Laman

Minggu, 26 Maret 2023

Sejarah Banyumas (4): Apakah Pulau Hilang Ada di Wilayah Banyumas? Pulau Besar Nordra Canibaz di Selatan Nusa Kambangan


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyumas dalam blog ini Klik Disini

Secara geomorfologis wilayah pulau Jawa masa ini diduga kuat berbeda pada masa lampau. Pulau Jawa bentuknya lebih ramping tempo doeloe. Juga diduga banyak wujud pulau telah menghilang. ada yang menyatu dengan daratan dan ada pulau yang mengalami abrasi hebat sehingga menghilang. Pertanyaannya: apakah ada pulau yang benar-benar hilang di wilayah Banyumas? Dalam Peta 1750 diidentifikasi pulau Nordra Canibaz tepat berada di selatan pulau Nusa Kambangan.  


Nusakambangan adalah sebuah pulau di Jawa Tengah lebih dikenal tempat terletaknya beberapa Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Secara geografis, pulau masuk dalam wilayah administratif kabupaten Cilacap tercatat pulau terluar Indonesia. Dari pelabuhan Wijayapura Cilacap ke pelabuhan Sodong di pulau lima menit. Pulau Nusakambangan sebagai cagar alam. Kayu plahlar (Dipterocarpus litoralis) hanya ditemukan di pulau. Secara tradisional, penerus dinasti Kesultanan Mataram sering melakukan ritual di pulau. Di bagian barat pulau, sebuah gua ada semacam prasasti peninggalan zaman VOC. Di ujung timur, di atas bukit karang, berdiri mercu suar Cimiring dan benteng kecil peninggalan Portugis. Nusakambangan tercatat sebagai pertahanan terakhir dari tumbuhan wijayakusuma yang sejati. Dari sinilah nama pulau ini berasal: Nusakambangan, yang berarti "pulau bunga-bungaan". Di pulau semula ada 9 buah lapas tetapi kini hanya tinggal Lapas Batu (dibangun 1925), Lapas Besi (dibangun 1929), Lapas Kembang Kuning (tahun 1950), dan Lapas Permisan (tertua, dibangun 1908). Lima lainnya Nirbaya, Karang Tengah, Limus Buntu, Karang Anyar, dan Gleger, telah ditutup. Wilayah selatan pulau dengan pantai berkarang berombak besar. Wilayah utara menghadap Cilacap terdapat kampung-kampung nelayan sepanjang hutan bakau, antara lain Laut dan Jojog. Pada masa ini penghuni pulau hanya para narapidana dan pegawai Lapas. (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah pulau hilang di wilayah Banyumas, apakah betul ada? Seperti disebut di atas dalam Peta 1750 diidentifikasi pulau besar pulau Nordra Canibaz di tepat berada di selatan pulau Nusa Kambangan. Bagaimana eksistensinya masa kini? Lalu bagaimana sejarah pulau hilang di wilayah Banyumas, apakah betul ada? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Pulau Hilang di Wilayah Banyumas, Apakah Betul Ada? Pulau Nordra Canibaz di Selatan Pulau Nusa Kambangan

Berbicara pulau yang hilang di wilayah Banyumas, harus memulainya dari pulau (yang belum hilang) pulau Nusa Kambangan. Pulau tersebut masih eksis hingga ini hari, keberadaannya sudah diketahui sejak masa lampau, bahkan sejak zaman kuno. Satu factor yang menyebabkan pulau Nusa Kambang tetap eksis karena bahan pembentuknya. Pulau Nusa Kambangan terdiri dari dua lapisan, bagian bawah batuan vulkanik (granit/andesit) dan bagian atas batuan gamping (menjadi bahan semen). Lapisan permukaan bumi pulau Nusa Kambangan mirip dengan batuan pembentik pegunungan Kendeng di Banyumas. Batuan pulau Nusa Kambangan sangat kuat sehingga tahan terhadap abrasi air laut.


Pegunungan Kendeng adalah pegunungan arah barat-timur. Wilayah pegunungan kendeng ini cukup banyak seperti Cianjur, sisi utara sungai Bengawan Solo, wilayah selatan Malang dan Serayu Utara. Pegunungan Kendeng adalah pegunungan kapur (karts).

Pembentukan permukaan bumi sejenis pulau Nusa Kambangan adalah kawasan perbukitann yang kini menjadi wilayah kecamatan Ayah dan kecamatan Buayan di kabupaten Kebumen. Arah pegunungan Ayah ini dari utara ke selatan, suatu pegunungan yang terpotong di arah utaranya di wilayah Gombong. Wilayah kecamatan ini diduga adalah suatu pulau di masa lampau (seperti halnya pulau Nusa Kambangan).

 

Kecamatan Ayah memiliki kondisi geografi berupa rangkaian perbukitan karst yang merupakan bagian dari Kawasan Karst Gombong Selatan. Ketinggian rata-rata kecamatan Ayah adalah 335 M di atas permukaan air laut. Puncak tertingginya adalah Bukit Duwur yang memiliki ketinggian 452 M berada di perbatasan desa Watukelir dengan kecamatan Buayan. Kecamatan Buayan berada di sisi timur kecamatan Ayah. Kecamatan Buayan memiliki kondisi geografi berupa dataran rendah dan perbukitan. Dataran rendah berada di wilayah timur atau di sepanjang bantaran sungai Jatinegara. Sedangkan perbukitan memanjang dari selatan ke utara pada wilayah barat kecamatan Buayan yang merupakan rangkaian perbukitan karst yang merupakan bagian dari Kawasan Karst Gombong Selatan. Ketinggian rata-rata kecamatan Buayan adalah 64 M di atas permukaan air laut. Puncak tertingginya adalah Bukit Arjuna yang memiliki ketinggian 369 M berada di perbatasan desa Wonodadi dengan kecamatan Ayah. Desa Pakuran di perbukitan kecamatan Buayan menjadi desa tertinggi karena berada di ketinggian rata-rata 322 M.

Pembe pulau?Pembentukan permukaan bumi di kawasan gunung/bukit Selok di kabupaten Cilacap kurang lebih sama dengan di wilayah pulau Nusa Kambangan (karts) dan kawasan Bukit Duwur di kecamatan Ayah/Buayan (Kebumen). Kawasan yang menonjol diantara dataran rendah di utara dengan kawasan pesisir pantai (Bukit Selok) juga diduga di masa lampau adalah suatu pulau kecil.


Pada Peta 1700 pulau gunung Solok dengan jelas diidentifikasi sebagai salah satu penanda navigasi pelayaran perdagangan di pantai selatan Jawa. Di sebelah barat diidentifikasi pulau Nusa Kambangan. Yang perlu diperhatikan dalam pet aini antara gunung Selok dan pulau Nusa Kambangan diidentifikasi pemukiman (kampong) yang terpat berada di sisi barat muara sungai Serayu dan di ujung tanjong ke arah pulau Nusa Kambangan (yang kini menjadi area pelabuhan Kota Cilacap). Tentu saja kawasa dua kampong terawal ini di wilayah pesisir harus diartikan sebagai kawasan daratan kering, seperti halnya gunung Solok, sebagai suatu pulau di masa lampau.

Jenis permukaan bumi yang sama juga kurang lebih sama dengan sisi barat daerah aliran sungai Citanduy yang membentuk suatu tanjung. Sungai Citanduy hingga ke Kota Banjar menjadi batas wilayah Jawa Tengah dan Jawa Barat. Selain pulau Nusa Kambangan, mengapa pulau-pulau dan semenanjung zaman kuno menjadi menyatu dengan daratan di di selatan wilayah Banyumas? Apakah dalam hal ini telah terjadi hilangnya suatu pulau?


Yang jelas pulau Nusa Kambangan tetap menjadi pulau. Suatu pulau yang mana dari arah daratan (wilayah) Cilacap terus meluas hingga mendekati pulau Nusa Kambangan. Selat sempit yang memisahkan daratan dengan pulau Nusa Kambangan pada masa ini diduga adalah batas terakhir proses perluasan pembentukan daratan baru di wilayah Cilacap. Hal itu diduga karena factor kedalaman laut dan adanya arus laut di dalam selat. Akan tetapi bukan tak mungkin suatu saat nanti pesisir utara pulau di sebelah barat menyatu dengan daratan. Dengan demikian suatu waktu nanti bentuk pulau dari pulau Nusa Kaambangan akan menghilang dengan sendirinya.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Pulau Nordra Canibaz di Selatan Pulau Nusa Kambangan: Tempoe Doeloe Pulau Besar, Kini Hanya Tinggal Kawasan Karang?

Kawasan Bukit Selok dan kawasan bukit Duwur diduga di masa lampau adalah pulau-pulau yang eksis sebagaimana pulau Nusa Kambangan. Oleh karena kedua bukit itu telah menyatu dengan daratan maka dua pulau tersebut dianggap telah hilang. Namun yang menjadi pertanyaan tersisa dalam hal ini adalah apakah ada pulau yang dulunya eksis telah hilang selamanya (jejaknya hilang dari permukaan bumi)?


Kasus pulau hilang (jejaknya hilang dari permukaan bumi) diduga banyak ditemukan di wilayah selat Karimata diantara gugus pulau-pulau dari kepulauan Riau, kepulauan Bangka dan Belitung dan kepulauan Karimata dekat pulau Kalimantan. Pulau-pulau zaman kuno ini diduga telah mengalami abrasi jangka panjang sehingga luasan pulau-pulau terus tergerus sehingga menghilang. Proses abrasi ini terjadi karena arus laut yang sangat kuat dari perairan Laut Cina Selatan dan perairan Laut Jawa. Sebagaimana diketahui gugus pulau yang disebut di atas permukaan buminya terbentuk dari lapisan batuan kuarsa yang mengandung pasir dimana ditemukan di dalamnya butiran bijih timah. Hilangnya banyak pulau di masa lampau di kawasan selat Karimata (dan massa padat yang terbawa arus sungai di pulau-pulau besar sekitar (Sumatra, Jawa dan Kalimantan) diduga yang menyebabkan Laut Jawa yang dangkal menjadi tersu mendangkal. Terbentuknya gunungan pasir dan hamparan pasir di bawah laut di sekitar pulau Singkep dan pulau Lingga diduga berumber dari proses hilangnya pulau-pulau.

Dalam peta pulau Jawa pada era VOC (Peta 1753) diidentifikasi suatu pulau besar yang tepat berada di selatan pulau Nusa Kambangan. Pulau tersebut adalah pulau Nordra Canibaz. Dalam peta masa kini, di selatan pulau Nusa Kambangan tidak teridentifikasi lagi. Mengapa?  Adakah Nordra Canibaz adalah pulau palsu (suatu pemetaan yang salah era itu)? Namun jika pulau itu dipetakan dengan baik (akurat), dan kini tidak teridentifikasi, boleh jadi pulau Nordra Canibaz telah hilang (karena proses abrasi jangka panjang). Pulau Nordra Canibaz diduga terbentuk dari karang. Arus laut/ombak yang besar di selatan pulau Jawa salah satu penyebab terjadinya abrasi.


Pohon Wijayakusuma Karaton, Hanya Tumbuh di 2 Pulau Karang Nusakambangan. Cilacap. Detik News. 23 Oktiber 2021. Kawasan konservasi cagar alam Wijayakusuma, Cilacap, ditumbuhi pohon Wijayakusuma Karaton atau Pisonia Grandis Var Silveltris. Pohon ini disebut hanya tumbuh di dua pulau karang kawasan Nusakambangan itu, yakni Pulau Majeti dan Pulau Wijayakusuma. Dua pulau karang tersebut berjarak sekitar 150 M dari tepi pantai Pulau Nusakambangan sebelah selatan dan berbatasan langsung dengan laut selatan. Namun keberadaan pohon Wijayakusuma Karaton yang konon merupakan pohon keramat bagi masyarakat Jawa dan menjadi simbol legalitas keraton-keraton di masa raja-raja Jawa, kondisinya kini memprihatikan. Pohon indukan yang berada di dua pulau karang tersebut kini telah mati termakan usia.(https://detik.com/)

Pulau Nordra Canibaz diduga tidak hilang sama sekali tetapi sisa pulau masih eksis hingga masa ini yang kini dikenal sebagai pulau Majeti dan pulau Wijayakusuma? Dua pulau ini tampaknya di masa lampua menyatu satu sama lain sebagai bagian yang tersisa dari pulau besar pulau Nordra Canibaz. Dalam perkembangannya sisa pulau Nordra Canibaz diduga telah terbelah karena suatu abrasi lebih lanjut atau pengaruh gempa yang membuat sisa pulau retak, lalu gugurannya terbawa arus laut atau tenggelam.


Dua pulau kecil ini, atau sisa pulau besar Nordra Canibaz adalah bagian sisi utara pulau yang berada di seberang pulau Nusa Kambangan. Abrasi awal terhadap pulau Pulau Nordra Canibaz dari sisi selatan pulau (dari arah lautan luas). Namun bisa jadi yang dimaksud dalam peta lama tersebut bukan sisa pulau Majeti dan pulau Wijayakusuma tetapi pulau yang jauh berada di selatan pulau Nusa Kambangan. Sisa pulau Majeti dan pulau Wijayakusuma terbilang cukup dekat dengan pulau Nusa Kambangan, sementara dalam peta lama terseburt jaraknya cukup jauh. Lalu apakah pulau besar Nordra Canibaz telah hilang sama sekali? Tenggelam karena abrasi? Adanya pulau besar di tengah lautan di selatan Jawa dan kemudian menjadi hilang bukanlah tidak mungkin. Hal ini dapat dipahami tentang keberadaan pulau Natal dan pulau Kepulauan Cocos di selatan Jawa (yang kini masuk wilayah Asutralia).

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar