Laman

Minggu, 12 Februari 2023

Sejarah Pers di Indonesia (14): Pers Bahasa Melayu Investasi Orang Cina, Surat Kabar Sin Po Keng Po:Peta Pers Pribumi Indonesia


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Pers dalam blog ini Klik Disini

Sejak awal dimulai pers (berbahasa) Belanda. Lalu kemudian muncul pers (berbahasa) Melayu. Pers berbahasa Melayu dimulai oleh para investor Eropa/Belanda pada tahun 1850an. Dalam perkembangannya, pers berbahasa Melayu mulai dimasuki oleh investor orang pribumi (yang dalam hal ini termasuk investor orang Cina). Dua surat kabar investor pribumi orang Cina yang terkenal adalah Sin Po dan Keng Po yang berada diantara pers pribumi Indonesia.


Sin Po, nama surat kabar Tionghoa berbahasa Melayu diterbitkan di Batavia pada 1 Oktober 1910. Harian ini terkenal dengan sikapnya mendukung nasionalisme Tiongkok dan perjuangan pribumi. Sin Po merupakan harian pertama memuat teks lagu, Indonesia Raya, turut mempelopori penggunaan nama "Indonesia" menggantikan "Hindia Belanda". Sin Po berhenti terbit saat Jepang menduduki Indonesia tahun 1942, kembali terbit 1946. Tan Tek Ho. Surat kabar ini, mula-mula dipimpin Lauw Giok Lan. Pada waktu sama juga memimpin surat kabar Perniagaan. Sejak tahun 1925 sampai tahun 1947, pemimpin redaksi Sin Po dijabat oleh Kwee Kek Beng. Sesudah diproklamasikan Republik Tiongkok pada tahun 1912, Sin Po menyuarakan nasionalisme Daratan Tiongkok. Surat kabar ini berpendirian bahwa masyarakat Tionghoa di Hindia Belanda harus mempertahankan kewarganegaraan asalnya dan menolak ikut serta dalam percaturan politik kolonial Belanda. Sejak bulan Oktober 1958, surat kabar ini mengubah nama menjadi Pantjawarta, kemudian Warta Bhakti. Tahun 1964, surat kabar ini mengikuti sikap kelompok pers Partai Komunis Indonesia (PKI) yang menentang pers anti-PKI. Warta Bhakti dilarang terbit sejak tanggal 1 Okober 1965 (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah pers berbahasa Melayu investasi orang Cina, surat kabar Sin Po dan surat kabar Keng Po? Seperti disebut di atas, investasi orang Cina relative bersamaan dengan investasi orang pribumi dalam fase pertumbuhan dan perkembangan pers berbahasa Melayu. Pers investasi orang Cina berada di dalam peta pers pribumi Indonesia. Lalu bagaimana sejarah pers berbahasa Melayu investasi orang Cina, surat kabar Sin Po dan surat kabar Keng Po?  Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Pers Berbahasa Melayu Investasi Orang Cina, Surat Kabar Sin Po dan Keng Po: Peta Pers Pribumi Indonesia

Setiap masa memiliki kebutuhannya sendiri. Demikian juga tentang kebutuhan surat kabar. Fakta bahwa surat kabar yang muncul di Indonesia adalah surat kabar berbahasa Belanda. Bahkan investasi surat kabar ini sudah dimulai sejak era VOC. Pada era Pemerintah Hindia Belanda, surat kabar berbahasa terus berkembang. Hal itu hanya orang Eropa/Belanda yang membutuhkan yang juga dapat memenuhinya. Dalam perkembangannya mulai dirasakan kebutuhan terhadap surat kabar berbahasa Melayu, Investor Eropa/Belanda juga merintisnya. Namun itu tidak mudah. Apa yang ditawarkan tidak seperti surat kabar berbahasa Belanda. Akibatnya surat kabar berbahasa Melayu jarang yang berumur panjang.


Meski surat kabar berbahasa Melayu pada permulaan tidak berumur panjang, tetapi surat kabar berbahasa Melayu masih berkesinambungan walau harus mengalamai pasang surut atau tumbuh sporadik di musim hujan. Akan tetapi, tampaknya kesan pasang surut itu bukan tidak adanya keinginan para pembaca (pasang surut), tetapi upaya untuk menjalankan surat kabar, terutama surat kabar berbahasa Melayu menjadi terkendala, kelangsungan surat kabar lebih dipengaruhi oleh profitabilitas usahanya itu sendiri.  Mungkin bisa diandaikan dan dibayangkan, jika surat kabar berbahasa Belanda setiap rumah tangga Eropa/Belanda dapat berlangganan bagi yang membutuhkan, tetapi bagi golongan (penduduk) pribumi, yang menjadi sasaran surat kabar berbahasa Melayu, satu surat kabar yang dibeli dapat diakses oleh setiap orang yang membutuhkan di dalam satu kampong.

Pada tahun 1868 kembali surat kabar berbahasa Melayu diterbitkan di Batavia (lihat De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 20-04-1868). Disebutkan di Batavia oleh firma Bruijning & Wijt, menerbitkan surat kabar berbahasa Melayu Matahari, yang menurut Surat kabar (berbahasa Belanda) Nieuw Bataviaasche Handelsblad memenuhi kebutuhan yang sudah lama dirasakan. Ini mengindikasikan bahwa di Batavia sempat terjadi vakum kehadiran surat kabar berbahasa Melayu, lalu kebutuhan yang terus muncul dapat dipenuhi oleh perusahaan De Bruijning en Wijt.


Seperti disebutkan dalam artikel sebelum ini surat kabar berbasa Melayu investasi Eropa/Belanda sudah dimulai tahun 1856 bernama Bintang Oetara (lihat Nieuwe Rotterdamsche courant: staats, handels-, nieuws- en advertentieblad, 18-02-1856). Pada tahun yang sama surat kabar berbahasa Melayu bernama Soerat Kabar Bahasa Melaijoe terbit di Soerabaja (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 15-03-1856).

Dalam perkembangannya surat kabar berbahasa Melayu Matahari di Batavia telah diambilalih seorang Cina Lo Tun Thaij (lihat Makassaarsch handels-blad, 09-02-1870). Disebutkan editor Cina pertama di Hindia Belanda. Janganlah kita menipu diri sendiri, Hindia telah bangkit dalam sosok Lo Tun Thaij, yang akan mengambil Mata-harie dibawah usahanya. Sebelumnya surat kabar ini diedit oleh Crawford. Informasi ini mengindikasikan surat kabar yang diterbitkan De Bruijning en Wijt yang menjadi editor adalah Crawford dan Lo Tun Thaij adalah editor pertama non Eropa/Belanda, seorang Cina yang diduga sekaligus menjadi pemiliknya. Lalu kapan hal ini terjadi pada orang pribumi?

Tunggu deskripsi lengkapnya

Peta Pers Pribumi di Indonesia: Hilang Seratus Tumbuh Seribu

Pada tahun 1892 di kota Pada surat kabar berbahasa Melayu yang masih eksis adalah Palita Ketjil di bawah pimpinan O Baumer (lihat Regerings-almanak voor Nederlandsch-Indie, 1892). Palita Ketjil masih eksis hingga tahun 1895 tetapi dipimpin oleh R Edward van Muijen (lihat Regerings-almanak voor Nederlandsch-Indie, 1896). Pada tahun 1896 ini di kota Padang dicatat surat kabar baru yang diberi nama Pertja Barat di bawah pimpinan P Baumer dengan editor Dja Endar Moeda dan Lie Bian Goan.


Lie Bian Goan sendiri sebelumnya diberitakan tinggal di Tanah Abang, Batavia (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 28-01-1893).  Sebelum, bergabung dengan Pertja Barat, di Padang, Lie Bian Goan bersama LHA Scholte menjadi editor surat kabar berbahasa Melayu yang diterbitkan oleh Oei Teh Liang (lihat Dagblad van Zuidholland en 's Gravenhage, 15-08-1894). Dalam Almanak 1896 juga dicatat surat kabar Sinar Minang Kabau pimpinan dan editor Baharoedin.

Pada tahun 1899 surat kabar Pertja Barat dipimpin oleh LNAH Chatelin Sr dengan editor tunggal Dja Endar Moeda (lihat Regerings-almanak voor Nederlandsch-Indie, 1899). Sementara itu, seperti disebut di atas surat kabar Tjahaja Sumatra dipimpin K Baumer dengan editor tunggal Lim Soen Hin. Sedangkan surat kabar Warta Brita editornya Soetan Bahaoedin.


Pada awal tahun 1899 di kota Padang diketahui sudah ada surat kabar baru Tjahaja Sumatra (lihat Sumatra-courant : nieuws- en advertentieblad, 18-02-1899). Surat kabar Tjahaja Sumatra (terbit dua kali seminggu) dipimpin oleh K Baumer dengan editor Liem Soen Hin (lihat Regerings-almanak voor Nederlandsch-Indie, 1899). Editor surat kabar Tjahaja Sumatra adalah Lim Soen Hin (lihat Sumatra-courant: nieuws- en advertentieblad, 28-02-1899). Lim Soen Hin kelahiran Padang Sidempoean.

Pada tahun 1899 di kota Padang paling tidak ada tiga surat kabar berbahasa Melayu. Dua diantara surat kabar tersebut, editor Pertja Barat (Dja Endar Moeda) dan editor Tjahaja Sumatra (Liem Soen Hin) sama-sama kelahiran Padang Sidempoean. Pada tahun 1900 hanya tinggal dua surat kabar berbahasa Melayu di Padang, Pertja Barat dengan editor Dja Endar Moeda dan Tjahaja Sumatra dengan editor Lin Soen Hin (lihat Regerings-almanak voor Nederlandsch-Indie, 1900).


Di seluruh Hindia Belanda pada tahun 1900 hanya ada tiga editor non Eropa/Belanda yakni Dja Endar Moeda, Lin Soen Hin dan Oeij Tjaij Hin (surat kabar Bintang Barat di Batavia). Ini mengindikasikan bahwa editor non Eropa/Belanda, sejak Lo Tun Thaij di Batavia (1870) sudah banyak editor yang hilang, muncul lagi, hilang lagi, muncul yang baru. Nama Dja Endar Moeda dalam hal ini terbilang awet, sudah eksis sejak 1895 dan masih bertahan hingga tahun 1900.

Pada tahun 1900 diketahui Dja Endar Moeda telah mengakuisiasi saham surat kabar Pertja Barat dan sekaligus percetakannya. Dja Endar Moeda juga pada tahun 1900 ini diketahui telah menerbitkan surat kabar baru berbahasa Melayu yakni Tapian Na Oeli (sasaran pembaca di wilayah Residentie Tapanoeli).


Pada tahun 1901 selain memiliki surat kabar Pertja Barat dan surat kabar Tapian Na Oeli, Dja Endar Moeda dan Lin Soen Hin (Tjahaja Sumatra) masih tetap eksis. Nama Oeij Tjaij Hin tidak ada lagi, surat kabar Bintang Barat di Batavia sudah tidak ada lagi. Namun sebaliknya, di Semarang terbit surat kabar Bintang Semarang (tiga kali dalam seminggu) dengan editor Sie Hian Ling. Sedangkan di Jogjakarta terbit surat kabar Retnodjoemilah (dua kali seminggu) dalam dwibahasa (Melayu dan Jawa) dengan editor [Dr] Soediro Hoesodo yang diterbitkan oleh Firma H Buning.

Nama Dja Endar Moeda dalam masa yang cukup lama menjadi nama tunggal diantara insan pers non Eropa/Belanda. Dja Endar Moeda tidak hanya menangani tiga media sekaliigus, Dja Endar Moeda juga adalah penerbit dan pemilik percatakan (NV Snelpersdrukkerij Insulinde). Dalam hal ini Haji Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda adalah pemilik portofolio tertinggi diantara orang non Eropa/Belanda dan dapat dikatakan sudah bersaing dengan pengusaha media orang-orang Eropa/Belanda. Di kota-kota lain terutama di Jawa eksistensi orang-orang Eropa/Belanda dalam surat kabar berbahasa Melayu masih ada.


Meski sama-sama kelahiran Padang Sidempoean, Lim Soen Hin tampaknya sulit mengejar prestasi Dja Endar Moeda. Surat kabar Tjahaja Sumatra masih eksis hingga awal tahun 1904 dimana yang menjadi editor masih tetap Lim Soen Hin (lihat Sumatra-bode, 02-01-1904). Surat kabar ini masih berada di dalam grup media Baumer en Baumer. Namun tampaknya pada akhr tahun 1904 Lim Soen Hin tidak berada di surat kabar Tjahaja Sumatra. Pada awal tahun 1905 diketahui di dalam jajaran editor sarat kabat Tjahaja Sumatra (diterbitkan Karl Baumer) sudah diisi oleh Datoe[k] Soetan Maharadja (lihat Sumatra-bode, 02-01-1905). Lantas dimana Lim Soen Hin sekarang? Pada akhir tahun 1905 di Padang, seorang Eropa/Belanda bernama Rogge akan menerbitkan surat kabar berbahasa Melayu dengan nama Sinar Sumatra (lihat De locomotief, 11-10-1905). Apakah Lim Soen Hin akan bergabung dengan Sinar Sumtra? 

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar