Laman

Jumat, 11 November 2022

Sejarah Bengkulu (7): Sejarah Pendidikan di Bengkulu;Sekolah Guru di Fort de Kock dan Sekolah Guru Tanobato Angkola Mandailing


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bengkulu dalam blog ini Klik Disini 

Daerah (provinsi) Bengkulu yang sekarang, sejatinya di era Pemerintah Hindia Belanda termasuk salah satu yang terawal cabang pemerintahan yang dibentuk. Bagaimana dengan terbentuknya Pendidikan dan pengembangannya? Dalam sejarah Indonesia (baca: Hindia Belanda) antara satu bidang dengan bidang lainnya tidak seiring, tetapi terkesan random pada tingkat residentie maupun tingkat afdeeling. Sekolah guru yang pertama dididirkan di Soerakarta tahun 1851, kemudian disusul di Fort de Kock tahun 1856. Pada tahun 1862 sekolah guru dibangun kampong Tanobato di Afdeeling Angkola Mandailing, Residentie Tapanoeli.


Buku berjudul Sejarah Pendidikan Daerah Bengkulu dikarang oleh M Ikram dan Achmaddin Dalip yang diterbiykan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1980/1981 (193 halaman). Sinopsis buku tersebut sebagai berikut: Sebelum masuknya pengaruh Hindu, pendidikan yang dialami adalah pendidikan tradisional yang diterimanya dalam bentuk non-formal. Zaman kedatangan Islam abad ke-16 daerah Bengkulu membawa banyak perubahan dalam sistem pendidikan. Pendidikan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari agama terutama berpusat pada tempat peribadatan. Zaman penjajahan Inggris tidak ada perubahan, karena Inggris hanya berniat untuk perdagangan. Pada zaman Belanda, pendidikan mulai ditangani meskipun tujuannya untuk kepentingan sendiri. Zaman Jepang sekolah yang berbau Belanda dilenyapkan, karena kemajuan sekolah diukur dengan konsep pemerintah militer Jepang. Pada zaman kemerdekaan Bengkulu bebas dari belenggu penjajahan, dan sejak saat itu rakyat berlomba-lomba mengejar ketertinggalan menuju kemajuan bangsa di segala bidang (https://www.pustaka-bpnbkalbar.org/pustaka/sejarah-pendidikan-daerah-bengkulu).

Lantas bagaimana sejarah pendidikan di Bengkulu? Seperti disebut di atas, sekolah gurtu pertama di Sujmatra didirikan di Fort de Kock pada tahun 1856. Lalu kemudian didirikan sekolah guru kedua di Angkola Mandailing (sementara di Jawa baru satu sekolah guru). Lalu bagaimana sejarah pendidikan di Bengkulu? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Pendidikan di Bengkulu; Sekolah Guru di Fort de Kock, Agam; Sekolah Guru di Tanobato, Angkola Mandailing

Kapan Pendidikan dimulai di Bengkulu? Tidak diketahui secara pasti. Yang jelas berdasarkan Almanak 1836 tidak/belum ada guru sekolah di Bengkulu. Sementara itu di Padang, berdasar Almanak 1827 sudah terbentuk komite Pendidikan yang terdiri dari dua pengawas sekolah dan guru pertama Erkelen dari sekolah tingkat dua dan guru bahasa Melayu AM Ammers. Pada tahun 1842 untuk guru sekolah dasar pemerintah di Bengkulu diangkat MJ Dersjant (lihat Rotterdamsche courant, 15-11-1842). J Ciebrant, guru di Bengkoeloe diberhentikan dengan hormat diberikan cuti di Jawa (lihat Opregte Haarlemsche Courant, 17-11-1842).


Pada tahun 1850 di Bengkoelen diketahui guru sekolah dasar pemerintah P Jansen (lihat Javasche courant, 29-05-1850). Guru Jansen menggantikan guru HR van Heeckeren. Pada tahun 1851 di Bengkulu diadakan ujian sekolah (lihat Javasche courant, 04-10-1851). Disebutkan pada tanggal 26 Juli ujian yang diikuti oleh sebanyak 22 siswa. Orang tua dan wali murid, serta penduduk lainnya, telah diundang oleh Subkomite Pendidikan untuk menghadirinya. Subkomite Pendidikan puas dengan cara terpuji dimana guru P. Jansen, yang baru ditugaskan di sekolah ini selama enam bulan, melakukan pekerjaannya dengan naik.

Hingga tahun 1854, tidak diketahui apakah sudah ada sekolah untuk golongan pribumi di Bengkulu. Sementara itu, pada tahun 1854 dua lulusan sekolah dasar di Afdeeling Angkola Mandailing diterima di sekolah kedokteran pribumi di Batavia. Dua siswa terbut adalah Si Asta (Nasoetion) dari onderafd Mandailing dan si Angan (Harahap) dari onderaf Angkola, keduanya adalah siswa pertama yang diterima di sekolah kedokteran tersebut (yang kemudian disebut docter djawa school) yang berasal dari luar Jawa.


Kapan sekolah untuk pribumi diselenggarakan di Angkola Mandailing tidak diketahui secara pasti, Namun di Fort de Kock, Residen Neimmetz telah memulai penyelenggaraan sekolah untuk pribumi. Dalam memori (laporan akhir masa jabatan) Asisten Residen Angkola Mandailing disebutkan agar d Angkola Mandailing sebaiknya diselenggarakan pendidikan karena keinginan para orang tua. Besar dugaan penyelenggaraan sekolah di Angkola Mandailing diduga baru dimulai setelah asisten residen dijabat oleh AP Godon pada tahun 1848. Pada tahun 1856 oleh Residen JAW van Ophuijsen menginisiasi pendirikan sekolah guru pribumi (kweekschool). Sebagaimana diketahui kweekschool yang sudah dibuka berada di Soeracarta (sejak 1851; bersamaan dengan pendirian sekolah kedokteran di Batavia). Pada tahun 1857 salah satu lulusan sekolah dasar di onderafd. Mandailing, Si Sati (Nasoetion) melanjutkan studi ke Belanda. Si Sati dalam perjalanan ke Belanda didampingi oleh AP Godon (yang cuti dua tahun ke Eropa/Belanda). 

Pada tahun 1859 guru P Jansen diberikan cuti dua tahun ke Belanda (lihat Nederlandsche staatscourant, 17-05-1859). Sebagai pengganti guru P Jansen adalah CL Plasbe (lihat Javasche courant, 08-06-1859). Disebutkan untuk guru sekolah dasar pemerintah di Bengkulu, CL Plasbe guru sekolah dasar pemerintah di Soerabaja. Tampaknya P Jansen telah banyak waktu untuk meningkatkan Pendidikan anak-anak Eropa/Belanda di Bengkoeloe (selama Sembilan tahun). Bagaimana dengan Pendidikan untuk anak-anak pribumi di Bengkoeloe? Sekolah untuk pribumi di Bengkoeloe (residentie Bengkoeloe) baru dibicarakan pada tahun 1860 (lihat Javasche courant, 06-02-1861). Sementara itu nun di sana di Belanda, pribumi pertama yang studi ke Belanda, Si Sati tengah bersiap-siap pulang kampung untuk mendirikan sekolah guru di Angkola Mandailing. Si Sati sendiri lulus sekolah guru di Haarlem pada tahun 1860.


Javasche courant, 06-02-1861: ‘Sedang dibangun sekolah Inlandsche di Benkoelen hampir selesai. Para kepala suku dan pemimpin diantara penduduk pribumi telah berkumpul di kantor Asisten Residen untuk membahas kepentingan pemuda setempat, sehubungan dengan pembukaan sekolah ini. Juga kepada Bupati pangerait Mohamad Sah dan Pangeran Bangsa Negara telah diberitahu bahwa di sekolah itu semua akan diajari anak-anak kepala suku, tetapi juga anak-anak dari rakyat kecil: ‘Biarlah mereka menerima pendidikan yang sama’ bahwa tidak ada pembedaan antara murid-murid, tetapi murid-murid harus menjadi yang terdepan, yang paling maju dan berperilaku terbaik. Sementara itu. sekolah pribumi di Moko Moko telah dibuka pada tanggal 27 Desember, jumlah siswa hingga tanggal 31 Desember sudah sekitar 50 siswa’.

Tampaknya pendidikan di wilayah (residentie) Bengkoloe, selain di Bengkoeloe dan Muko-Muko, mulai menarik perhatian di tempat lainnya. Disebutkan di afdeeeling Lais, penduduk telah mendekati pejabat disana, meminta agar sekolah didirikan disana serta di afdeeling lainnya (lihat Nederlandsche staatscourant, 14-05-1862). Dalam berita ini juga disebutkan bahwa setelah akhir bulan puasa, sekolah pribumi di ibu kota Benkoelen akan dibuka dan seratus murid akan segera diajar disana.


Dengan deibukanya sekolah di Bengkoeloe, maka akan menambah wilayah yang telah menyelenggarakan Pendidikan di wilayah Bengkoeloe setelah sebelumnya dibuka di Muko-Muko. Segera akan dimulai di Lais. Yang menjadi pertanyaan dimana sekolah pertama kali dibuka? Sebagaimana di residentie Tapanoeli, sekolah pertama kali dibuka bukan di ibukota residentie di Sibolga, tetapi justru di pedalaman di wilayah Afdeeling Angkola Mandailing yakni di Panjaboengan dan Padang Sidempoean. Satu yang jelas bahwa di wilayah Bengkoeloe, diberitakan bahwa pada tanggal 22 Oktober sekolah pribumi di Tallo dibuka yang dihadiri oleh para pemimpin local dan dan orang tua yang anaknya akan bersekolah (lihat Javasche courant, 08-12-1860). Lantas apakah di Talo ini sekolah yang pertama dibuka di (residentie) Bengkoeloe? Catatan: Talo kini nama kecamatan di kabupaten Seluma, provinsi Bengkulu.

Pada tahun 1862 Si Sati alias Willem Iskander mendirikan sekolah guru (kweekschool) di kampongnya di Tanobato, onderaf Mandailing, Afd. Angkola Mandailing, Residentie Tapanoeli. Kweekschool Tanobato menjadi sekolah guru yang ketiga di Hindia Belanda (dua yang pertama berada di Soeracarta dan Fort de Kock). Dalam hal ini, sekolah guru (kweekschool) dan sekolah kedokteran (docter djawa school) adalah sekolah menengah. Sementara itu sekolah-sekolah untuk anak-anak Eropa/Belanda, masih setingkat sekolah dasar (ELS). Sekolah menengah untuk anak orang Eropa/Belanda baru dibuka pada tahun 1865 di Batavia. Pada tahun 1866 di Bandoeng didirikan sekolah guru, yang menjadi sekolah guru (kweekschool) yang keempat.


Sekolah menengah Eropa/Belanda (HBS) terdiri dari dua jenjang, yakni HBS 3 tahun (sekeolah menengah pertama) dan sekolah HBS 5 tahun (sekolah menengah atas). Lulusan HBS 5 tahun dapat melanjutkan kan Pendidikan ke perguruan tinggi (universitas) yang hanya ada di Belanda. Sekolah menengah pribumi, docter djawa school, lulusannya dikirim ke kampung halaman masing, jika di wilayahnya sudah ada dokter, ditempatkan di daerah lain. Dokter-dokter pribumi ini di daerah membantu dokter-dokter Belanda, terutama di wilayah dimana terjadi epidemic. Sedangkan lulusan sekolah guru pribumi (kweekschool) akan menjadi guru di kampongnya, jika sudah ada guru, guru baru tersebut ditempatkan di daerah lain. Siapa yang menjadi guru di Bengkulu dan Moko-Moko yang dibuka tahun 1861 diduga berasal dari lulusan sekolah guru di Fort de Kock atau guru orang Belanda (atau guru yang didatangkan dari Belanda). Lulusan sekolah guru di Soeracarta diduga masih terbatas di Jawa (kebutuhan guru yang lebih banyak di Jawa).

Introduksi pendidikan modern (aksara Latin) di Bengkoeloe terkesan baru muncul belakangan. Namun sejatinya, seperti di Amboina (Maluku), introduksi pendidikan modern sudah ada di masa lampau, di Amboina bahkan sejak era Portugis yang kemudian berlangsung pada era VOC/Belanda yang kemudian dilanjutkan era Pemerintah Hindia Belanda, hanya saja diadakan di lingkungan misionaris (dihubungkan dengan kegiatan misi). Di Bengkoeloe, pada era Inggris (sebelum tahun 1824) pemerintah Inggris di Bengkoeloe sudah menyelenggarakan pendidikan modern untuk pribumi (lihat Leydse courant, 19-06-1826).


Namun mengapa itu tidak berlanjut pada era Pemerintah Hindia Belanda, hingga baru diselenggarakan lagi pada tahun 1860 (di Moko-Moko), diduga karena tidak adanya perhatian pejabat-pejabat Pemerintah Hindia Belanda. Namun juga bisa jadi karena kurangnya perhatian orang tua atau minat siswa yang rendah di Bengkoeloe terkait arti (kegunaan) pendidikan itu sendiri. Inisiatif pemerintah di Residentie Bengkoeloe untuk menggalakkan kembali pendidikan, terutama di Bengkoeloe dianggap sebagai langkah maju.

Fakta bahwa anak-anak Bengkoeloe juga sangat antusias untuk bersekolah. Hal ini terbukti ada siswa asal Bengkoeloe yang diterima dan lulus ujian masuk di sekolah kebidanan di Batavia (lihat Javasche courant, 26-08-1863). Disebutkan tanggal 8 bulan ini (Agustus) lulus sebanyak tujuh orang sekolah kebidanan, diantaranya dari Bengkoeloe tiga orang: Si Mohamad Gazali, Si Roepa dan Si Amir Hamza. Besar dugaan ketiga siswa asal Bengkoeloe ini dari Muko-Muko.


Pada tahun 1865 terjadi pergantian Asisten Residen dimana asisten residen yang baru adalah A Pruys van der Hoeven (lihat Leydse courant, 13-10-1865). Ini mengindikasikan bahwa pendidikan di Bengkoeloe akan lebih kondusif lagi. Hal ini karena sebelumnya A Pruys van der Hoeven adalah asisten residen di (afdeeling) Angkola Mandailing, dimana sejak 1862 sudah ada sekolah guru. Tentu pengalamannya di Angkola Mandailing akan berguna untuk pengembangan pendidikan di Bengkoloe. Sebagaimana diketahui ketika Si Sati Nasoetion mendirikan sekolah guru di Tanobato (Afd. Angkola Mandailing) tahun 1862 jumlah sekolah negeri sebanyak enam buah, dari mana siswa-siswa terbaik direkrut untuk siswa di sekolah guru Tanobato (dimana angkatan pertama sebanyak 20 siswa). Sekolah guru Tanobato berdasarkan laporan Inspektur Pendidikan Pribumi A van der Chjis (1865) adalah sekolah guru terbaik di Hindia Belanda (lihat Nieuwe Rotterdamsche courant: staats-, handels, nieuws- en advertentieblad, 20-03-1865). Ini mengindikasikan kweekschool Tanobato telah mengalahkan yang di Soeracarta dan Fort de Kock.

Dalam laporan Pendidikan tahun 1868, sudah termasuk tentang progress pendidikan di Bengkoeloe (lihat De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 16-09-1871). Seperti halnya di Jawa dan Sumatra, di Bengkoeloe (Sumatra) juga disebutkan biaya pendidikan dikutip. Ini mengindikasikan bahwa di Bengkoeloe juga sudah ada kesediaan para orang tua untuk membiayai Pendidikan anak-anak mereka. Ini mengindikasikan di Bengkoeloe, Pendidikan modern (aksara Latin) telah direspon penduduk dengan baik.


Dalam laporan pendidikan tahun 1868 hanya menggambarkan situasi dan kondisi secara umum di wilayah pendidikan (dimana komite pendidikan/sekolah sudah ada). Tidak ada indikasi berapa jumlah sekolah di wilayah masing-masing. Berapa jumlah sekolah (negeri) di Bengkoeloe tidan terinformasikan; apakah hanya ada di Moko-Moko dan Bengkoeloe; apakah di Lais sudah terealisasikan? Apakah di afdeeling lain di Bengkoeloe sudah ada juga sekolah? Dalam beri lain, di residentie Tapanoeli pada tahun 1870 sudah terdapat sebanyak 15 sekolah negeri dimana sebanyak 13 sekolah berada di afdeeling Angkola Mandailing (dua lagi masing-masing satu sekolah di afdeeling Sibolga dan afdeeling Nias). Boleh jadi ini karena lulusan sekolah guru Tanobato sudah banyak yang diangkat sebagai guru oleh pemerintah. Untuk sekadar catatan: Pada tahun 1868 sudah ada lima sekolah guru di Hindia Belanda, selain yang disebut di atas, ada penambahan di Ambon. Lulusan sekolah guru tidak semua menjadi guru pemerintah, ada yang menjadi pegawai pemerintah (PNS) dan ada juga yang berinisiatif mendirikan sekolah swasta.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Sekolah Guru di Tanobato, Angkola Mandailing: Perkembangan Pendidikan di Residentie Bengkulu

Sudah sejak lama di Afdeeling Angkola Mandailing surplus dokter dan guru. Dokter-dokter asal Angkola Mandailing banyak yang ditempatkan di wilayah lain bahkan hingga Papoea. Demikian juga guru-guru asal Angkola Mandailing banyak ditempatkan di wilayah lain bahkan hinggan ke Borneo. Semua itu bermula karena Pendidikan modern (aksara Latin) termasuk yang terawal di introduksi diwilayah Angkola Mandailing. Keberadaan sekolah guru di Tanobato (sejak 1862) dan sekolah guru di Padang Sidempoean (sejak 1879) turut memberi kontribusi surplus guru tersebut. Guru-guru asal Angkola Mandailing juga ada yang ditempatkan di wilayah Bengkoelen.


Guru pertama pribumi lulusan sekolah guru di Belanda berasal dari Angkola Mandailing, Sati Nasoetion alias Willem Iskander yang lulus tahun 1860. Sarjana Pendidikan pertama pribumi, lulus di Belanda juga berasal dari Angkola Mandailing, Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan, lulus 1911. Soetan Casajangan adalah pendiri Perhimpoenan Indonesia di Belanda (1908). Guru pribumi pertama yang meraih gelar doctor (Ph.D) juga berasal dari Angkola Mandailing, Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia (lulus 1932). Willem Iskander adalah kakek buyut Prof Andi Hakim Nasoetiona (rector IPB Bogor 1878-1987) dan Soetan Goenoeng Moelia adalah Menteri Pendidikan RI yang kedua (menggantikan Ki Hadjar Dewantara).

Pada tahun 1919 di Bengkoelen dibuka sekolah dasar berbahasa Belanda (Hollandsch Inlandsche School=HIS) yang merupakan salah satu dari beberapa HIS yang dibuka di Hindia Belanda (lihat De avondpost, 02-05-1919). Yang menjadi guru pertama sekaligus direktur sekolah di HIS Benkoelen adalah Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia (lihat De locomotief, 13-12-1919). Soetan Goenoeng Meolia menyelesaikan sarjananya di Leiden tahun 1918.


Nederlandsche staatscourant, 13-09-1919: ‘Dengan resolusi Menteri Koloni tanggal 10 September 1919, 9de Afdeeling No. 66, Tadoeng gelar Soetan Goenoeng Moelia, di Leiden, diserahkan kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda untuk dipekerjakan disana sebagai guru dalam sistem pendidikan pribumi berbahasa Belanda’.

Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia adalah pribumi pertama yang menjadi kepala sekolah HIS. Soetan Goenoeng Moelia lahir di Padang Sidempoean tahun 1896. Ayahnya, Hamonangan Harahap adalah alumni sekolah guru (kweekschool) Padang Sidempoean. Salah satu guru asal Padang Sidempoean yang menjadi guru di HIS Benkoelen adalah Moehammad yang mengabdi di HIS Benkoelen selama Sembilan tahun (1921-1930). Setelah pension Mohamad kembali ke kampong halaman di Padang Sidempoean. Guru Moehammad tampaknya memahami betul soal pendidikan di wilayah Residentie Bengkoelen.


De Sumatra post, 16-03-1932: ‘Pendidikan di Bengkoelen. Tuan Pemimpin Redaksi yang terhormat! Menanggapi artikel di Sumatra Post tentang Pendidikan di Benkoelen, saya ingin mencatat beberapa hal sebagai koreksi. Hingga tahun 1928 hanya ada satu Hollandsch Inlandsche School, n.1, di seluruh Residentie Benkoelen. di kota utama Benkoelen. Saya tidak ingin menguraikan kegunaan atau keuntungan dan kerugian dari sistem HIS saat ini, tetapi saya telah, dalam sembilan tahun (1921-1930) saya menjadi seorang guru. di sekolah tersebut di Benkoelen, dapat menerima siswa baru untuk masuk setiap tahun, maksimal 40 kursi. Beberapa perbaikan terlihat ketika HIS swasta dibuka di Moeara Aman (Redjang Lebong) pada tahun 1928, yang diikuti setahun kemudian HIS Swasta di ibu kota Benkoelen. Asosiasi Sekolah yang dimaksud dalam pasal tersebut didirikan pada tahun 1931. Saya tidak yakin apakah itu didirikan sebelum atau setelah asosiasi tiga sekolah telah dibangun, yakni satu HIS. satu sekolah Schakel dan satu sekolah Mulo, yang berada di Tjoeroep, Manna dan Benkoelen. Saya menganggap sudah jelas bahwa Mulo dibangun di kota utama Bengkoelen. Juga sangat tepat bahwa dua sekolah lainnya didirikan di Tjoeroep dan Manna (bukan di Bengkoelen, sebagaimana disebutkan dalam pasal tersebut). Kedua tempat tersebut berada di dua bagian terpenting dari seluruh wilayah, yakni Redjang dan Serawai. Terima kasih banyak atas ruangnya. Hormat kami, Moehammad. Padang Sidempoean’.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar