari mereka yang menjadi juru bicara yang bisa sedikit berbahasa Belanda yang pernah di militer selama lima tahun. Gubernur telah mengunjungi para pekerja di perkebunan Marienburg. Kapal ss Prins Willem II segera berangkat dari West Indie ke New York pada tangga 5 September 1890 (lihat Provinciale Overijsselsche en Zwolsche courant, 09-09-1890). Catatan: saat berangkat dari Jawa sebanyak 39 orang, tetapi telah bertaambah menjadi 42 plus dua mandoer. Besar dugaan tambahan lima orang lagi bergabung di Amsterdam dimana dua diantaranya sebagai mandur yang salah satu menjadi juru bicara.

Dalam perkembangannya diketahui orang yang bertanggungjawab dalam permintaan kebutuhan tenaga kerja ditu di Jawa adalah Teves (lihat De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 25-09-1890). Disebutkan Teves berasal dari Suriname yang telah 20 tahun di Suriname. Pemilik perkebunan sendiri adalah FC Gefken.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Pekerja Asal Jawa Dikirim ke Perkebunan Jauh di Suriname: Bagaimana Jalan Sejarahnya?

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar