Laman

Kamis, 17 Agustus 2023

Sejarah Mahasiswa (23): Han Tiauw Tjong Doktor Teknik Cumlaude di Delft; Chung Hwa Hui - Indische Vereeniging di Belanda


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Mahasiswa dalam blog ini Klik Disini

Han Tiauw Tjong dapat dikatakan memiliki sejarah yang lengkap. Aktivis organisasi, pendidikan tinggi yang mencapai gelar doktor dan juga politisi di dewan. Han Tiauw Tjong sebagai berpendidikan tinggi juga aktif mengajar. Sejarah yang lengkap seperti Han Tiauw Tjong tidak banyak, ada beberapa antara lain Mr Dr Hoesein Djajadiningrat (gelar doktor 1913) dan Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia (gelar doktor 1933).


Han Tiauw Tjong Sia (1894–1940), was a prominent colonial Indonesian politician and engineer. He sat in the Volksraad for two terms (1924–1929, 1938–1939), and was a founding member of the centre-right political party Chung Hwa Hui. Han also served as a Trustee of the THS te Bandoeng from 1924 until 1940. Born in Probolinggo on February 1, 1894, Han came from the Surabaya branch of the Han family of Lasem, one of the oldest Peranakan dynasties of the 'Cabang Atas' gentry of Java (baba bangsawan) with a long tradition of public service. Han was the son of Han Biauw Sing, Luitenant der Chinezen of Kutaraja in Aceh (May 21, 1913, until September 12, 1918). Han Tiauw Tjong attended the ELS in Kraksaan, Probolinggo and the HBS in Semarang before leaving in 1911 for the Netherlands, where he continued his HBS education and studied at Delft University. He graduated as an engineer in 1921, and received his doctorate in 1922 after submitting his dissertation, published in 1922 by Nijhoff as De industrialisatie van China. While in the Netherlands, Han was active in Chung Hwa Hui Nederland. He occupied several board positions in the group (1916-1922), and served as its president (1919-1920). (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Ir Han Tiauw Tjong doktor teknik cumlaude di Delft 1922? Seperti disebut di atas Han Tiauq Tjong memiliki sejarah yang lengkap sebagai siswa Cina asal Hindia studi ke Belanda. Dalam hal ini penting Han di Belanda berada diantara Chung Hwa Hui dan Indische Vereeniging. Lalus bagaimana sejarah Ir Han Tiauw Tjong doktor teknik cumlaude di Delft 1922? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Ir Han Tiauw Tjong Doktor Teknik Cumlaude di Delft 1922; Chung Hwa Hui dan Indische Vereeniging di Belanda

Han Tiauw Tjing lulus ujian propaeduetisch werktuigkindig ingenieur tahun 1917 di Delft (lihat De Maasbode, 05-07-1917). Tidak terinformasikan kapan Han Tiauw Tjong berangkat studi ke Belanda. Juga tidak terinformasikan lulusan sekolah HBS mana Han Tiauw Tjong.  Selama di Belanda Han Tiauw Tjing akif dalam organisasi.


Pada tahun 1917 di Leiden diadakan Kongres Hindia. Kongres ini merupakan gabungan mahasiswa Indo/Belanda, Cina dan pribumi dari berbagai asosiasi. Dalam hal ini asosiasi mahasiswa pribumi Indische Vereeniging (Perhimpoenan Hindia) dan asosiasi mahasiswa Cina Chung-Hwa Hui. Ketua kongres adalah HJ van Mook, seorang Belanda kelahiran Semarang yang juga sebagai ketua Indololgi (himpunan mahasiswa Indologen di Belanda). Dalam kongres ini perwakilan mahasiswa Indische Vereeniging yang menyampaikan makalah mengusulkan nama Hindia menjadi nama Indonesia. Salah satu hasil keputusan rapat adalah nama Indonesia diadopsi. Selepas kongres dibentuk fedeasi yang disebut Indonesia Verbond van Studerenten (perhimpunan mahasiswa Indonesia). Diantara pengus bond baru ini adalah JA Jonkman dan Han Tiauw Tjong (lihat Het vaderland, 21-08-1918). Dalam rangka kongres yang akan diadakan nama kongres disebut Kongres Indonesia (sebelumnya Kongres Hindia). Kongres Indonesia 1918 disebut sebagai kongres pertama (mungkin merujuk pada terbentuknya Indonesia Verbond van Studerenten).

Pada tahun 1918 diselenggarakan Kongres Federasi Mahasiswa Indonesia (Congres Indonesisch Verbond) di Wageningen (lihat De avondpost, 31-08-1918).  Kongres ini turut dihadiri Han Tiauw Tjong. Dalam kongres ini sejumlah mahasiswa berbicara diantaranya Thung Tjeng Hiang, Soerjo Poetro, Goenawan Mangoenkoesoemo, Sorip Tagor Harahap, Samsi Sastrawidagda, Oei Lauw Pik, Zainoeddin Rasad, Han Tiouw Tjong, Sin Ki Aij dan Dahlan Abdoellah serta Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia.


Jumlah peserta kongres lebih dari 100 mahasiswa. Ketua Kongres adalah JA Jonkman (Kongres Hindia tahun 1917 diketuai oleh HJ van Mook). Federasi mahasiswa Indonesia sendiri memiliki lebih dari 700 anggota yang terdiri dari Hollander, Indonesier dan Chineesen ke dalam sejumlah organisasi. Dalam Kongres termasuk yang dibicarakan tentang keinginan masyarakat Indonesia (Hindia Belanda) untuk bebas menentukan nasib sendiri yang tidak terikat dengan Kerajaan Belanda. Namun demikian disebutkan bantukan kerajaan Belanda dapat diterima yang sesuai dengan Liga Bangsa-Bangsa.

Dalam Kongres Indonesia 1918, Han Tiouw Tjong berbicara yang pada intinya menginginkan Peraturan Pemerintah diubah sedemikian rupa sehingga penduduk Hindia akan terbagi menjadi warga negara Belanda, orang asing yang berasimilasi dan orang Indonesia. Peraturan pemerintah saat itu mendefinisikan Orang Timur Asing (seperti Cina dan Arab) yang dalam hal ini dianggap sebagai orang asing (sebagai tamu), sedangkan Han Tiouw Tjong ingin definisinya Orang Timur Asing sebagai orang yang menetap (karena sudah turun temurun). Dalam hal ini Han Tiouw Tjong ingin posisi orang Cina khususnya, dibedakan dengan orang Belanda (tamu), tetapi dianggap orang asing yang telah berasimilasi (bercampur dengan penduduk pribumi) yang bukan tamu lagi (penduduk menetap).


Senada dengan Han Tiouw Tjong, dalam Kongres Indonesia ini Sorip Tagor menyatakan lebih keras dan tegas lagj: ‘Sorip Tagor percaya bahwa sejarah menunjukkan bahwa Belanda di Hindia tidak selalu damai. Indonesia seharusnya tidak mencari kerja sama dengan Belanda, tetapi mengharapkan kepemimpinan dari Indonesia sendiri’. Mungkin pernyataan Sorip Tagor yang viral di surat kabar ini juga dibaca oleh Soekarno yang masih duduk di kelas dua di sekolah menengah HBS di Soerabaja dan Mohamad Hatta yang masih kelas empat HBS di PHS Batavia. Sorip Tagor lahir di Padang Sidempoean, satu kampung dengan Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan (pendiri Indische Vereeniging di Belanda tahun 1908).

Han Tiauw Tjong di Belanda menjadi ketua Chung Hwa Hui. Sementara itu ketua Indische Vereeniging adalah Goenawan Mangoenkoesoemo (adik Dr Tjipto Mengoenkoesoemo). Di dalam Indisch Vereeniging ada sub organisasi yang sudah eksis yakni Javaansch National Verbond yang diketuai oleh Soerjo Poetro (berbeda dengan Boedi Oetomo/Jong Java di Hindia, yang bersifat kedaerahan) dan Sumatra Sepakat yang diketuai oleh Sorip Tagor (berbeda dengan Sumatranen Bond/Jong Sumatranen Bond di Hindia, yang bersifat kedaerahan). Oleh karena itu semua yang tergabung dalam Inidisch Vereeniging adalah nasionalis. Sementara itu Chung Hwa Hui yang dipimpin Han Tiauw Tjong lebih bersifat nasional (Hindia/Indonesia).


Sementara itu baru-baru ini disebutkan Soewardi Soerjaningrat telah mendirikan Indonesisch Persburrau dimana akan merencakan untuk menerbitkan sejumlah monograf dimana pada edisi pertama Han Tiauw Tjong turut kontribusi (lihat Het vaderland, 08-11-1918). Penulis lain yang kontribusi adalah Baginda Dahlan Abdoellah, Goenawan Mangoenkoesoemo, RM Noto Soeroto, S Ratu Langie, G Soewarno, RM A Soerjo Poetro. S. Surya Ningrat, WK Tehupeiory, R. Turnbelaka dan Yap Hong Tjoea. Edisi pertama ini berjudul Het Indisch nationaal Streven. Soewardi Soerjaningrat adalah salah satu pendiri komite Boemi Poerta di Bandoeng tahun 1913 yang mengusung Indisch Partij. Namun kemudian para pendiri ini ditangkap dan diasingkan ke Belanda. Dr Tjipto Mangoenkoesoemo kembali ke tanah air tahun 1914 karena alasan penyembuhan sakit, sedangkan EF Douwes Dekker tetap di Eropa. Dalam perkembangannya Soewardi mengikuti studi keguruan dan kemudian mendapat akta guru LO. Soewardi sendiri aktif di Indisch Vereeniging yang kemudian aktif dalam organ Indisch Vereenining yakni majalah Hindia Poetra hingga kemudian munculnya Indonesisch Persbureau. Seperti kita lihat nanti, tidak lama kemudian pada bulan Agustus 1919 Soewardi Soerjaningrat kembali ke tanah air (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 07-08-1919).

Pada tahun 1921 Han Tiauw Tjong diketahui telah lulus ujian di Delft dan mendapat gelar insinyur. Hal ini diketahui pada bulan April 1921 Han Tiauw Tjong mengirim telegram ke Batavia saat mana diadakan pesta peringatan kelahiran Chung Hwa Hui yang ke-10 pada tanggal 14 April (lihat De nieuwe courant, 19-04-1921). Disebutkan dalam acara peringatan Chung Hwa Hui dibacakan beberapa telegram antara lain telegram dari ketua Chineezen-Vereeniging Chung Hwa Hui di Belanda, Ir. Han Tiauw Tjong. Catatan: Chung Hwa Hui didirikan di Belanda tahun 1911 (tiga tahun setelah pendirian Indisch Vereeniging tahun 1908).


Organisasi Chung Hwa Hui di Belanda didirikan pada tahun 1911. Pendirinya adalah  Be Tiat Tjong yang juga menjadi ketua yang pertama. Pendirian Chung Hwa Hui cabang Belanda ini, tiga tahun setelah organisasi pribumi Indische Vereeniging yang didirikan pada bulan Oktober 1908 di Leiden. Pendiri Indische Vereeniging yang juga sekaligus ketua pertama adalah Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan. Pada tahun 1921 ini para pengurus Dr Soetomo dkk telah mengubah nama Indische Vereeniging menjadi Indonesiasch Vereeniging.

Sebelum Han Tiauw Tjong lulus dengan gelar insinyur teknik mesin, pada bulan Desember 1920 Sorip Tagor lulus ujian akhir (2de helft) di Rijksveeartsenijschool, Utrecht dengan mendapat gelar dokter hewan (lihat Het Vaderland: staat- en letterkundig nieuwsblad, 30-01-1921). Sebelumnya pada tahun 1920 RM Soerachman Tjokrodisoerjo lulus ujian di Technische Hoogeschool te Delft gelar insinyur teknik kimia (lihat De Maasbode, 18-06-1920).


Ir Soerachman langsung pulang ke tanah air (lihat Het nieuws van den dag, 23-05-1921). Demikian juga dengan Dr Sorip Tagor. Dalam hal ini Ir Soerachman adalah insinyur pertama pribumi Indonesia dan Dr Sorip Tagor adalah dokter hewan pertama pribumi Indonesia. Catatan: Sekolah tinggi tekni di Delft sudah lama dikenal pelajar/mahasiswa asal Hindia. Yang pertama berhasil adalah Tan Tjoen Liang tahun 1894 dengan gelar insinyur. Pada tahun 1896 Raden Kartono diterima di Delft, namun dalam perkembangannya mengaligkan studinya di bidang sastra di Leiden. Pada tahun 1907 Mohamad Iljas diteriman di Delft, tetapi tampaknya tidak meneruskannya, boleh jadi karena lebih memilih pemain catur di Belanda (Mohamad Iljas selalu mengikuti kehuaran catur di Belanda). Seblum Han Tiauw Tjong sudah ada beberapa mahasiswa Cina asal Hindia yang sukses raih insinyur di Delft.

Han Tiauw Tjong setelah mendapat gelar sarjana, tampaknya belum puas, lalu kemudian melanjutkan studi ke tingkat doktoral, Pada tahun 1922 Han Tiauw Tjong berhasil meraih gelar doktor di Universiteit te Delft (lihat De Maasbode, 14-09-1922). Disebutkan di Universiteit te Delft promosi menjadi doktor di bidang teknik Han Tiauw Tjong pada tanggal 13 di Technische Hoogeschool dengan met lof (pujian atau cumlaude).


Besar kemungkinan Han Tiauw Tjong sudah lulu ujian pada bulan April tetapi secara baru diumumkan pada bulan September 1822. Hal ini terungkap sebagai berikut: Pada tanggal 4 Maret dalam pertemuan Chung Hwa Hui yang diadakan di Den Haag nama Han Tiouw Tjong sudah dicatat dengan gelar doktor (lihat De Preanger-bode, 11-04-1922). Disebutkan dalam pidato pengunduran dirinya, ketua Chung Hwa Hui yang mengundurkan diri, Dr. Han Tiauw Tjong, menguraikan kebangkitan China. Setelah itu, ketua baru, Be Tiat Tjong, berterus terang. yaitu pidato penerimaannya, dimana ia membahas posisi orang Cina di Hindia. ‘Kami orang Cina, mendukung orang Indonesia (baca: pribumi) sesama orang Asia dan kami sebagai orang Cina, bukan sebagai orang (pribumi) Indonesia, karena kami memang bukan. Dalam penutupan pertemuan kepada Han Tiouw Tjong diberi anggota kehormatan. Pernyataan Be Tiat Tjong ini seirama dengan pernyataan Han Tiauw Tjong di dalam Kongres Indonesia tahun 1918.

Sejauh yang diketahui, Han Tiauw Tjong dapat dikatakan orang kedua orang Cina asal Hindia yang meraih gelar doktor. Yang pertama adalah Oei Jan Lee dalam bidang hukum di Leiden pada tahun 1888. Dalam hal ini Han Tiouw Tjong berhasil mempertahankan desertasi dengan judul De Industrialisatie van China (lihat Het Vaderland: staat- en letterkundig nieuwsblad, 13-09-1922). Disebutkan Han Tiouw Tjong, insinyur mesin lahir di Probolinggo. Dengan topik itu diduga mengapa Han Tiouw Tjong mengambil tema kebangkitan China dalam pidato pengunduran diri dalam pertemuan Chung Hwa Hui bulan Maret.


Orang Indonesia yang telah meraih gelar doktor di Belanda hingga 1922 sudah ada beberapa mahasiswa. Yang pertama meraih gelar doktor (PhD) adalah Hoesein Djajadiningrat pada tahun 1913 di Universiteit te Leiden dalam bidang sastra dan filsafat dengan predikat pujian (cumlauede). Lalu kemudian disusul Dr. Sarwono (medis, 1919), Mr. Gondokoesoemo (hukum 1922) dan RM Koesoema Atmadja (hukum 1922). Catatan: Pada tahun 1922 yang menjadi ketua Indische Vereeniging adalah Dr Soetomo yang mengikuti studi kedokteran di Universiteit Amsterdam. Dr Hoesein Djajadiningrat adalah ketua Indische Vereeniging yang kedua tahun 1911 (setelah Soetan Casajangan 1908-1911).

Setelah kelulusan Han Tiauw Tjong bersama istri melakukan resepsi dengan mengundang sejumlah pihak di Restaurant Royal (lihat De Maasbode, 15-09-1922). Resepsi ini juga terkait dengan perpisahan karena keberangkatan mereka ke Cina dalam beberapa hari ke depan.


Dalam resepsi ini turut hadir promotor Prof Dr JH Valckenier, Konsuler Tiongkok di Den Haag, Wang Kouang Kij; para anggota Kedutaan Cina, dan beberapa teman Cina dan Belanda dari Han Tiauw Tjong. Tentu saja sebelum keberangkatan ke Cina, Han Tiouw Tjong kembali dulu ke tanah air. Ini dapat dilihat keberangkatan Han dengan kapal ss Prinses Jualiana dari Amsterdam pada tanggal 16 September dengan tujuan akhir Batavia (lihat Nieuwe Rotterdamsche Courant, 15-09-1922). Dalam manifes kapal tercatat nama Han Tiouw Tjong dengan istri beserta dua anak.

Setelah kepulangan Han Tiouw Tjong dari Belanda, desertasinya diterbitkan oleh sebuah penerbit Hijman di Arnhem dengan judul yang sama dengan desertasi (lihat Nieuwe Rotterdamsche Courant, 30-09-1922). Disebutkan harga buku f12. Sebelumnya juga pernah buku Soetan Casajangan (ketua Indische Vereeniging yang pertama) diterbitkan tahun 1913 berjudul Indische Toestanden Gezien Door Een Inlander' (negara bagian di Hindia Belanda dilihat oleh penduduk pribumi) yang diterbitkan di Baarn oleh percetakan Hollandia-Drukkerij.


Tidak diketahui apakah Dr Han Tiouw Tjong telah ke Cina. Yang jelas pada bulan April diberitakan Dr Han Tiouw Tjong berangkat dengan kapal ss Koningin der Nederlanden ke Sabang (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 27-04-1923). Dalam manifesr kapal tercatat nama Han Tiouw Tjong dengan istri beserta dua anak.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Chung Hwa Hui dan Indische Vereeniging di Belanda: Kongre Indonesia di Belanda hingga Volksraad di Batavia

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar