Laman

Selasa, 17 Januari 2023

Sejarah Surakarta (42): Sangiran di Sragen Surakarta Pulau Jawa ; Situs, Asal Muasal Populasi Nusantara, Peta Wilayah Indonesia


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini  

Sejarah zaman kuno selalu menarik tetapi penuh tantangan. Man\arik karena banyak yang ingin diketahui, tetapi semakin jauh ke masa lampau data yang tersedia semakin minim. Ilmu semakin berkembang, semakin menambah pengetahuan dan data sejarah zaman kuno yang awalnya minim juga semakin bertambah. Dalam sdudi sejarah nusantara, khususnya dalam hal ini di wilayah (pulau) Jawa penemuan fosil tua semakin memicu keinginantahuan sejak zaman kuno hingga mencapai masa kini. Dalam hubungan inilah kita membicarakan asal muasal populasi penduduk nusantara dan peta wilayah Indonesia. Dalam hal ini pula kita mempelajari wilayah Sangiran dimana ditemukan fosil manusia purba Sangiran. 


Sangiran adalah situs arkeologi di Jawa. Menurut laporan UNESCO (1995) "Sangiran diakui oleh para ilmuwan untuk menjadi salah satu situs yang paling penting di dunia untuk mempelajari fosil manusia, disejajarkan bersama situs Cina), Australia, Tanzania dan Afrika Selatan, dan lebih baik dalam penemuan daripada yang lain". Situs sekitar 56 km² (7 x 8 Km) terletak 15 Km sebelah utara Surakarta di lembah Sungai Bengawan Solo. Kawasan Sangiran masuk kabupaten Sragen (Kecamatan Gemolong, Kecamatan Kalijambe, dan Plupuh) dan kabupaten Karanganyar (Kecamatan Gondangrejo). Fitur penting dari situs ini adalah geologi daerah. Awalnya kubah terbentuk jutaan tahun yang lalu melalui kenaikan tektonik, kemudian terkikis yang mengekspos isi dalam kubah yang kaya akan catatan arkeologi. Situs Sangiran ditemukan PEC Schemulling tahun 1883. Eugene Dubois pernah melakukan penelitian, namun tidak intensif kemudian di kawasan Trinil, Ngawi. Antropolog Gustav Heinrich Ralph von Koenigswald 1934 memulai penelitian di area setelah mencermati laporan berbagai penemuan balung buta ("tulang buta/raksasa"). Saat itu perdagangan fosil mulai ramai akibat penemuan tengkorak dan tulang paha Pithecanthropus erectus ("Manusia Jawa") oleh Eugene Dubois di Trinil, Ngawi, tahun 1891. Trinil sendiri terletak di lembah Bengawan Solo, 40 Km timur Sangiran. Pada tahun-tahun berikutnya, menemukan berbagai fosil Homo erectus lainnya ada sekitar 60 lebih fosil H. erectus dengan variasi yang besar, termasuk seri Meganthropus palaeojavanicus. Juga ditemukan berbagai fosil hewan bertulang belakang seperti buaya, kuda nil, rusa, harimau, dan gajah. Tahun 1977 oleh Pemerintah Indonesia menjadikan situs Sangiran sebagai daerah cagar budaya dan tahun 1988 sebuah museum dan konservasi laboratorium didirikan di Sangiran. Pada tahun 1996 UNESCO mendaftarkan Sangiran sebagai Situs Warisan Dunia (Sangiran Early Man Site) (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Sangiran di Sragen Surakarta Jawa Indonesia? Seperti disebut di atas, Sangiran termasuk salah satus tua di Indonesia sejauh ini. Narasi sejarah selalu dimulai darimana suatu hal dapat dijelaskan. Dalam hal inilah keutamaan (situs) Sangiran di Surakarta. Sebagai situs tua dapat ditarik perjalanan sejarah sejak asal muasal populasi Nusantara dan paralel dengan itu sejarah peta wilayah Indonesia. Sebab populasi manusia berkembang, wilayah dimana berada juga berkembang (mengalami perubahan). Lalu bagaimana sejarah Sangiran di Sragen Surakarta Jawa Indonesia? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Sangiran di Sragen Surakarta Jawa Indonesia; Asal Muasal Populasi Nusantara dan Peta Wilayah Indonesia

Situs kepurbakalaan Sangiran, adalah suatu lanskap (Kawasan) yang luas yang terkonsentrasi di antara wilayah Sragen dan wilayah Ngawi. Penemuan fosil purba di kawasan mengindikasikan ada kehidupan awal di masa lampau. Di Kawasan ini kini sudah dibangun museum-museum kepurbakalaan. Dalam hal ini penemuan kepurbakaan di situs tersebut adalah satu hal (masa kini), dan bagaimana keberadaan Kawasan dimana situs itu ditemukan di masa lampau adalah hal yang lain lagi. Dengan kata lain, penemuaan benda-benda kepurbakalaan saat ini mengantarkan kita untuk memutar jarum jam ke masa lampau, Suatu masa yang panjang sejak zaman peruba hingga zama Now.


Kehidupan masa lampau di kawasan situs Sangiran diduga kuat adalah bagian dari suatu pulau, suatu pulau pegunungan kapur. Pulau pegunungan kapur ini yang diduga menjadi rantai Pegunungan Kendeng. Situs Sangiran berada di sisi selatan pulau (Pegunungan Kendeng) yang menghadap ke selatan dimana gunung Lawu yang menjadi bagian dari pulau besar (pulau Jawa). Dalam hal ini rantai gunung api seperti Merapi, Pegunungan Selatan, gunung Lawu dan gunung Liman adalah bagian pulau Jawa yang terpisah dengan pegunungan kapur seperti Pegunungan Kendeng. Diantara pulau ini (selat) merupakan perairan/laut. Sebagai gunung-gunung api yang aktif dari masa ke masa telah menyebabkan selat/teluk mendangkal yang kemudian terbentuk sungai Bengawan Solo, sungai Madioen dan sungai Kediri. Sungai-sungai besar yang terbentuk ini menemukan jalan melalui Celah Ngawi menuju laut (di timur pegunungan kapur). Sungai Bengawan Solo pada masa ini terkesan sungai yang terdorong oleh daratan baru hingga tertahan oleh pegunungan kapur (Pegunungan Kendeng). Pada fase berikutnya massa padat (lumpur dan sampah vegetasi) yang terbawa sungai dari pegunungan menjadi sebab pendangkalan berikutnya antara dua rantai pegunungan kapur (Pegunungan Kendeng dan Pegunungan Tuban). Sungai Bengawan Solo (gabungan sungai Bengawan dan sungai Madioen) ke hilir membentuk daratan baru dimana sungai Bengawan Solo terus memanjang dari Ngawi, melalui Tjepoe, Bojonegoro, Babad terus ke Sidajoe/Gresik (selat Madura). Wilayah Klaten, Soerakarta, Sragen, Ngawi dan Madioen menjadi lahan-lahan yang subur kelas satu di Jawa.

Wilayah/kawasan Sangiran (pulau pegunungan kapur; seperti pulau Madura) secara teoritis menurut aspek geologi adalah wilayah yang aman sejak zaman purba. Tidak ada gunung aktif di kawasan, hanya gunung api terdapat di pulau Jawa, terdekat gunung Merapi, gunung Merbabu, gunung Lawu dan gunung Liman. Sebagaimana diketahui dalam sejarahnya di kawasan sekitar gunung-gunung tersebut, terutama gunung Merapi dari masa ke masa, bahkan hingga masa kini terbilang tidak aman (ada aktivitas vulkanik). Kawasan situs Sangiran dalam hal ini dapat dikatakan salah satu wilayah populasi awal di pulau Jawa.


Wilayah/situs Sangiran sebagai suatu pulau zaman purba, tempat dimana populasi sejak P erectus hingga Homosapiens, Mastodon dll, dapat dibedakan dengan pulau di sebelah utaranya (seperti pulau Mandalika, pulau Jepara dll) yang dipisahkan oleh selat/teluk yang merupakan perairan sempit. Adanya penemuan garam di wilayah pedalaman di Grobagan mengindikasikan ada perairan/laut yang terjebak yang menyisakan garam sebelum tertutup oleh lapisan tanah. Seperti disebut di atas sungai Bengawan Solo menemukan jalan ke laut melayu Tjepu dan Bojonegoro mengindikasikan suatu perairan/laut di masa lampau, karena penemuan masa kini sumur-sumur/tambang minyak. Garam terbentuk dari salinitas air laut, minyak terbentuk dari bahan fosil (sisa hewan dan sampah vegetasi) yang terkubur. Lapisan tanah yang berada di atas garam dan minyak adalah tanah yang terbentuk karena proses sedimentasi atau abu vulkanik plus pelapukan sampah vegetasi (humus).

Dengan memperhatikan hubungan satu sama lain, antara pegunungan (pulau) kapur (Pegunungan Kendeng), kehidupan populasi awal zaman purba, aktivitas gunung-gunung api dan pembentukan rawa-rawa/daratan sedimen baru serta terbentuknya perairan menjadi sungai besar mengindikasikan peta geografi masa kini, secara geomorfologi berbeda dengan peta masa lampau. Pulau Jawa telah meluas dari waktu ke waktu, seiring dengan menyatunya pulau-pulau kecil seperti pulau Pegunungan Kendeng ke daratan pulau Jawa serta semakin meluasnya endapan sedimentasi di kawasan pesisir (yang juga semakin memanjangnya sungai Bengawan Solo).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Asal Muasal Populasi Nusantara dan Peta Wilayah Indonesia: Populasi Penduduk dan Wilayah Surakarta Masa Kini

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar