Laman

Minggu, 13 Agustus 2023

Sejarah Mahasiswa (16):Para Ketua Indische Vereeniging dan Nama Indonesia di Belanda Resmi; Soetan Casajangan hingga Ratulangi


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Mahasiswa dalam blog ini Klik Disini

Kesadaran berbangsa (bangsa Indonesia) sudah lama ada. Tonggaknya dimulai di Padang tahun 1900 saat mana didirikan organisasi kebangsaan pertama yang diberi nama Medan Perdamaian. Kesadaran berbangsa ini mulai berkembang dengan didirikannya organisasi kebangsaan yang baru Boedi Oetomo di Batavia dan Indische Vereeniging di Belanda pada tahun 1908. Indische Vereeniging bersifat nasional (baca: seluruh bangsa Indonesia).


Perhimpunan Hindia (Indische Vereeniging), kemudian dikenal Perhimpunan Indonesia (PI) adalah organisasi pelajar dan mahasiswa Hindia di Belanda yang berdiri pada tahun 1908. Indische Vereeniging berdiri atas prakarsa Soetan Kasajangan Soripada dan R.M. Noto Soeroto. Sejak Cipto Mangoenkoesoemo dan Soewardi Soerjaningrat masuk, pada 1913, mulailah mereka memikirkan mengenai masa depan Indonesia. Mereka mulai menyadari betapa pentingnya organisasi tersebut bagi bangsa Indonesia. Semenjak itulah Indische Vereeniging memasuki kancah politik. Waktu itu pula Indische Vereeniging menerbitkan sebuah buletin yang diberi nama Hindia Poetera, tetapi isinya sama sekali tidak memuat tulisan-tulisan bernada politik. Semula, gagasan nama Indonesisch (Indonesia) diperkenalkan sebagai pengganti Indisch (Hindia) oleh Prof. Cornelis van Vollenhoven (1917). Sejalan dengan itu, inlander (pribumi) diganti dengan Indonesiër (orang Indonesia). Pada September 1922, saat pergantian ketua dari Dr. Soetomo kepada Herman Kartawisastra nama organisasi berubah menjadi Indonesische Vereeniging. Saat itu istilah "Indonesier" dan kata sifat "Indonesich" sudah tenar digunakan oleh para pemrakarsa Politik Etis. Saat Iwa Koesoemasoemantri menjadi ketua pada 1923, PI mulai menyebarkan ide non-kooperasi yang mempunyai arti berjuang demi kemerdekaan tanpa bekerjasama dengan Belanda. (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah para ketua Indische Vereeniging dan nama Indonesia resmi di Belanda? Seperti disebut di atas Indische Vereeniging adalah kawah candaradimuka dalam kebangkitan bangsa Indonesia dan wadah pelajar/mahasiswa pribumi di Belanda dalam berjuang untuk mencapai cita-cita kemerdekaan. Dalam hal inilah penting posisi para ketua mulai dari Soetan Casajangan hingga Sam Ratulangi. Lalu bagaimana sejarah para ketua Indische Vereeniging dan nama Indonesia resmi di Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Para Ketua Indische Vereeniging dan Nama Indonesia Resmi di Belanda; Soetan Casajangan hingga Sam Ratulangi

Pada tahun 1913 Soetan Casajangan akan kembali ke tanah air. Tujuan utamanya, studi keguruan sudah selesai. Soetan Casajangan sudah mendapat akta guru MO tahun 1910 (tingkat pendidikan guru tertinggi). Soetan Casajangan juga sudah mendapat pengalaman mengajar sebagai guru di sekolah menengah Handelschool di Amterdam, dua tahun terakhir ini. Sambil mengajar dan menjadi pemimpin redaksi majalah Bintang Perniagaan, setelah jabatannya sebagai ketua Indische Vereeniging tahun 1911, Soetan Casajangan telah berhasil membentuk Studiefond. Sejak datang di Belanda (tahun 1903) Soetan Casajangan baru sekali pulang kampong pada tahun 1905. Dengan demikian, boleh jadi Soetan Casajangan merasa sudah waktunya kembali ke tanah air, untuk mengabdi kepada bangsanya di Hindia (baca: Indonesia).


Sebelum pulang ke tanah air, Soetan Casajangan sudah menulis buku monografi tentang Hindia yang menggambarkan latar belakang, dinamika penduduk dan sejumlah rekomendasi pembangunan yang diterbitkan di Barn. Pada tahun 1913 ini jumlah pelajar/mahasiswa Hindia di Belanda sudah sebanyak 40an orang (sudah meningkat ketika Soetan Casajangan mendirikan Indische Vereeniging tahun 1908 sebanyak 20an orang). Dalam rapat tahunan Indische Vereeniging akhir 1912, administrasi Studiefond sudah diserahkan dan diintegrasikan kepada pengurus baru Indische Vereeniging yang dipimpin Raden Noto Soeroto (menggantikan Hoesein Djajadiningrat). Berita kepulangan Soetan Casajangan ke tanah air, kemudian direspon Pemerintah Hindia Belanda, untuk memberikan posisi kepada Soetan Casajangan untuk menjadi direktur sekolah guru (kweekschool) di Fort de Kock (jabatan yang selama ini diisi oleh orang Belanda). Soetan Casajangan pada bulan Februari 1913 Soetan Casangan kembali ke tanah air (lihat Algemeen Handelsblad, 31-01-1913). Disebutkan kapal ss Koningin der Nederlandden akan berangkat tanggal 1 Februari dengan tujuan akhir Batavia dimana di dalam manifes kapal dicatat nama Soetan Casajangan Soripada. Sudah barang tentu ada sejumlah pelajar/nahasiswa yang mengantarkan Soetan Casajangan ke pelabuhan, paling tidak diantaranya, Abdoel Firman Siregar gelar Mangaradja Soangkoepoen yang tiba di Belanda 1910 studi di Handelschool Amsterdam yang juga menjadi sekretarisnya dalam pembentukan komite Studirfond, Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia yang tiba tahun 1911 dan sedang studi keguruan di Leiden untuk mendapat akta guru LO; dua guru muda Dahlan Abdoellah studi keguruan di Leiden dan Ibrahim Datoek Soetan Malaka studi keguruan di Rijkskweekschool di Haalem (dimana Soetan Casajangan mendapat gelar MO tahun 1910), yang keduanya alumni sekolah guru (kweekschool) di Fort de Kock yang belum lama tiba di Belanda tahun 1912; dan Sorip Tagor Harahap yang juga tiba di Belanda tahun 1912, alumni sekolah kedokteran hewan (veeartsenschool) di Buitenzorg yang melajutkan studi di Utrecht di Rijksveeartsenschool.

Soetan Casajangan berangkat dari pelabuhan Amsterdam tanggal 1 Gevruari 1913. Soetan Casajangan dengan segala sepak terjangnya di Belanda selama ini telah mendapat liputan surat kabar. Nama Soetan Casajangan juga diulas di berbagai majalah/jurnal semi akdemik sebagai sosok dengan isi pemikiran yang mendapat apresiasi yang luas dari kalangan orang-orang Belanda. Pengakuan terhadap Soetan Casajangan telah diwujudkan dalam berbagai bentuk. Tidak lama setelah Soetan Casajangan tiba di tanah air, WJ Giel mengungkapkan kekaguman terhadap potret seorang pelopor pribumi di Hindia Belanda bernama Soetan Casajangan di dalam sebuah artikel di Belanda berjudul ‘Een Inlandsch pionier in Nederland' yang ditulis/diterbitkan tanggal 23 Maret 1913. Nama Soetan Casajangan juga ditulis dalam artikel (n.l.de Batakker M. Soetan Casajangan Soripada)’ diterbitkan di Weekblad.voor Indie 10 (1913-14). Bentuk-bentuk pengakuan lainnya yang mengapresiasi tentang Soetan Casajangan antara lain:


Een Batakker over Indië. (Resumé eener lezing van R. Soetan Casajangan over: “Een en ander ter bevordering van den vooruitgang van Nederl. Indië").10 May 1913. Hilgebs (Th. J. A.). Een ontwikkelde Inlander (nl. Soetan Casajangan) over onderwijs en onderwijspolitiek. De School v. N. I. 3 (1912-13). Onze Koloniën: Een serie Monographieën bijeengebracht door R.A. van Sandick. Eerste reeks/first series (All publ.). [Eerste druk; First edition]. Essays Published by the Netherlands East-Indian San-Francisco Committee, Dept. of Agriculture, Industry and Commerce, Makalah 2-33 by G.C.T. van Dorp, 1914.

Soetan Casajangan seorang guru. Hanya seorang guru, yang mana guru tetaplah guru. Pada saat di Belanda baru terdapat sejumlah pelajar/mahasiswa, termasuk Hoesein Djajadiningrat (lulusan HBS Batvia) yang baru tiba tahun 1905, Soetan Casajangan menulis artikel yang dimuat pada edisi bulan Oktober 1905 majalah dwimingguan Bintang Hindia yang diterbitkan di Amsterdam. Arrikel itu berisi himbauan kepada pelajar di Hindia untuk datang studi di Belanda, gambaran perguruan tinggi yang sesuai dan persyaratan masuk dan persiapan yang diperlukan sebelum berangkat ke Belanda. Cara Soetan Casajangan ini tentu dapat dianggap visioner (mengingat saat artikel itu ditulis belum satu pun pribumi bergerlar sarjana). Terbukti, pelajar pribumi dari Hindia drastis meningkat termasuk Raden Noto Soeroto (lulusan HBS Semarang) 1907 yang pada akhir tahun 1908 jumlah pelajar/mahasiswa di Belanda sudah mencapai 20an orang (yang mana pada bulan Oktober, Soetan Casajangan berinisiatif dan menjadi ketua pertama Indische Vereeniging).


Jumlah pelajar yang datang ke Belanda dari tahun ke tahun semakin banyak. Salah satu diantaranya pada tahun 1911 adalah Loekman Djajadiningrat. Setelah menyelesaikan Pendidikan do Batavia, lulus ujian akhir pada tahun 1911 (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 07-06-1911), Loekman Djajadiningrat kemudian berangkat studi ke Belanda (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 09-08-1911). Loekman Djajadiningrat adalah adik Hoesein Djajadiningrat. Seperti kita lihat nanti, Raden Loekman Djajadiningrat baru diterima di Technische Hoogeschool di Delft pada tahun 1914 (lihat Delftsche courant, 19-12-1914). Jumlah pelajar yang cukup banyak tiba di Belanda terjadi pada tahun 1912, selain yang disebut di atas Dahlan Abdoellah dkk, juga ada nama Sam Ratoelangi.

Pada tahun 1913, pada tahun kapan Soetan Casajangan kembali ke tanah air, sudah ada sejumlah anggota Indische Vereeniging yang telah meraih gelar sarjana, terutama di bidang kedokteran termasuk Dr Abdoel Rivai. Soetan Casajangan sendiri mendapat akta guru MO pada tahhun 1910 dapat dianggap sebagai sarjana pendidikan (setara lulusan IKIP masa kini). Hoesein Djajadiningrat meraih gelar sarjana sastra tahun 1911 dan lalu diikuti gelar sarjana sastra Raden Kartono (abang RA Kartini) tahun 1912. Pada tahun 1913, Hoesein Djajadiningrat telah pula meraih gelar doctor (PhD) di bidang sastra dan filsafat di Leiden. Ini mengindikasikan bahwa mahasiswa pribumi di Belanda sejatinya dapat bersaing dengan orang Belanda di Belanda dan orang Belanda yang berasal dari Hindia.


Di Belanda juga sudah banyak pelajar Cina yang berasal dari Hindia. Ini mengindikasikan ada tiga kelompok pelajar/mahasiswa asal Hindia di Belanda, orang Belanda/Indo, orang Cina dan orang pribumi sendiri. Nama orang Arab atau Timur Asing lainnya, sejauh ini tidak ditemukan. Di Belanda, pelajar/mahasiswa Cina juga telah mendirikan organisasi yang diberi nama Chung Hwa Hui pada tahun 1911. Pada saat pendirian Chung Hwa Hui terdapat 15 pelajar/mahasiswa Cina asal Hindia. Sementara itu untuk orang Belanda/Indo tidak didasarkan pada kelompok social/ras, tetapi organisasi pelajar/mahasiswa Belanda/Indo asal Hindia beradasarkan minat studi, seperti organisasi mahasiswa Indologi. Meski demikian, di Belanda juga ada organisasi mahasiswa Belanda yang bersifat umum yang keanggotaannya mahasiswa Belanda di Belanda dan mahasiswa Belanda asal luar Belanda seperti dari Hindia, Suriname dan Curacao. Organisasi ini disebut Algemeneen Nederlandsen Verbond berkedudukan di Dordrecht.

Keberadaan organisasi pelajar/mahasiswa pribumi asal Hindia Indische Vereeniging sudah diketahui oleh mahasiswa Belanda. Demikian juga dengan Chung Hwa Hui. Gerakan yang terjadi di kalangan mahasiswa menjadi lebih mudah saling dipahami sesame mahasiswa. Tentu saja diantara mereka dengan sendirinya mudan dan dimungkinkan saling bertukar pandangan, lebih-lebih di antara anggota Indische Vereeniging dan Chung Hwa yang sama-sama asal Hindia. Peimikiran mahasiswa Hindia asal Hindia di Belanda telah menjadi menarik perhatian mahasiswa Belanda, dan terkesan sudah mulai ada kekhawatiran.


Bataviaasch nieuwsblad, 02-05-1913: ‘Pelajar/mahasiswa Hindia di Belanda. Pada pertemuan tahunan Alg. Nederlandsen Verbond (ANV), diadakan di Dordrecht, kata ketuanya, Dr. HJ Kieviet de Jonge, tentang orang Hindia yang belajar di Belanda. Dia berkata: Jumlah orang Hindia yang belajar di negara ini adalah empat puluh. Para wakil Hindia di dewan pusat dan ketua umum telah mengadakan pertemuan dengan beberapa diantara mereka (Belanda) untuk membahas pertanyaan sejauh mana Indische Vereeniging dapat bekerja sama dengan ANV. Jawabannya adalah: Para mahasiswa Hindia Belanda sedang mempersiapkan sebuah lingkungan kerja, masa depan mereka terletak di negara mereka sendiri. Mereka membayangkan, juga demi tujuan hidup, bekerjasama diantara mereka untuk kemajuan negaranya. Sayang sekali, bagaimanapun, studi profesional di akademi (perguruan tinggi di Belanda) memajukan seluruh pribadi mereka, dan hasilnya adalah pemuda Hindia kemudian kembali ke negaranya tanpa memperoleh pengetahuan yang hanya dapat bermanfaat bagi rakyatnya dalam lingkaran luas. Penduduk asli membutuhkan peningkatan kondisi ekonomi melalui penerapan alat dan proses yang efektif. Untuk mencapai hal ini diantara orang Jawa sederhana bukanlah tugas yang ringan dan pemerintah harus bekerjasama. dapat membantu mengimpor ke tanah air mereka sendiri. Panggilan yang bagus bagi banyak departemen untuk berkontribusi dalam hal ini!"

Mahasiswa Belanda di Belanda tampaknya di satu sisi terkesan meremehkan pelajar/mahasiswa pribumi asal Hindia, di sisi lain terkesan ada kekhawatira. Kerjasama antara Belanda dan pribumi sangat diharapkan mereka untuk membangun Hindia (Belanda) dan jika sebaliknya kekhawatiran terhadap kebangkitan nasionalis pribumi melalui pemimpinnya yang terpelajar (yang saat ini sudah mulai ada yang mencapau sarjana). Dalam hal ini Pendidikan tinggi dan terbentuknya Indische Vereeniging di Belanda telah menjadi satu wujud bargaining baru bagi pribuni terpelajar di mata para pelajar/mahasiswa Belanda terutama yang berasal dari Hindia. Bagaimana dengan pelajr/mahasiswa Cina asal Hindia di Chung Hwa Hui?

Tunggu deskripsi lengkapnya

Soetan Casajangan hingga Sam Ratulangi: Kebangkitan Bangsa Indonesia

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com


2 komentar:

  1. Kalo boleh saya minta sumbernya pak, verbeterd Inlandsch onderwijs sama De associatie-gedachte in de Nederlandsche koloniale politiek (modernisasi dalam politik kolonial Belanda). Karena ini menjadi sumber primernya bagi saya untuk meneliti pemikiran beliau pak. Saya mohon sebelumnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kirim alamat emailnya ke alamat email di atas, sementara saya coba cari dokomennya di file lama saya.Saya akan kabari jika sudah ditermukan.

      Hapus