Laman

Jumat, 07 April 2023

Sejarah Banyumas (28): Ajibarang, di Jalur Pegunungan Antara Pantai Utara dan Pantai Selatan; Ajibarang di Residentie Banjoemas


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyumas dalam blog ini Klik Disini

Ajibarang konon merupakan sebuah kadipaten (kabupaten) yang didirikan oleh seorang pendatang dari wilayah kerajaan Galuh Pakuan yang bernama Jaka Mruyung. Negeri Galuh Pakuan merupakan sebuah negeri yang masuk dalam wilayah Kerajaan Pajajaran. Kisah bermula Adipati Galuh Pakuan bernama Munding Wilisberangkat memiliki putra bernama Jaka Maruyung yang dikabarkan hilang. Munding mencari lalu bertemu seorang bernama Ki Maranggi. Sementara itu dalam perjalanan mencari orangtua Maruyung tiba di suatu tempat kawasan pakis aji. Maruyung akhirnya menjadi raja di kadipaten Kutanegara. Lalu ibu kota kadipaten dipindahkan ke hutan pakis aji yang pernah disinggahinya. Hutan pakis aji itu diberi nama Ajibarang. Jaka Mruyung adalah adipati Ajibarang yang pertama (lihat https://www.mikirbae.com/2022).


Ajibarang adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Banyumas. Kecamatan Ajibarang terletak di bagian barat Kabupaten Banyumas, sekitar 18 km dari pusat kabupaten yaitu kota Purwokerto. Jumlah penduduk Kecamatan Ajibarang pada 2014 adalah 93.415 jiwa. Luas wilayah Kecamatan Ajibarang mencapai 66,50 km² yang terdiri dari 15 desa. Pusat pemerintahan dan ekonominya berada di wilayah desa Ajibarang Wetan dan Ajibarang Kulon atau biasa kenal dengan nama Kota Ajibarang. Nama-nama desa di kevamatan Ajibarang: Ajibarang Kulon, Ajibarang Wetan, Banjarsari, Ciberung, Darmakradenan, Jingkang, Kalibenda, Karangbawang, Kracak, Lesmana, Pancasan, Pancurendang, Pandansari, Sawangan, Tipar Kidul, Parakan. Batas wilayah di utara kabupaten Brebes dan kabupaten Tegal; di timur kecamatan Cilongok; di barat kecamatan Pekuncen dan kecamatan Gumelar; di selatan kecamatan Wangon. Kota Ajibarang dilintasi persimpangan jalan nasional tengah pulau Jawa. Jalan Nasional menghubungkan Tegal di utara dengan Cilacap. (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Ajibarang, jalur pegunungan antara pantai utara dan pantai selatan? Seperti disebut di atas, wilayah Ajibarang adalah wilayah strategis yang menghubungkan ke tiga kota: Cirebob, Purwokerto dan Cilacap. Pada awal era Pemerintah Hindia Belanda Ajibarang menjadi salah satu afdeeling di Residentie Banjoemas. Lalu bagaimana sejarah Ajibarang, jalur pegunungan antara Cirebon dan Purwokerto? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Ajibarang, Jalur Pegunungan Antara Pantai Utara dan Pantai Selatan; Ajibarang di Residentie Banjoemas

Fakta bahwa masa kini Ajibarang begitu penting, karena Ajibarang menjadi salah satu penghubung antara wilayah pantai utara dan wilayah pantai selatan Jawa. Awalnya dijadikan penghubung jalan darat, lalu kemudian diikuti penghubung jalur kereta api (Tegal/Brebes/Chirebon ke Purwokerto/Banyumas). Wilayah Ajibarang dalam hal ini adalah suatu celah terbuka jalan akses dari wilayah pantai utara dan wilayah pantai selatan Jawa.


Dalam peta-peta VOC nama Adjibarang belum/tidak diidentifikasi. Hanya nama Banjoemas yang sudah diidentifikasi. Pada Peta 1817 di wilayah (district) Banjoemas, nama-nama tempat yang diidentifikasi antara lain: Banjoemas, Bandjar Negara, Poerbalingga, Poerwokerto, Adibarang dan Tjilatjap. Nama Adjibarang sendiri kali pertama dilaporkan oleh Raffles. Ini dapat dibaca dalam suratnya bertanggal 17 April 1815 dimana Raffles melakukan pejalanan dinas dari Bandoeng ke Soeracarta via Bandoeng, Soekapoera, Banjoemas dan Kedoe. Dalam laporan ini juga disebut Raffles dari Chirebon menuju ke padalaman di selatan di Dayuluhur, lalu Maganang dan kemudian sampai ke Adji Barang. Kampong/desa Adjibarang menurut Raffles adalah bagian dari (district) Dayuluhur. Apa yang menarik dalam pejalanan Raffles dari Dayuluhur ke Adjibarang, jalannya yang sulit melalui hutan belantara, lembah dan sungai serta di perjalanan mereka dihadang oleh harimau dan menemukan banyak tapir. Sayang sekali mereka tidak menemukan jejak gajah di kawasan tersebut. Bolej jadi sudah punah. Pada Peta 1753 kawasan sebelah timur Dajeuhloehoer ini diidentifikasi sebagai habitat gajah. Catatan: Dalam laporabn Raffles tidak terinformasikan district Dajeuhloehoer masuk wilayah residentie mana? Pada era pendudukan Inggris (1811-1816) empat diantara 16 residentie di Djawa adalah Chirebon, Tegal, Preanger dan Kedoe (seperti kita lihat nanti, residentie baru dibentuk: Bagelen dan Banjoemas).

Pada awal pembentukan cabang Pemerintah Hindia Belanda di wilayah district Banjoemas (pasca Perang Jawa 1925-1830) dimana dibentuk Residentie Banjoemas dengan ibu kota di Banjoemas pada tahun 1831, wilayah Ajibarang dijadikan sebagai satu regentschap dengan mengangkat bupati di Adjibarang. Dalam Almanak 1832 diangkat empat bupati, salah satunya di Adjibarang (Raden Adipati Merto Di Redjo). Tiga bupati lainnya di Banjoemas, Bandjarnegara dan Poerbalingga. Ini mengindikasikan nama Ajibarang saat itu begitu penting, tentu saja karena wilayahnya juga penting. Di Residentie Banjoemas, residen berkedudukan di Banjoemas, yang dibantu tiga Asisten Residen di Bandjarnegara, Poerbalingga dan Adjibarang.


Pada tahun 1835 Residen Banjoemas pertama JE de Sturler mengakhiri jabatannnya. Sebagai poenggantinya telah diangkat G de Sriere (lihat Javasche courant, 15-07-1835). Sejak 1834 nama Poerwokerto menjadi penting karena gudang dan pakhuis berada di Poerwokerto. Pangkat bupati di Banjoemas dan di Adjibarang setingkat, sama-sama dengan gelar Raden Adipati (sedangkan di Bandjarnegara dan Poerbalingga sama-sama Raden Toemenggoeng).

Pada tahun 1835 pemerintah mengangkat asisten residen F van Olden yang ditempatkan di Poerwokerto, residentie Banjoemas (lihat Javasche courant, 06-07-1836). Ini mengindikasikan bahwa ibu kota afdeeling (regentschap) direlokasi dari Adjibarang ke Poerwokerto. Dalam Almanak 1836 Residen Banjoemas adalah G de Sriere. Sementara asisten residen di Poerwoikerto masih dijabat pejabat lama DA Varkevisser. Bupati Raden Adipati Merto Di Redjo sudah disebutkan berkedudukan di Poerwokerto.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Ajibarang di Residentie Banjoemas: Pembangunan Jalan Darat dan Jalur Kereta Api Pegunungan

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar