Laman

Minggu, 30 Juli 2023

Sejarah Sepak Bola Indonesia (16): Stadion dan Pembangunan Lapangan SepakBola Era Hindia Belanda; Politik dan Komersialisasi


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Sepak Bola Indonesia di blog ini Klik Disini

Pada dasarnya bermain sepak bola bisa dimana saja, asalkan bola yang disepak dapat berguilir. Demikianlah bermula permainan dan pertandingan sepak bola dimulai di suatu lapangan. Lapangan yang awalnya hanya ditarik garis untuk membentuk empat persegi panjang dengan memasng tiang gawang di dua sisi yang berlawanan. Tidak semua tempat memiliki lapangan yang ideal, tetapi di berbagai kota di Indonesia semasa Pemerintah Hindia Belanda umumnya dipilih di dalam lapangan kota (aloen-aloen atau esplanade). Dalam perkembanganya dibangun stadion (yang dikhususkan untuk bermain sepak bola).


Stadion VIJ (Vijveld) merupakan sebuah stadion sepak bola yang digunakan oleh klub sepak bola Hindia Belanda Voetbalbond Indonesische Jacatra (VIJ), yang didirikan pada tahun 1928, dan pada tahun 1950 klub sepak bola tersebut berganti nama menjadi Persija Jakarta. Stadion VIJ menjadi bagian dari sejarah klub sepak bola Jakarta. Sebelum merdeka, stadion ini dibangun untuk bersaing dengan klub sepak bola pemuda pribumi Belanda di Indonesia, NIVB. Saat itu NIVB atau Nederlandsch Indische Voetbal Bond dalam bentuk 1918 terdiri dari orang-orang Belanda yang berdiri sebagai pemain anti-pribumi. Merasa didiskriminasikan, sejumlah pemuda Indonesia dengan mendirikan VIJ yang berkantor pusat di Petojo pada tahun 1928. Karena menjadi markas klub VIJ maka lapangan bola ini dinamai "VIJ". Stadion yang dibangun oleh pendiri Persija, Mohammad Husni Thamrin senilai 2000 Gulden dimanfaatkan sepenuhnya oleh asosiasi sepak bola pribumi, lapangan ini digunakan oleh asosiasi sepak bola asli pertama di Jakarta, yaitu VIJ. Pada tahun 1950, VIJ secara resmi bernama Persija dan memindahkan basisnya ke Stadion Menteng, Jakarta (Wikpedia).

Lantas bagaimana sejarah lapangan sepak bola dan pembangunan stadion sejak era Hindia Belanda? Seperti disebut di atas, awalnya bermain sepak dapat dimana saja, tetapi dalam perkembangannya lapangan kota dianggap tidak kondusif lagi sehingga muncul gagasa pembangunan stadion memenuhi kebutuhan (seperti standardisasi, kebijakan politik/program maupun komersialisasi). Lalu bagaimana sejarah lapangan sepak bola dan pembangunan stadion sejak era Hindia Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Lapangan Sepak Bola dan Pembangunan Stadion Era Hindia Belanda; Politik dan Komersialisasi

Salah satu klub utama di Belanda ada di Den Haag. Den Haag sendiri adalah ibu kota baru (negara) Belanda. Namun pada mulanya permainan dan pertandingan sepak bola di dekat rawa dan tanahnya agak basah dan jika hujan air tergenang. Lokasi lapangan tersebut yang dijadikan tempat bermain sepak bola berada di lapangan terbuka di Maliebaan. Lalu pada tahun 1895 mulai diusulkan sudah saatnya ditinggalkan begitu saja oleh anak-anak muda bermain bola (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 22-05-1895).


Disebutkan lebih lanjut ada usul bahwa ada tempat terbuka yang tersisa di Avenue van Nieuw Osticja, yang akan segera disiapkan, dan ingin menggunakannya sebagai gelanggang olahraga untuk melokalisir para pecinta olahraga. Dengan demikian berkumpul bersama semua kegiatan kriket, tenis dan sepak bola dan kuda serta sepatu roda. Dalam berita tersebut mengindikasikan kota Den Haag baru tengah merencanakan pembangunan gelanggang olahraga, dan sepak bola yang mulai digandrungi anak muda disehatkan dari lapangan lingkungan berawa, becek dan berlumpur. Foto: Awal pembangunan lapangan Esplanade di Medan (sisi utara-timur)

Di Den Haag belum membicarakan stadion, ketika para pemain sepak bola oleh pemerintah kota di Inggris telah membangun stadion kota. Yang dibicarakan di Den Haag adalah lapangan sepak bola (bukan stadion), tetapi salah satu area yang disiapkan di dalam gelanggang olah raga untuk bisa bermain sepak bola.


Mengapa para pemuda Den Haag tega bermain sepak bola di kawasan rawa-rawa? Saat itu sepak bola belum lama diintroduksi di Belanda, para pemuda di berbagai kota demam sepak bola. Oleh karena itu saat para pemuda di Den Haag bermain sepak bola di lapangan terbuka dekat rawa, permaian sepak bola belum lama di Den Haag. Itu mungkin berarti belum ada pertandingan sepak bola yang dilakukan. Lantas mengapa para pemuda tidak bermain sepak bola di lapangan yang lebih bagus di tengah kota? Di kota-kota Belanda, katakanlah lebih modern, biasanya setiap lapangan terbuka dijadikan taman dimana di tengah taman disediakan tempat duduk diantara tanaman dan pohon. Ini beberda dengan di kota-kota Indonesia (baca: Hindia Belanda), terutama di Jawa lapangan terbuka di tengah kota biasanya disebut alun-alun (esplanade). Suatu lapangan luas persegi yang hanya ditanami/ditutupi rumput dimana di masing-masing sisi lapangan dibangun jalan kota. Foto: Awal pembangunan lapangan Esplanade di Medan (sisi barat-selatan)

Pada tahun 1893 di Medan diadakan suatu pertandingan sepak bola antara kesebelasan Medan dengan kesebelasan yang datang dari Penang (lihat Sumatra-courant: nieuws- en advertentieblad, 02-01-1894). Pertandingan sepak bola ini dapat dikatakan pertandingan sepak bola di Hindia Belanda yang terinformasikan, Pertandingan ini juga dapat dikatakan pertandingan internasional, karena kesebelasan Penang berasal dari wilayh yueisdiksi Inggris di Penang yang menjadi bagian wilayah Strait Settlement. Pertandingan antara tim Penang dan tim Medan ini dilangsungkan di lapangan Esplanade (alun-alun) kota Medan.


Perbandingan antara kota Medan dan kota Den Haag saat itu tentu sangat berbeda jauh. Antara langit dan bumi. Bagaimana soal sepak bola? Sama-sama terbilang baru. Namun begitu para pemuda yang bermain sepak bola di Medan masih sangat terhormat bermain sepak bola di lapangan kota di tengah kota. Lapangan kota Medan yang disebut Esplanade dibangun tahun 1882. Suatu lapangan yang terawat dan terurus. Tentu saja tidak berawa sehingga bermain bola cukup nyaman dimana bola yang disepak dapat bergilir dengan baik dan di waktu hujang tidak becek-becek amat. Lapangan kota Esplanade tentu saja menjadi layak menerima tamu dari jauh dari negara seberang untuk melakukan pertandingan persahabatan (friendly match). Foto: Lapangan Esplanade 1893 dan peta tengah kota Medan

Berita-berita di atas, telah menggambarkan bagaimana awal sepak bola di Belanda dan di Indonesia, dimana lapangan, lapangan kota yang dijadikan sebagai tempat bermain sepak bola menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sepak bola itu sendiri. Ibarat lapangan sebagai raga, permainan sepak bola itu sendiri sebagai jiwa. Jadi jiwa raga permainan sepak bola apalagi pertandingan sepak bola berada di lapangan sepak bola sendiri. Dengan kata lain. Lapangan terbuka adalah infrastruktur permainan/pertandingan sepak bola.


Permainan sepak bola adalah salah satu olah raga yang dihubungkan dengan kesehatan jiwa dan raga. Jadi permainan sepak bola ada dalam urusan olah raga dan kesehatan. Permainan sepak bola, berbeda dengan senam dan biliar yang ramai saat itu, adalah permainan di alam/udara terbuka yang membuat sirkulasi udara dan metabolism tubuh yang dianggap sangat baik. Dalam hal inilah keutamaan sepak bola dalam berbagai permainan olahraga. Sedangkan pertandingan sepak bola adalah dalam urusan adu kemampuan (bermain sepak bola) yang berifat kompetitif dimana diantara dua tim yang bertanding ingin mencapai kemenangan. Dalam hubungannya dengan kemenangan inilah sepak bola menjadi menarik bagi warga untuk menonton dan datang langsung ke lapangan sepak bola. Dalam konteks ini olahraga khususnya sepak bola menjadi bagian dari hiburan, hiburan yang menarik untuk ditonton. Peta: Koningsplein di Batavia (1887)

Lapangasi Esplanade di Medan dapat dikatakan tonggak sejarah lapangan untuk permainan dan pertandingan sepak bola di Medan. Lapangan Esplanade di Medan ini masih eksis hingga kini yang lebih dikenal sebagai Lapangan Merdeka Medan. Lapangan Esplanade di Medan sejak 1893 terus digunakan oleh warga kota untuk bermain sepak bola. Bagaimana dengan di kota-kota lainnya di Hindia Belanda?


Sementara sudah ada sepak bola di Medan, dan sebelum ada sepak bola di Batavia, di Belanda sudah ada nama klub bernama FC Batavia. Bukan itu yang kita maksud. Sepak bola di Batavia baru terdeteksi pada tahun 1896. Ini bermula ketika didirikan klub olahraga di Batavia yang diberi nama Nederlandsche sportclub (lihat Rotterdamsch nieuwsblad, 30-03-1896). Klub olahraga ini terdiri dari kriket, tenis lapangan rumput, sepakbola, sepatu roda dan lain-lain. Klub olahraga ini, dewan terdiri dari J. Mijer sebagai Presiden, SW Severijn, Wakil presiden, Mr. EA Hoeffelman, Komisaris, CN Gruytcr, bendahara. H. Prange, sekretaris. Mereka ini semua adalah olahragawan terkenal di Belanda (yang kini bekerja di Batavia).

Dalam perkembangannya Nederlandsche sportclub yang kini berganti nama menjadi Bataiviasch Sportclub sudah membentuk tim-tim sepak bola. Dalam konteks inilah kemudian di Batavia terinformasikan pertandingan sepak bola perdana akan diselenggarakan ke publik antara tim Nimmer Vermoeid vs Trapper pada hari Minggu 27 Februari 1898 pukul lima sore di lapangan Koningsplein di Gang Scott (lihat Bataviaasch nieuwsblad mulai edisi 26-02-1898).


Pertandingan sepak bola antara tim Nimmer Vermoeid dan Trapper di bawah naungan Bataiviasch Sportclub yang diduga merupakan pertandingan sepak bola perdana di Batavia. Ini terjadi pada tahun 1898. Sedangkan sepak bola sendiri diperkenalkan secara resmi di Batavia pada tahun 1896. Jika membandingan pertandingan sepak bola perdana di Medan (1893), maka pertandingan sepak bola perdana di Batavia hanya beda lima tahun (tidak terlalu jauh). Jika introduksi sepak bola sudah dimulai di Medan tahun 1890 dan di Jakarta baru tahun 1896, juga mengindikasikan perbedaan waktu yang tidak terlalu jauh. Sejauh ini, di tempat lain belum terinformasikan adanya sepak bola seperti di Bandoeng, Soerabaja dan Semarang. Lapangan yang digunakan untuk pertandingan sepak bola di Medan adalah di Esplanade, sedangkan di Batavia adalah Koningsplein (kini Lapangan Monas).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Politik dan Komersialisasi: Pembangunan dan Pengembangan Stadion di Berbagai Kota di Indonesia Masa ke Masa

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar