Laman

Rabu, 25 Januari 2023

Sejarah Surakarta (57): Wayang, Opera dan Konser Musik di Surakarta; Sanoesi Pane hingga Seni Pentas Modern Ruang Terbuka


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini 

Sejak kapan ada (pertunjukan) wayang? Tentu saja sudah sejak lama. Wayang adalah seni tradisi (yang umumnya di Jawa) yang umunya didasarkan pada kisah-kisah klasik yang yang berasal dari era Hindoe Boendha yang terus dikembangkan hingga menemukan bentuknya dalam bentuk variasi. Sementara itu, seni pertunjukan yang berasal dari luar seperti opera yang kemudian disusul konser music menambah ragam seni pertunjukan bagi penduduk. Salah satu tokoh non-Jawa dalam pengembangan seni pertunjukkan tradisi dalam bentuk operasi adalah seorang Batak Sanoesi Pane.


Wayang Orang Sriwedari, Tradisi Lama yang Tak Lekang Waktu. March 3, 2022. Wayang orang merupakan pertunjukan berupa teater tradisional Jawa. Bentuknya, gabungan seni drama berkembang dalam budaya Barat dan pertunjukan wayang eksis dalam kebudayaan Jawa, pembawaannya tidak lagi dengan boneka atau peraga wayang kulit, melainkan diperankan oleh orang yang dirias sedemikian rupa sehingga mirip dengan tokoh-tokoh wayang. Kostum yang dikenakan juga persis dengan tokoh pewayangan. Cerita yang dibawakan memuat kisah-kisah pewayangan dari Mahabharata maupun Ramayana. Sesekali, ditampilkan pula tokoh Punakawan untuk mencairkan cerita sebagai penggambaran kawulo alit. Di Kota Solo, Wayang Orang Sriwedari menjadi salah satu tradisi tersohor dan masih terjaga hingga saat ini. Berdiri pada tahun 1911, oleh para penggiat budaya Kota Solo, pertunjukan komersialnya dimulai tahun 1922. Perkembangan Wayang Orang Sriwedari di tengah masyarakat semakin populer dengan munculnya siaran di Solosche Radio Vereeniging. Sejak saat itu, Wayang Orang Sriwedari tambah digandrungi warga Solo. Mulanya, Wayang Orang Sriwedari diadakan di komplek Pura Mangkunegaran. Tetapi, krisis ekonomi terjadi pada tahun 1896, sepeninggal Mangkunegaran V yang wafat, aibatnya, para pemain wayang banyak dirumahkan, namun pertunjukan wayang orang tetap dilakukan, dengan keliling dari kampung ke kampung, hingga raja memberi perintah agar Wayang Orang Sriwedari, ditempatkan di Taman Sriwedari. Bangunan ini dibangun pada era Pakubuwana X. Pembangunan Gedung Wayang Orang Sriwedari terus dilakukan, pada tahun 1928-1930 dibangun gedung permanen menampung sekitar 500 penonton (https://surakarta.go.id/)

Lantas bagaimana sejarah wayang, opera dan konser musik di Surakarta? Seperti disebut di atas, Ketika seni pertunjukkan modern muncul, seni pertunjukkan tradisi terus eksis seperti wayang, bahkan hingga ini hari. Dalam hubungan ini bagaimana peran Sanoesi Pane dalam pengembangan seni tradisi hingga seni pentas modern di ruang terbuka. Lalu bagaimana sejarah wayang, opera dan konser musik di Surakarta? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Wayang, Opera dan Konser Musik di Surakarta; Sanoesi Pane hingga Seni Pentas Modern di Ruang Terbuka 

Wayang, kita tidak sedang belajar sejarah di dalam wayang, tetapi mempelajari sejarah wayang itu sendiri. Wayang, secara defacto ditemukan di Tanah Jawa. Dalam hal ini konten dari wayang tidak dapat dijadikan sumber sejarah, oleh karenanya wayang harus dilihat sebagai suatu seni, seni wayang yang isinya tentang hal yang dapat dikaitkan dengan masa lampau dari orang Jawa. Secara khusus wayang harus diperhatikan: sejarah (orang Jawa) adalah satu hal, materi dan kegiatan wayang itu sendiri adalah hal lain lagi yang berkaitan dengan orang Jawa (sebagai seni).


Dalam konteks sejarah wayang, pada era VOC, tidak ada yang berbicara tentang wayang. Pencatatan tradisii wayang baru muncul pada era Pemerintah Hindia Belanda, dan kajiannnya baru intensif dilakukan pada akhir abad ke-19. Pada masa ini, seperti halnya music, sastra dan bentuk-bentuk karya penduduk, wayang semakin kerap terinformasikan sebagai suatu kegiatan seni yang hadir di tengah penduduk Jawa (pada acara-acara tertentu).

Wayang sudah terinformasikan beberapa waktu sebelumnya, namun menjadi menarik perhatian karena jurnal/majalah Tjdschrift voor NeĆ©rlands Indie menyajikan suatu artikel panjang yang mengulas tradisi wayang yang dihubungkan dengan mundurnya dan jatuhnya Kerajaan Madjapahit yang berjudul ‘Overleveringen betrekkelijk de oude Javaansche: Geschiedenis en den val van het Modjopaitsche Rijk’. Artikel ini coba menelusuri cerita dalam wayang apakah terhubung dengan sejarah kerajaan Majapahit. Dalam hal ini harus dicatat bahwa Tjdschrift voor NeĆ©rlands Indie adalah jurnal/majalah pertama yang diterbitkan di Hindia Belanda (Batavia).


Dalam artikel ini tidak terinformasikan sejak kapan ada wayang. Penulis hanya mencoba memahami konten cerita dalam wayang, untuk menelusuri sejarah Jawa yang dikaitkan dengan sejarah dan kejatuhan kerajaan Majapahit. Penulis menyadari sangat sulit membedakan isi cerita dengan yang terjadi sebelum adanya Majapahit, selama kerajaan masih eksis dan kerjadian-kejadian sesudah jatuhnya kerajaan Majapahit, sebab dalam alur cerita tercampur antara yang bersifat mitologi dengan peristiwa-peristiwa sejarah yang dapat dipahami. Jelas bahwa cerita wayang tidak dapat dijadikan sumber sejarah, selain tidak ada tarih, alur yang tercampur, tetapi wayang menjadi medium yang menjembatani masa lampau dengan saat era si penulis.  

Sesuai dengan tujuan artikel ini, sejak kapan adanya (kegiatan) wayang? Tentu saja harus ditelurusi hingga jauh di masa lampau. Pada tahun 1827 di Batavia diketahui terinformasikan kegiatan wayang yang diadakan terkait dengan penyelenggaraan perayaan Waterloo (lihat Bataviasche courant, 14-06-1827). Dalam perayaan ini juga ditampilkan musik tradisi, topeng, gamelan, wayang dan ronggeng. Catatan: Waterloo, di selatan batas Belegia adalah tempat perang terakhir antara Prancis di satu sisi dengan Inggris, Belanda dan Jerman di sisi lain.


Wayang terdapat di berbagai tempat. Tampaknya nama wayang tidak hanya orang pribumi. Orang Cina juga memiliki wayang sendiri (lihat Bataviasche courant, 01-03-1826). Disebutkan kapten Cina di Semarang mengadaan pesta (keramaian) yang juga menampilkan Cinesche waijang. Pada tahun 1828 diadakan pasar malam di Pasoeroean dimana orang Eropa, Arab, Cina dan pribumi menghadirinya. Kegiatan yang diadakan beberapa hari, berbagai kegiatan non perdagangan dilakukan antara lain kontes kerbau, kontes lembu, kontes kuda, kontes domba dan kontes kambing. Juga ada permainan adu banteng dan adu anjing. Tentu saja adalah inlandsche waijang, topeng dan ronggeng.

Wayang adalah nama generic, di dalamnya termasuk berbagai bentuk dan variasnya. Wayang tampaknya hanya, sejauh ini, ditemukan di wilayah (pulau) Jawa.  Kegiatan wayang sudah menjadi subjek pemerintahan yang dapat dikapitalisasi. Di (residentie) Batavia kegiatan wayang dijadikan sebagai objek pajak/retribusi. Dalam setiap penyelenggaraan wayang dikenakan retribusi/pajak. Seperti halnya kegiatan lainnya, pemilik hak pemungutan pajak wayang ini ditenderkan kepada public oleh pemerintah dengan nilai penawaran tertinggi. Di Batavia (termasuk Buitenzorg dan Krawang) hak itu dipegang oleh Tan En Goan senilai  f17.040 per tahun (lihat Javasche courant, 08-01-1829).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Sanoesi Pane hingga Seni Pentas Modern di Ruang Terbuka: Perkembangan Senis Pertunjukkan Seni Tradisi di Soerakarta Masa ke Masa

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar