Laman

Kamis, 13 April 2023

Sejarah Banyumas (40): Gempa Banyumas dan Catatan Gempa Masa ke Masa; Sebaran Gempa Vulkanik - Gempa Tektonik di Jawa


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyumas dalam blog ini Klik Disini

Gempa dapat diakibatkan peristiwa vulknik dan juga akibat peristiwa tektonik. Dampak dari gempa tektonik cenderung lebih besar. Wilayah Banyumas selain jalur gempa, kejadian gempa juga kerap terjadi bahkan hingga masa ini. Namun bagaimana catatan gempa di wilayah Banyumas kurang terinformasikan.

Puluhan Rumah di Banyumas Rusak Akibat Gempa Bumi. Sabtu, 16 Desember 2017. Suara.com. Puluhan rumah di Kabupaten Banyumas mengalami kerusakan akibat gempa. Kepala Pelaksana Harian Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Banyumas Prasetyo Budi Widodo: "Berdasarkan laporan sementara yang kami terima, jumlah rumah yang mengalami kerusakan sekitar 30 unit, sebagian diantaranya roboh. Kami masih terus mendata jumlah rumah dan bangunan yang rusak akibat gempa," Ia mengatakan puluhan rumah yang mengalami kerusakan tersebar di 10 kecamatan terdampak gempa, yakni Pekuncen, Ajibarang, Kedungbanteng, Jatilawang, Banyumas, Sumpiuh, Sokaraja, Purwokerto Timur, Cilongok, dan Kalibagor. Selain merusak rumah warga, kata dia, gempa berkekuatan 6,9 SR yang terjadi pada Jumat (15/12), pukul 23.47 juga mengakibatkan dinding RSUD Banyumas dan RS Siaga Medika Banyumas retak-retak. Prasetyo mengatakan banyak warga dari sejumlah desa di Kecamatan Nusawungu, Kabupaten Cilacap, yang sempat mengungsi ke Sumpiuh, Banyumas, pascagempa. Menurut dia, warga yang berasal dari daerah pesisir selatan Kabupaten Cilacap itu khawatir tsunami benar-benar terjadi. "Namun setelah kami berikan penjelasan, mereka memahami dan kembali ke rumah masing-masing ketika peringatan dini tsunami dicabut oleh BMKG (https://www.suara.com/)

Lantas bagaimana sejarah gempa di Banyumas dan catatan gempa masa ke masa? Seperti disebut di atas, wilayah Banyumas juga terbilang rawan gempa, namun bagaimana sejarahnya kurang terinformasikan. Dalam hal ini bagaimana gempa vulkanik dan gempa tektonik. Lalu bagaimana sejarah gempa di Banyumas dan catatan gempa masa ke masa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Gempa di Banyumas dan Catatan Gempa Masa ke Masa; Sebaran Gempa Vulkanik dan Gempa Tektonik

Gempa di wilayah Banyumas sudah sejak lama ada. Gempa yang terjadi pada tahun 1867 menjadi heboh karena luasnya dampak gempa yang terjadi: Cirebon, Pekalongan, Banjoemas, Bagelen, Semarang, Djokdjokarta dan Surakarta. Dengan memperhatikan wilayah-wilayah yang terkena dampak cukup parah pusaran gempa diduga terjadi di pedalaman Jawa bagian tengah. Apakah gempa tersebut bersifat vulkanik? Tentu saja harus diingat bahwa pada masa itu teknologi pengamatan gempa belum canggih.


Algemeen Handelsblad, 29-07-1867: ‘NB Hand., memberitakan ‘Musibah dahsyat melanda Jawa Tengah. Di dini hari kelam ini, gempa dahsyat menyebabkan kerusakan besar di banyak tempat tinggal, terutama di tempat tinggal Djokjokarta. Hilangnya banyak nyawa manusia juga disesalkan. Rincian bencana ini sebagian besar masih diketahui hanya melalui telegram. Javasche Courant 11 Desember berisi tentang ini: “Pada malam tanggal 9 tanggal 10 Juni lalu, warga Cheribon, Pekalongan, Banjoemas, Bagelen, Semarang, Djokdjokarta dan Surakarta merasakan gempa dahsyat yang menyebabkan beberapa kerusakan. Di kamp Cina di Pekalongan, sebuah batu suci telah runtuh, menghancurkan rumah bambu tetangga lainnya; dua wanita dan dua anak tewas, sementara tiga orang lainnya kurang lebih tewas. Rumah tinggal dengan bangunan tambahan, kantor dan bangunan pemerintah lainnya di Banjoemas mengalami kerusakan yang parah, di kamp Cina di Poerworejo (Bagelen), beberapa rumah roboh, dan banyak bangunan pribadi yang rusak berat. Di Sapoeran (Ledok) 'rumah pengawas dan gudang kopi ambruk; Kawodanan sebagian besar hancur; Sementara rumornya, pabrik teh Tandjoes juga ikut tumbang. Rumah tinggal dan barak djajang secars di Samarang mengalami keretakan yang nyata. Benteng Willem I dan barak di sebelahnya tidak terlalu menderita. Di Banjoe-biroe, lantai atas barak artileri tak berpenghuni telah runtuh. Di Djokdjokarta hampir tidak ada bangunan yang luput dari kerusakan, sedangkan hilangnya beberapa nyawa manusia, baik orang Eropa maupun pribumi, sangat disesalkan. Gudang rempah-rempah dan lantai atas barak di Djokdjokarta sangat menderita; dua tentara Eropa terluka. Di Surakarta tidak ada kecelakaan lain yang diketahui selain kerusakan ringan pada bangunan." Dilihat dari telegram pribadi, informasi ini masih bisa dikatakan sangat optimis. Tidak ada satu rumah pun di ibukota Djakjokarta yang tetap dalam kondisi layak huni, dan beberapa pabrik telah selesai dibangun. hancur Menurut laporan terbaru, jumlah orang yang meninggal ada 80, termasuk 12 orang Eropa. Gempa ini juga dirasakan di Batavia, tetapi tetap tidak merugikan’.

Ukuran gempa pada fase itu dilihat dampaknya secara fisik, belum seperti sekarang dengan skala SR. Ukuran fisik ini seperti bangunan batu yang runtuh, korban jiwa dan sebaran peristiwa yang terjadi. Dalam laporan-laporan surat kabar (yang juga di majalah/jurnal) deskripsi gempa mencatat tempat, waktu, arah gempa dan arah mata angin serta ukuran kekuatan gempa seperti getaran/ayunan dan gambaran situasi dan kondisi di rumah dan sebagainya. Sebaran/luasnya gempa tahun 1867 yang disebut di atas mirip dengan yang terjadi pada tanggal 4 Januari 1840 (lihat Java, deszelfs gedaante, bekleeding en inwendige structuur, 1849) dan yang terjadi pada tahun 1848 (lihat Nieuwe Rotterdamsche courant: staats-, handels-, nieuws- en advertentieblad, 21-11-1848).


Sudah menjadi tugas para pejabat di berbagai daerah melaporkan berbagai hal termasuk gempa bumi. Laporan-laporan ini segera dikomunikasikan termasuk mengirimkannya ke surat kabar via telegram. Laporan-laporan gempa di surat kabar ini juga menjadi penting bagi para peminat/ahli ilmu pengetahuan alam. Pada tahun 1851 terjadi dua kali gempa di wilayah Banyumas, pada bulan 29 September di selatan Banyumas dan 3 Oktober di wilayah Banjoemas (lihat Natuurkundig tijdschrift voor Nederlandsch-Indië, 1852). Gempa lagi dicatat pada tanggal 26 Februari 1861 di Poerbolinggo dan sekitar di wilayah Banyumas (lihat Javasche courant, 06-03-1861). 

Tunggu deskripsi lengkapnya

Sebaran Gempa Vulkanik dan Gempa Tektonik: Wilayah Banyumas

Pada tanggal 17 April 1955 terjadi gempa hebat di wilayah Banyumas (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 21-04-1955). Dampak paling parah terjadi di desa Legatan, Wonosobo. Diperkirakan sdebanyak 450 jiwa korban meninggal. Angka ini bukanlah angka yang kecil.


Gempa adalah kejadian yang berulang, apakah karena yang disebabkan peristiwa vulkanik maupun tektonik. Wilayah Banyumas sudah sejak lama diketahui sebagai salah satu wilayah yang terbilang rawan gempa. Wilayah Banyumas dalam hal ini meliputi seluruh residentie Banyumas. Seperti disebut di atas, catatan gempa di wilayah Banyumas sudah ada sejak 1851. Salah satu pemicu gempa di wilayah Banyumas diduga dari aktivitas gunung api Slamet. Seperti diberitakan beberapa tahun sebelumnya, 20 Maret 1847 gunung Slamet menunjukkan kolom asap besar terbentuk (lihat Jaarboekje van wetenschappen en kunsten, bevattende: de meest belangrijke ontdekkingen en verbeteringen in het gebied der werktuigkundige, technologische en andere op nijverheid en landbouw toegepaste wetenschappen: natuurkunde, scheikunde, dierkunde, kruidkunde, delfstofkunde, aardkunde, weêrkunde, sterrekunde en statistiek, 1848). Ini mengindikasikan bahwa kejadian gempa di wilayah Banyums sudah tercatat lebih dari satu abad. Gambar disamping adalah situasi dan konsisi gempa tahun 1955, rumah-rumah hancur rata dengan tanah.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar