Laman

Senin, 13 Maret 2023

Sejarah Malang (39): Ngantang di Sisi Barat Malang Menjorok Masuk di Wilayah Kediri; Menjurus ke Malang di Lereng Kawi-Kelud


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Malang dalam blog ini Klik Disini

Satu hal yang menjadi pertanyaan tentang wilayah (kecamatan) Ngantang adalah secara geografis dekat ke (kabupaten) Kediri tetapi secara geopolitik masuk wilayah (kabupaten) Malang? Wilayang Ngantang ‘tersembunyi; di sebelah barat Malang berada di lereng gunung Kawi dan gunung Kelud. Ngantang dalam hal ini jalur pintas pegunungan (melalui Kota Batu) antara wilayah Malang di hulu sungai Brantas dan wilayah Kediri di hilir sungai Brantas. Kasus wilayah Ngantang bukan satu-satunya di wilayah Indonesia dan tidak tergolong dalam pembagian wilayah yang ekstrim.


Ngantang adalah kecamatan di kabupaten Malang. Bersama Pujon dan Kasembon, berada di wilayah pegunungan sebelah barat Kota Malang. Jarak Ngantang ke Kota Malang 39 Km dan jarak ke ibu kota kabupaten Malang di Kepanjen 57 Km. Ngantang berada dijalur yang menghubungkan Malang-Kediri dan Malang-Jombang. Ngantang berhawa dingin pada ketinggian 870 M dpl. Asal usul penamaan Ngantang sampai sekarang masih menjadi perdebatan. Nama Ngantang diduga terkait isi prasasti yang berasal dari masa Raja Jayabhaya (1135 M). Isi prasasti pengesahan anugerah untuk penduduk desa Hantang karena telah berjasa dan setia pada kerajaan Panjalu (dalam perang melawan kerajaan Jenggala). Dalam hal ini Jayabhaya adalah raja yang berhasil mengalahkan Jenggala dan mempersatukannya kembali dengan Kediri. Dalam prasasti terdapat cap kerajaan bergambar Narasimha berupa semboyan Panjalu Jayati yang mungkiin artinya Kediri Menang. Batas wilayah (kecamatan) Ngantang di sebelah utara dan barat adalah kecamatan Kasembon; di sebelah timur kecamatan Pujon; di sebelah selatan kecamatan Gandusari (Blitar). Penduduk kecamatan Ngantang mayoritas suku Jawa yang berkebudayaan Jawa Arekan. Jumlah penduduk sekitar 60 ribu jiwa yang tersebar di 13 desa: Banjarejo, Banturejo, Jombok, Kaumrejo, Mulyorejo, Ngantru, Pagersari, Pandansari, Purworejo, Sidodadi, Sumberagung, Tulungrejo dan Waturejo (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Ngantang di sebelah barat Malang yang menjorok masuk wilayah Kediri? Seperti disebut di atas, secara geografis wilayah Ngantang berada di wilayah (kabupaten) Kediri, tetapi secara geopolitik (administrasi wilayah pemerintahan sejak era Pemerintah Hindia Belanda) masuk wilayah (kabupaten) Malang. Wilayah Ngantang menjurus ke Batu Malang di lereng gunung Kawi dan gunung Kelud. Lalu bagaimana sejarah Ngantang di sebelah barat Malang yang menjorok masuk wilayah Kediri? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Ngantang Sebelah Barat Malang Menjorok Masuk Wilayah Kediri; Menjurus ke Malang di Lereng Gunung Kawi–Gunung Kelud

Seluruh pembagian wilayah administrasi pemerintahan di Indonesia pada masa ini, sejati memiliki sejarah yang panjang. Secara umum adalah sejarahnya, ada alasannya dan ada sebab yang mendahuluinya. Demikian juga pada masa ini adanya pemekaran, baru dapat dikabulkan diratifikasi jika telah mempertimbangkan semua aspek, termasuk aspek sejarahnya. Dalam sejarah pembentukan wilayah administrasi di masa lampau (secara legal dengan dokumen legalitas), apapun yang menjadi sebabnya kemudian berakhir di dalam satu perundingan/perjanjian yang kemudian diundangkan (diumumkan) ke public.


Pada masa yang lebih tua, bahkan pada zaman kuno, meski penarikan batas wilayah belum tegas, tetapi hanya sekadar cukup dengan membayangkan suatu kawasan luas seperti pulau, lanskap tertentu yang dibatasi oleh tanda-tanda alam seperti laut/danau, gunung/bukit dan sungai, suatu otoritas didirikan dalam suatu perjanjian, apakah karena kalah dalam perang (penggabungan) atau suatu penyerahan sukarela (digabungkan). Pada era Hindoe Boedha pengumuman itu dimaklumkan dalam bentuk prasasti-prasasti. Demikian juga yang terjadi pada masa sebelum dan sesudah VOC/Belanda. Tentu saja tidak lagi klaim wilayah dsan batas-batasnya digurat di batu, tetapi dibuat dalam bentuk lain seperti kulit kayu, daun, bamboo yang kemudian menyusul penggunaan kertas yang ditulis dalam dua atau lebih aksara dan bahasa dengan menambahkan lampiran berupa sketsa/peta wilayah yang dimaksudkan. Otoritas dalam hal ini dapat silih berganti (rezim) namun batas wilayah umumnya merujuk pada batas-batas wilayah yang diakui rezim sebelumnya plus menambahkan atau mengurangkan jika muncul hal baru (ratifikasi ulang). Dalam konteks inilah terbentuknya wilayah Ngantang.   

Secara historis wilayah Malang sudah dikenal sejak lama. Adanya kerajaan-kerajaan kuno seperti Kediri, Singosari dan Majapahit di masa lampau mengindikasikan adanya otoritas, terbentuknya wilayah kekuasaan dan karena dengan demikian terbentuk relasi antara raja atau yang dirajakan dengan penduduk yang menjadi subjek. Pada fase akhir masa kuno (era Hindoe Boedha) tersebut berlanjut pada fase baru (Demak/Jepara dan Mataram baru). Klaim baru dari Mataram terhadap seluruh Jawa termasuk Jawa bagian timur, akhirnya menimbulkan pemberontakan, satu yang terpenting dalam hal ini pemberontakan Pangeran Trunajaya dari Madura. Perang tidak terhindarkan, kahadiran VOC menjadi satu soal baru (Mataram bekerjasama dengan VOC).


Pada era VOC ini, setelah takluknya Makassar (kerajaan Gowa) oleh VOC, di Jawa. pangeran Trunajaya dari Madura tahun 1670an menyerang Mataram. Akhirnya perang yang lebih luas tidak terhindarkan. Di satu pihak Trunajaya dibantu oleh kekuatan eks Gowa yang dipimpin oleh Gelesong, dan di pihak lain Mataram (Soesoehoenan) dibantu oleh VOC yang didukung pasukan pribumi asal Bugis dan Ambon. Singkat cerita pasukan perlawanan dikalahkan di Kediri pada November 1678 dan kemudian para pemimpin perlawanan ditangkap tahun 1679 Trunajaya di Antang dan Galesong di Malang (lihat Daghregister, 29-11-1679). Dalam perkembangannya diketahui Trunajaya meninggal 2 Januari 1680 yang mana sebelumnya Galesong wafat 21 November 1679. Tamat sudah pemberontakan terhadap Mataram. Cikal bakal otoritas VOC dimulai.

Dalam Perang Jawa pertama ini (Mataram di satu pihak, Madura/Makassar di pihak lain dan VOC di pihak lain lagi), status wilayah district Malang dan Antang menjadi penting. Mataram (Soesoehoenan) mendapatkan kembali wilayah klaimnya hingga sejauh Kediri, tetapi kemenangan yang terjadi di district Antang dan district Malang dapat dikatakan sepenuhnya oleh VOC plus pasukan pribumi dari Bugis dan Ambon. Sejak inilah terjadi perjanjian Mataram-VOC dimana wilayah pantai utara Jawa dan pantai timur Jawa hingga sejauh Antang dan Malang diserahkan kepada VOC (yang juga diserahkan wilayah Jawa bagian barat). Di atas wilayah otoritas VOC inilah kemudian pemerintahan VOC dijalankan (untuk wilayah Malang/Antang ibu kota ditetapkan di Malang) yang kemudian dilanjutkan hingga Pemerintah Hindia Belanda.


Pada masa pendudukan Inggris (1811-1816), batas-batas wilayah yang ada tersebut yang dilanjutkan Inggris yang juga mengklaim wilayah Soesoehoenan (karena itu Raffles juga merelokasi kedudukannya dari Buitenzorg ke Semarang). Setelah Pemerintah Hindia Belanda dipulihkan (ibu kota di Batavia), wilayah otoritas Soesoehoenan juga dipulihkan sebagai wilayah Vorstenlandan (Soerakarta dan Jogjakarta). Namun tidak lama kemudian terjadi Perang Jawa (1825-1830), kembali Soesoehoenan berkejasama dengan Batavia (dalam hal ini Pemerintah Hindi Belanda). Situasi keamanan dan ketertiban dapat dipulihkan di Vorstenlanden, tetapi implikasinya sebagian wilayah Soesoehoenan diserahkan kepada Pemerintah Hindia Belanda seperti wilayah Salatiga, wilayah Banyumas dan wilayah Bagelan serta wilayah Madioen dan wilayah Kediri. Pada akhirnya Soesoehoenan dan Soeltan hanya memiliki otoritas di wilayah Soerakarta dan Jogjakarta saja. Sejak tahun 1830 (pasca Perang Jawa/Pangeran Diponegoro) sejatinya wilayah (province) Oost Java terbentuk (hingga ini hari). Batas-batas wilayah (Residentie) Kediri di sebelah timur langsung berbatasan dengan batas-batas lama sejak era VOC yakni hingga batas wilayah (district Malang dan Antang). Wilayah Kediri di pantai selatan Jawa hingga batas district Blitar yang berbatasan dengan wilayh distrik Sengoro (Malang).

Bentuk wilayah (district) Antang (kemudian disebut Ngantang) yang terkesan masuk di wilayah Residentie Kediri sejatinya telah melalui perjalanan sejarah yang panjang. Meski sesame di wilayah Oost Java, status wilayah (district) Antang/Ngantang tentu sangat berarti bagi pemangku pekepntingan di wilayah (afdeeling) Malang yang mana salah satu districtnya adalah Antang. Wilayah yang begitu luas di masa lampau (dan masih abu-abu), menjadi wilayah dengan batas-batas yang sangat tegas (hitam vs putih) pada era Pemerintah Hindia Belanda dan tentu saja hingga berlanjut ini hari. Mengapa?


Sebenarnya Pemerintah Hindia Belanda tidak terlalu mempersoalkan populasi penduduk wilayah tertentu berafiliasi kemana dengan siapa di tingkat lokal, yang menjadi rujukan Pemerintah Hindia Belanda adalah bagaimana populasi penduduk mendukung tujuan Pemerintah Hindia Belanda seperti bersedia membangan jalan dan jembatan untuk mendukung perdagangan (ekonomi pemerintah) tanpa membedakan agama. ras/suku atau kepada siapa populasi penduduk beraja. Secara administrasi pemerintahan, Pemerintah Hindia Belanda juga memiliki kepentingan untuk memenuhi unsur efisiensi dan efektivitas interaksi perdagangan dan masalah pengaturan pemerintahan (permerintah pusat/local). Di berbagai wilayah, tidak hanya di Jawa, juga di Sumatra dan pulau-pulau lainnya, ada wilayah yang direorganisasi kembali untuk memenuhi tujuan pemerintah tersebut, tetapi khusus untuk di wilayah (afdeelinhg) Malang, district Malang ini tetap berada di wilayah Malang karena tidak ada halangan spasial. Meski Kediri dan Malang dipisahkan oleh pegunungan (Kawi. Kelud dan Arjuna), tetapi ada celah lalu lintas yang intens antara Malang dengan Antang melalu Batu dan Poedjon. Inilah sebab Antang secara geografis berada di wilayah (residentie) Kediri tetapi secara administrative pemerintahan/ekonomi masuk wilayah Malang. Semua itu bermula dari masalah geopolitik di masa lampau.   

Tunggu deskripsi lengkapnya

Menjurus ke Malang di Lereng Gunung Kawi–Gunung Kelud: Sejak Pangeran Trunojoyo dan Untung Suropati

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar