Laman

Senin, 14 Agustus 2023

Sejarah Mahasiswa (18): Dr Goenawan Mangoenkoesoemo Studi ke Belanda; Boedi Oetomo, Dr Tjipto dan Indische Vereeniging


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Mahasiswa dalam blog ini Klik Disini

Siapa Dr Goenawan Mangoenkoesoemo? Yang lebih dikenal adalah Dr Tjipto Mangoenkoesoemo. Apa hubungannya dengan Dr Soetomo? Goenawan dan Soetomo, dua diantara pendiri Boedi Oetomo tahun 1908. Bagaimana Goenawan Mangoenkoesoemo di Belanda? Sorip Tagor Harahap, Dahlan Abdoellah dan Goenawan dalam Kongres Hindia di Belanda tahun 1917, mewakili anggota Indische Vereeniging mengusulkan nama Hindia Belanda menjadi Indonesia. Usul diadopsi, ketua sidang HJ van Mook mengetok palu. Tok!


Soetomo menguraikan panjang lebar berbagai kesan dan kenangannya, sebagai berikut: ‘Tuan ini adalah salah seorang dari sekretaris saya. Mas Goenawan Mangoenkoesoemo, seperti hampir semua dari keluarganya mempunyai pekerti dan rasa akan bahasa Belanda, ditambah dengan temperamennya (tangkasnya), maka tulisan- tulisannya dapat menggembirakan kawan, membuat panas hati dan merah telinga lawan-Iawannya. Sebagai keturunan Tjitrosoemo, sudah selayaknya Mas Goenawan ini adalah seorang pahlawan kita yang gemar pada keadilan dan kemerdekaan. Perasaan persamaan, semboyan dari kaum demokrasi, sungguh-sungguh hidup di dalam hati sanubarinya. Mengingati tabiatnya ini, tidak mengherankan kalau waktu berumur kira-kira 15 tahun dia sudah bertukar pikiran dengan orang-orang yang senang melihat perubahan keadaan adat-istiadat dan cara di dalam masyarakat kita. Polemik ini berturut-turut dilakukan di dalam suratkabar harian Java Bode. Mas Goenawan menyatakan sama sekali tidak setuju terhadap peraturan benuman bupati yang berdasarkan kekolotan, ketidakadilan, dan seterusnya. Sejak kelahiran Boedi Oetomo (1908) sampai wafat tahun 1929, Goenawan makin lama makin erat hubungan dengan saya, sampai-sampai tuan Tjipto Mangoenkoesoemo mengatakan, “Soetomo sekarang telah kehilangan dalangnya.” (https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/) 

Lantas bagaimana sejarah Dr Goenawan Mangoenkoesoemo? Seperti disebut di atas Goenawan Mangoenkoesoemo cukup dekat dengan Dr Soetomo, karena mereka berdua turut mendirikan Boedi Oetomo. Adik Dr Tjipto Mangoenkoesoemo ini di Belanda bergabung di Indische Vereeniging. Lalu bagaimana sejarah Dr Goenawan Mangoenkoesoemo? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Dr Goenawan Mangoenkoesoemo; Boedi Oetomo, Dr Tjipto Mangoenkoesoemo dan Indische Vereeniging

Setelah lulus sekolah dasar berbahasa Belanda, Goenawan Mangoenkoesoemo melanjutkan studi ke sekolah kedokteran Docter Djawa School/STOVIA di Batavia. Pada tahun 1904 Goenawan lulus ujian transisi naik dari kelas dua ke kelas tiga tingkat persiapan STOVIA (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 07-11-1904). Teman satu kelas antara lain R Soetomo dan R Slamet. Sementara itu pada kelas tertinggi Docter Djawa School lulus ujian transisi naik dari kelas lima ke kelas enam antara lain Abdoel Hakim Nasution, Abdoel Karim Harahap dan Tjipto Mangoen Koesoemo.


Pada tahun 1902 sekolah kedokteran pribumi (inlandsch) Docter Djawa School ditingkatkan dengan kurikulum baru. Namun lama studi tetap sama yang mana tiga tahun pertama tingkat persiapan dan enam tahun berikutnya tingkat medik. Nama sekolah diubah menjadi School tot Opleiding van Indische Artsen (STOVIA). Siswa yang diterima di STOVIA tidak hanya pribumi. Meski demikian, siswa-siswa Docter Djawa School terus menyelesaikan programnya sampai lulus, Pada tahun 1905 di Docter Djawa School lulus ujian akhir antara lain Abdoel Karim, Abdoel Hakim dan Tjipto (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 07-11-1905), Teman-teman mereka yang juga lulus adalah Roem. Mochtar, Iskat. Kamar dan Soemowidigdo. Abdoel Hakim dan Abdoel Karim dari Padang Sidempoean, Tjito Mangoenkoesoemo berasal dari Poerwodadi (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 27-11-1902). Dr Tjipto Mangoenkoesoemo adalah abang dari Goenawan Mangoenkoesoemo.

Pada tahun 1907 Goenawan lulus ujian transisi naik dari kelas dua ke kelas tiga tingkat medik (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 07-10-1907). Yang lulus ujian bersamaan juga R Slamet dan R Soetomo. Di atas mereka yang lulus ujian naik kelas empat antara lain J Warrow (dari Minahasa), yang lulus ujian naik ke kelas lima antara lain Mohamad Daoelay (Padang Sidempoean).


Pada tanggal 20 Mei di Batavia, sejumlah mahasiswa asal Jawa mendeklarasikan pembentukan organisasi kebangsaan yang diberi nama Boedi Oetomo ((lihat Bataviaasch nieuwsblad, 13-07-1908). Para deklator ini antara lain R Soetomo, Goenawan Mengoenkoesoemo dan R Slamet. Organisasi kebangsaan Boedi Oetomo akan melaksanakan kongres pertama pada bulan Oktober di Djogjakarta. Organisasi kebangsaan pertama didirikan di Padang pada tahun 1900 yang diberi nama Medan Perdamaian. Ketuka Medan Perdamaian yang pertama adalah Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda.

Menjelang kongres Boedi Oetomo di Djogjakarta, di STOVIA diumumkan hasil ujian transisi (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 19-09-1908). Dalam daftar yang lulus ujian transisi dari kelas tiga ke kelas empat medik antara lain Goenawan. Yang lulus bersamaan satu kelas adalah Latumeten, R Soeleman, R Djauhari, R Saleh, R Moehadjir, R Soemantri, M Ramelan, P Agustin, M Soekardjo dan AB Andu.


Dalam kongres Boedi Oetomo yang diadakan di Djogjakarta tanggal 4,5 dan 6 Oktober 1908 disepakati bahwa visi Boedi Oetomo (hanya) terbatas di Jawa dan Madoera. Para golongan muda seperti Goenawan dan Soetomo yang bervisi nasional (dari Sabang hingga Merauke) tidak bisa berbuat banyak karena kongres telah terkooptasi oleh para senior (yang bervisi kedaerahan) yang dipimpin Dr Soediro Hoesodo dkk. Desas-desus sebelumnya yang terdengar hingga ke Belanda, pada bulan Oktober 1908 Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan meminta Raden Soemitro mengirim undangan kepada semua mahasiswa pribumi di Belanda untuk berkumpul di kediamannya di Leiden. Pada pertemuaan yang diadakan pada tanggal 25 Oktober, semua sepakat membentuk organisasi (kebangsaan) mahasiswa pribumi di Belanda dengan nama Indische Vereeniging (Perhimpoenan Hindia). Lalu dibicarakan pengurus dan secara aklamasi sepakat Soetan Casajangan sebagai ketua dan R Soemitro sebagai sekretaris. Untuk komite penyusunan statuta (AD/ART) disepakati terdiri dari empat orang, Soetan Casajangan, Raden Kartono (abang RA Kartini), Hoesein Djajadingrat dan Raden Soemitro. Organisasi kebangsaan Indische Vereeniging memiliki visi yang sama dengan organisasi kebangsaan Medan Perdamaian di Padang yakni bervisi nasional. Soetan Casajangan adalah adik kelas Dja Endar Moeda di sekolah guru Kweekschool Padang Sidempoenan. Catatan: lahirnya Boedi Oetomo adalah lahirnya kebangkitan masyarakat (bangsa) Jawa, tetapi kebangkitan masyarakat lainnya, seperti di Pantai Barat Sumatra sudah lebih dulu terjadi. Kebangkitan masyarakat di Pantai Barat Sumatra adalah kebangkitan masyarakat bervisi nasional sebagimana juga digaungkan oleh masyarakat mahasiswa pribumi di Belanda (Indische Vereeniging).

Pada tahun 1909 Goenawan Mangoenkoesoemo lulus ujian naik ke kelas lima tingkat medik di STOVIA (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 15-09-1909). Pada tahun 1910 Goenawam lulus ujian naik ke kelas enam (lihat De Preanger-bode, 05-09-1910). Hingga sejauh ini Goenawan lancar dalam studi, tidak pernah ketinggalan kelas. Akhirnya Goenawan lulus ujian akhir dan mendapat diploma dokter djawa (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 15-04-1911).


Pada berita lain dalam edisi surat kabar tersebut Goenawan dan Soetomo ditempatkan di rumah sakit kota di Semarang. Dr Goenawan Mangoenkoesoemo setelah berdinas di Jawa beberapa waktu kemudian dipindahkan ke Kapahijang di Bengkoele. Pada tahun 1913 Dr Goenawan dipindahkan dari Kapahijang ke Djember di Besoeki (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 26-08-1913). Sebagai pengantinya dipindahkan Dr Antariksa dari Djember ke Kapahijang.  Dr Soetomo tahun sebelumnya telah dipindahkan dari Semarang ke Loeboe Pakam di Deli (lihat Deli courant, 07-03-1912).

Ada beberapa peristiwa yang dianggap penting pada tahun 1913. Soetan Casajangan kembali ke tanah air pada bulan Juli. Soetan Casajangan ketua Indische Vereeniging pertama lulus medapat akta guru LO tahun 1907 dan kemudian melanjutkan studi dan pada tahun 1910 mendapat akta guru MO (sarjana pendidikan). Pada tahun 1913 ini partai yang baru didirikan Indische Partiij di Bandoeng dianggap menentang otoritas pemerintah.


Tiga pimpinan partai Indische Partij diasingkan ke Belanda yakni Dr EFE Douwes Dekker, Dr Tjipto Mangoenkoesoemo dan Soewardi Soejadingrat. Mereka bertiga berangkat pada bulan September 1913 (lihat Algemeen Handelsblad, 07-09-1913). Peristiwa lainnya adalah Boedi Oetomo cabang Deli didirikan di Poelao Brayan dimana ketua terpilih adalah Dr Soetomo (lihat Deli courant, 26-05-1913). Disebutkan pada Sabtu malam diadakan pertemuan di sebuah rumah di Poeloe Brajan untuk pendirian cabang Boedi Oetomo. Hadir 56 orang Jawa, termasuk 11 tentara pribumi. Pertemuan itu selanjutnya dihadiri oleh seorang kepala polisi Eropa yang mengerti bahasa Jawa. Sebuah dewan diangkat dan anggaran rumah tangga dibuat. Dokter pribumi di Leeboeq Pakam, Raden Soetomo, terpilih sebagai ketua. Peristiwa lainnya adalah asisten dosen di sekolah kedokteran hewan Veeartsenschool di Buitenzorg, 

Setelah menyelesaikan dinas di Kapahijang Goenawan dipindahkan ke Batavia sebagai asisten dosen di STOVIA. Pada tahun 1914 di Batavia Dr. Soetomo baru pulang berdinas dari Deli. Dr. Soetomo tiba di Batavia hatinya pilu dan sedikit marah. Dr. Soetomo merasa perlu berbicara di tengah massa anggota Boedi Oetomo. Satu-satunya cabang Boedi Oetomo yang dipimpin oleh orang muda adalah Boedi Oetomo cabang Batavia yang dipimpin oleh alumni STOVIA yakni Dr Sardjito. Lalu Boedi Oetomo cabang Batavia mengadakan rapat umum (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 28-07-1914).


Rapat publik ini diadakan di gedung Boedi Oetomo di Gang Kwinie 3 yang mana tema yang dibicarakan Dr. Soetomo tentang kontrak kuli di Deli. Dalam rapat publik di Boedi Oetomo cabang Batavia Dr. Soetomo dalam pidatonya berapi-api. Dr. Soetomo menyatakan: ‘Kita tidak bisa hidup sendiri’. Dr. Soetomo melanjutkan, ‘Kita tidak bisa hidup sendiri, bangsa kita Jawa tidak bisa terkungkung, kuli-kuli asal Jawa sangat menderita di Deli atas perlakuan yang tidak adil dari para planter pengusaha perkebunan asing’. Dr. Soetomo melanjutkan: ‘Banyak orang Tapanoeli yang pintar, mereka ada dimana-mana...kita tidak bisa hidup sendiri lagi’.

Pidato ini tentu dicatat intel/polisi Belanda sebab dalam rapat umum ini turut hadir pejabat-pejabat pemerintah. Lebih-lebih belum lama terjadi kasus Komite Boemi Poetra dengan pamflet terkenal dari RM Soewardi yang kini diasingkan di Belanda bersama Dr. Tjipto dan Douwes Dekker. Mengapa Dr. Soetomo bersemangat dengan nasioalis. Sjarikat Tapanoeli di Medan, idem dito Medan Perdamian di Padang memiliki visi nasional sebagaimana Indisch Vereeniging di Belanda.


Apa yang diinginkan Dr. Soetomo di dalam rapat umum Boedi Oetomo di Batavia adalah bahwa menangani permasalahan kuli Jawa di Deli harus dilakukan secara nasional dengan bantuan suku/bangsa lainnya. Boedi Oetomo tidak bisa berpangku tangan soal poenalie sanctie di perkebunan-perkebunan di Deli. Catatan: Medan Perdamaian didirikan Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda di Padang 1900; Sjarikat Tapanoeli didirikan di Medan 1907 yang kini dipimpin Hasan Nasution alias Sjech Ibrahim; Indische Vereeniging didirikan di Leiden Belanda 1908 oleh Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan yang kini dijabat RM Noto Soeroto. Pidato Dr. Soetomo ini telah membuka wawasan baru bagi golongan muda Boedi Oetomo bahwa Boedi Oetomo meski dengan populasi 30 juta tidak bisa hidup sendiri. Boedi Oetomo harus kembali ke kittah Boedi Oetomo pada awal pendiriannya 1908 (ketika masih dipimpin golongan muda sebelum kongres di Jogjakarta).

Dr Goenawan yang sudah di Batavia, tentu saja mendengar pidato pidato Dr Soetomo di rapat umum Boedi Oetomo afdeeling Batavia. Di Batavia, pada tahun 1916, Goenawan turut berpartisipasi pembentukan asosiasi pemilih (anggota dewan) organ Pamitran. Dalam asosiasi ini termasuk Dr Hoesein Djajadiningrat, Kauw Kim An, Mr Hen dan Dr Sardjito, Soetan Toemenggoeng dan LJ Polderman (lihat De nieuwe vorstenlanden, 06-03-1916).


Dr Hoesein Djajadiningrat adalah alumni Belanda yang tiba di Belanda tahun 1905. Pada saat pembentukan organisasi Indische Vereening tahun 1908, dalam rapat Hoesein sebagai sekretaris sidang. Hasil rapat memutuskan Soetan Casajangan sebagai ketua. Sedangkan Dr Sardjito, seperti disebut di atas adalah ketua Boedi Oetomo cabang Batavia. Goenawan sendiri adalah salah satu pendiri Boedi Oetomo pada tahun 1908.

Pada bulan Juli, Dr Goenawan Mangoenkoesoemo sebagai dokter pemerintah mengajukan cuti untuk ke Belanda untuk melanjutkan studi. Permohonan ini dikabulkan pemerintah (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 14-07-1916). 


Apa yang mendasari Dr Goenawan ingin melanjutkan studi ke Belanda? Besar dugaan diantaranya ada dua kemungkinan yakni bahwa Dr Tjipto yang diasingkan ke Belanda tahun 1913 ingin melanjutkan studi di Belanda, tetapi mengalami sakit dan mendapat izin dari pemerintah untuk pulang ke tanah air pada tahun 1914 (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 24-07-1914). Kemungkinan kedua rekannya di asosiasi pemilih Batavia Dr Husein Djajadiningrat adalah ketua Indische Vereeniging yang kedua di Belanda (1911-1912). Seperti halnya Dr Soetomo, tampaknya Dr Goenawan sudah lebih menyadari arti penting persatuan diantara bangsa Indonesia (baca: pribumi).

Dr Goenawan dengan mantap berangkat ke Belanda (lihat Sumatra-bode, 30-12-1916). Disebutkan kapal ss Sindoro berangkat dari Batavia dengan tujuan akhir Nederland dimana dalam manifes kapal terdapat nama Goenawan Mangoenkoesoemo bersama istri. Di Belanda, Goenawan mengikuti studi kedokteran di Universiteit Amsterdam. Di Universitas ini beberapa tahun yang lalu sejumlah mahasiswa pribumi lulus dokter. Mereka itu adalah lulusan Docter Djawa School yang melanjutkan studi ke Belanda, antara lain Abdoel Rivai, F Laoh dan WK Tehupelory.


Pada tahun 1916 di Belanda sudah banyak pelajar/mahasiswa pribumi yang tergabung dalam Indische Vereeniging. Mereka antara lain Loekman Djajadiningrat (adik Hoesein Djajadiningrat), Notodiningrat, Sorip Tagor Harahap, Dahlan Abdoellah, Sjamsi Widagda. 

Pada awal tahun 1917 dengan semakin kuatnya Boedi Oetomo/kemajuan di Jawa, para mahasiswa asal Sumatra yang tergabung dalam Indische Vereeniging membentuk organisasi Sumatra Sepakat untuk mendukung kemajuan di Sumatra. Ketua Sorip Tagor Harahap, sekretaris Dahlan Abdoellah dan bendahara Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia dengan komisaris antara lain Mohamad Iljas dan Tan Malaka. Sorip Tagor lulus ujian transisi di Rijksveeartsenschoool di Utrecht dari kelas tiga ke kelas empay (lihat De Telegraaf, 23-09-1917).

 

De nieuwe courant, 14-10-1917: ‘Indische Vereeniging. Pada Sabtu malam, di Koffieguis di Zuid Holland diadakan rapat tahunan dan mengadakan pemilihan pengurus baru. Yang terpilih adalah RM Noto Dhiningrat (ketua), Soerjomihardjo (sekretaris), RM Tjohro-adi-Soerjo (bendahara), Baginda Dahlan Abdoellah (pengawas) dan RM Noto Soeroto (arsiparis). Sebagai delegasi dan pembicara Leidsche Indologencongjes diangkat Dahalan Abdoellah, penunjukan telah diterima. Memutuskan untuk mengadakan rapat umum pada hari Sabtu pertama setiap bulan, dimana topik-topik penting tentang tanah air akan dibahas, dan pertemuan luar biasa selanjutnya, jika memungkinkan kuliah, juga dari orang luar, akan berlangsung. Salah satu anggota secara sukarela memberikan ceramah di setiap pertemuan tentang ekspresi gerakan Hindia, yang tawarannya diterima dengan sepenuh hati oleh pertemuan tersebut. Kelompok-kelompok lokal juga akan didorong untuk mengadakan pertemuan secara berkala. Organ Hindia-Poetra selanjutnya akan muncul pada interval yang tidak teratur, seperti ceramah dan pengumuman sebelumnya, tetapi di mana artikel oleh anggota dan lainnya akan dimasukkan, dan bukan hanya risalah dan laporan tahunan’.

Indische Vereeniging yang didirikan tahun 1908 dengan ketua pertama Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan kini, di tahun 1917 akan memasuki usia sembilan tahun. Usia organisasi yang sudah mulai matang. Dengan terbentuknya Sumatra Sepakat di Belanda pada bulan Januari maka, Indische Vereeniging telah memiliki koneksi ke bawah, paling tidak dua organisasi daerah (Sumatra Sepakat dan organisasi nasional Jawa). Goenawan Mangoenkoesoemo yang sudah di Belanda tentu saja sebagai Boedi Oetomo sudah berafiliasi dengan Indische Vereeniging.


Dalam Kongres Hindia yang diadakan Vereenigin Indologen yang antara lain terdiri dari mahasiswa asal Hindia (Belanda/Indo. Cina dan pribumi) turut hadir. mahasiswa pribumi yang tergabung dalam Indische Vereeniging hadir dimana salah satu pembicara telah ditunjuk Dahlan Abdoellah. Mengapa? Dalam badan pengurus ada nama senior R Noto Soeroto dan Noto Dhiningrat. Catatan: Sorip Tagor yang termasuk paling senior diantara Sumatra Sepakat menjabat sebagai ketua.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Boedi Oetomo, Dr Tjipto Mangoenkoesoemo dan Indische Vereeniging: Sorip Tagor, Dahlan Abdoellah dan Nama Indonesia

Kongres Hindia akan diadakan pada tanggal 23 dan 24 November yang diintegrasikan dalam rangka Lustrum (mahasiswa) Indologevereeniging ke-3 yang akan diselenggarakan Indisch Studensneongres (lihat De Nederlander, 08-11-1917). Disebutkan lebih lanjut Baginda Dahlan Abdoellah (Amsterdam) akan mewakili Indische Vereeniging; Han Tjauw Tiong (Den Haag) dari Chiese Vereeniging Chung Hwa Hui. Kongres ini diketuai oleh HJ van Mook (lihat De nieuwe courant, 08-11-1917).


Het vaderland, 23-11-1917: ‘…Mr. Van Mook akhirnya menyampaikan harapan terbaiknya untuk kesuksesan kongres ini. . . Setelah itu, Baginda Dahlan Abdoellah, sebagai pembicara Indsche Vereeniging, diberi kesempatan untuk memperkenalkan proposisi berikut: Kami, orang Indonesia, di Hindia Belanda merupakan bagian utama dari penduduk Hindia dan karenanya kami memiliki hak lebih banyak untuk berpartisipasi dalam pemerintahan negara’. Catatan: Himpunan Mahasiswa Indologis, didirikan pada tanggal 2 Oktober 1902. Chung Hwa Hui didirikan tahun 1911. Kongres dihadiri sekitar 150 anggota kongres Yang berbicara dalam kongres juga Han Tjauw Tiong (lihat De locomotief, 05-03-1918)

Setelah lama nama Goenawan tidak terdengar, mulau terinformasikan. Boleh jadi Dr Goenawan yang terbilang sebagai pendatang baru, tengah sibuk persiapan, kuliah dan menghadapi ujian-ujian. Seperti halnya nama Soetan Casajangan di Indische Vereeniging, nama Goenawan Mangoekoesoemo diantara anggota Boedi Oetomo adalah legenda (salah satu pendiri). Generasi Soetan Casajangan (sudah kembali ke tanah air tahun 1913) yang masih berada di Belanda hingga tahun 1918 ini antara lain Raden Kartono dan Noto Soeroto.


Pada awal tahun 1918 di Belanda diadakan pertemuan dalam rencana peringatan 10 tahun perkumpulan orang Jawa yang mana sebagai ketua pertemuan M Soerjopoetro. Satu buku kenang-kenangan yang ditulis Sosro Kartono, Noto Soeroto dan Soerjaningrat yang mana ide penerbitannya dari Goenawan Mangoenkoesoemo, salah satu pendiri Boedi-Oetomo yang sekarang di Amsterdam (lihat De nieuwe courant, 04-03-1918). Panitia peringatan ditunjuk  Soerjopoetro, Soeriomihardjo dan Tjokroadisoerjo. 

Pada bulan Mei 1918 di Belanda diadakan peringatan 10 tahun Javaansch nationaal verbond (lihat Dalam Dagblad van Zuid-Holland en 's-Gravenhage, 22-05-1918). Perkumpulan orang Jawa tersebut terdiri dari semua aliran politik yang belajar di Belanda (termasuk anggota Boedi Oetomo/Jong Java yang berpusat di Jogjakarta). Dalam peringatan ini panitia mengundang orang Sumatra, Minahasa dan Ambon), sesuatu yang tidak pernah terjadi dalam Boedi Oetomo di Jawa. Panitia menegaskan bahwa mereka memberikan pengakuan terhadap "Budi Oetomo" sebagai. .’moedervereeniging’ orang Jawa yang mampu memberikan dorongan bagi pendidikan nasional, bersimpati dengan semua orang Indonesia dan menyatakan nasionalisme Jawa merupakan bagian dari nasionalisme Hindia. Semua orang Indonesia lainnya (Minahassers, Sumatras, Ambnese, dll.) sepakat dengan orang Jawa mengenai aspirasi nasionalis Hindia. Semua berjuang untuk menciptakan negara merdeka dan Hindia di masa depan. Hal ini terlihat dari pidato Dr. Tumbeïaka, yang berbicara atas nama orang Indonesia Maluku, dan Dahlan Abdullah mewakili Sumatranen. Pada jamuan makan siang Indonesia, solidaritas Indonesia terlihat.

 

Kehadiran Dr Goenawan Mangoenkoesoemo sangat penting di Belanda. Apa yang diinspirasi Dr Soetomo di Boedi Oetomo di afdeeliug Batavia tahun 1915 tampaknya sudah terealisasikan di Belanda. Goenawan Mangoenkoesoemo yang juga adik Dr Tjipto sangat berperan mencairkan kebekuan yang ada selama ini. Raden Kartono dan Noto Soeroto menerima Goenawan dengan sikap terbuka. Pada bulan Juni 1918 Goenawan lulus ujian teoritis kedokteran di Amsterdam (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 25-06-1918).

Setelah Kongres Hindia yang diadakan pada tahun 1917, suatu perjuangan politik yang lebih keras diantara anggota Indische Vereeniging mulai terasa. Salah satu mahasiswa yang memiliki dorongan politik paling kuat diantara anggota Indische Vereeniging adalah Sorip Tagor. Salah satu hasil dari Kongres Hindia tahun 1917 adalah nama Indonesia diadopsi. Juga telah dibentuk federasi organisasi Hindia (Indonesia Verbond van Studerenten).


Di Belanda sendiri sejatinya tidak ada Boedi Oetomo. Mahasiswa asal Jawa di Belanda, seiring dengan terbentuknya Indische Vereeniging lebih mengidentifikasi diri sebagai Javaansch nationaal verbond. Senior-senior orang Jawa di Belanda seperti Raden Kartono dan Noto Soeroto sejatinya tidak mengenal Boedi Oetomo. Raden Kartono di Belanda sejak 1896 dan Noto Soeroto sejak 1907. Bagaimana dengan posisi Goenawan Mangoenkoesoeomo sebagai pendiri Boedi Oetomo di Belanda? Sudah barang tentu, seperti halnya Soetomo, Goenawan juga bukan Boedi Oetomo di Jogjakarta, tetapi lebih condong Boedi Oetomo afdeeling Batavia. Oleh karena itu Goenawan yang kini di Belanda tidak kesulitan beradaptasi dengan (visi nasional) Indische Vereeniging.

Portofolio Dr Goenawan Mangoenkoesoemo yang tinggi diantara anggota Javaansch nationaal verbond di Belanda dengan sendirinya akan memiliki potensi untuk memimpin Indische Vereeniging. Dr Soetomo dan Dr Tjipto di Jawab oleh jadi sumringah dengan kehadiran Dr Goenawan di Belanda. Catatan: Dr Tjipto dan Soewardi Soerjaningrat diasingkan ke Belanda tahun 1913, Oleh karena sakit, Dr Tjipto dipulangkan ke Jawa, sementara Soerwardi hingga tahun 1918 masih di Belanda.


Pada pertemuan Indische Vereeniging tahun 1918 yang ke-10 Goenawan Mangoenkosoemo terpilih menjadi ketua Indische Vereeniging (lihat Het vaderland, 26-11-1918). Disebutkan orang Indonesia yang belajar di negeri ini, merayakan hari jadinya yang kesepuluh disini dalam sebuah pertemuan luar biasa. Dr Goenawan Mangunkusoemo, ketua yang baru diangkat, memimpin rapat yang dihadiri banyak orang, dan dalam pidatonya mengingatkan tujuan perkumpulan. Didirikan sebagai cerminan dari kelahiran Boedi Oetomo.

Goenawan Mangoenkoeosoemo menggantikan Noto Diningrat (adik Noto Soeroto). Lantas mengapa Goenawan menyatakan Indische Vereeniging sebagai cerminan kelahiran Boedi Oetomo? Apakah karena Goenawan salah satu pendiri Boedi Oetomo? Apakah Boedi Oetomo yang dimaksud Gpenawan adalah Boedi Oetomo afdeeling Batavia. Catatan: Boedi Oetomo memiliki visi nasional; sedangkan Boedi Oetomo pusat di Jogjakarta visi kedaerahan (lihat kembali pidati Dr Soetomo di rapat umum Boedi Oetomo afdeeling Batavia tahun 1915).


Yang jelas pada tahun 1908 didirikan Indische Vereeniging di Belanda dan Boedi Oetomo di Batavia. Gagasan pendirian Indische Vereeniging oleh Soetan Casajangan jauh sebelum bulan Juni 1908. Boedi Oetomo dibentuk di Batavia pada tanggal 20 Mei 1908 dimana hadir Goenawan Mangoenkosoeomo. Dalam kongres pertama Boedi Oetomo bulan September 1908 misi nasional Boedi Oetomo berubah menjadi bersifat kedaerahan setelah dikooprasi senior seperti Dr Wahidin (para anggota muda seperti Soetomo, Goenawan dkk gigit jari). Sementara itu Indische Vereeniging yang secara resmi dibentuk tangga; 25 Oktober 1908 memiliki haluan nasional seperti Medan Perdamaian di Padang. Sebagaimana diketahui pendiri Medan Perdamaian dan Indische Vereeniging adalah sama-sama lulusan sekolah guru Kweekschool Padang Sidempoean. Apakah Goenawan mulai memelintir sejarah Indische Vereeniging atau Goenawan tidak mengetahuinya. Dalam pertemuan tersebut Noto Soeroto memberikan sketsa asal-usul dan perubahan-perubahan Indische Vereeniging. Noro Soeroto mengisahkan ide pendiriannya didasarkan pada pangeran Solo Hadiwidjojo, yang saat itu tinggal disini, dengan tujuan pertama untuk mempromosikan hubungan antara orang Hindia di Belanda. Selanjutnya, asosiasi memberikan informasi kepada rekan senegaranya, yang pergi ke Belanda atau tiba di Belanda. Awalnya terdiri dari 6 anggota, asosiasi berkembang menjadi 23 orang. Berkat aktivitas R Soetan Casajangan dan RM Soemitro, keduanya di Leiden, Indische Vereeniging menjadi mapan. Tampaknya Noto Soeroto juga mempelintir sejarah asal usul Indische Vereeniging. Hal ini karena berbeda dengan uraian Soetan Casajangan yang dipublikasikan di surat kabar pada awal tahun 1909.

Pada tahun 1918 ini di Belanda kembali diadakan Kongres Indonesia (pengganti nama Kongres Hindia) yang juga terdiri dari Indo, Cina dan pribumi. Kongres tahun 1918 ini diketuai oleh JA Jonkman dengan tema pendidikan di Hindia, Dalam kongres ini berbicara antara lain Sorip Tagor, Dahlan Abdoellah dan Goenawan Mangoenkoesomo, Raden Sarengat dan Soewardi Soerjaningrat.


Pada tahun 1919 Goenawan Mangoenkoesoemo lulus ujiak akhir di Amsterdam dan mendapat gelar dokter (lihat De Maasbode, 08-10-1919). Goenawan disebutkan lahir di Patjangaan, afd. Jepara. Goenawan akan bersiap-siap untuk pulang ke tanah iar. Sementara itu tugas Goenawan di Indische Vereeniging telah berakhir dan digantikan oleh Dahlan Abdoellah. Lantas apakah Dahlan Abdoellah akan memberikan Riwayat Indische Vereeniging yang berbeda?

Pada awal tahun 1920 keluar surat keputusan dari Menteri Koloni. Dr Goenawan Mangoenkoesoemo diangkat sebagai dokter pemerinrtah ditempatkan di Hindia. Pada bulan April Goenawan kembali ke tanah air (lihat De avondpost, 02-04-1920). Disebutkan kapal ss Prinses Juliana pada tanggal 3 April berangkat dari Amsterdam dengan tujuan akhir Batavia dimana terdapat nama Goenawan dengan istri. Dari keterangan ini selama empat tahun (1916-1920) di Belanda, Goenawan dan istri belum memiliki anak.


Dari ratusan penumpang hanya Goenawan dengan nama non Eropa/Belanda. Tidak lama kemudian rekan Goenawan di Belanda, Sorip Tagor, lulus dari Rijksveeartsenijschool, Utrecht dan mendapat gelar dokter hewan (Dr) pada tahun 1920 (lihat De Tijd : godsdienstig-staatkundig dagblad, 02-07-1920).

Tunggu deskripsi lengkapnya



*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar