Laman

Selasa, 21 November 2023

Sejarah Catur (23): Juara Catur Indonesia Sejak Era Percasi, 1953;Master Pertama Han Liong Tan dan Para Grandmaster Indonesia

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Catur dalam blog ini Klik Disini

Juara catur adalah impian setiap pecatur di Indonesia. Bahkan sejak tempo doeloe semasa era Hindia Belanda. Juara catur mulai dari juara klub dan juara perserikatan (daerah dan nasional). Juara catur di turnamen internasional/dunia adalah impian lebih lanjut dari para pecatur berprestasi Tidak mudah naik untuk setiap jenjang kejuaraan/turnamen, tapi pecatur yang berhasil melampauinya itulah juara catur.


Utut Adianto Wahyuwidayat (lahir 16 Maret 1965) adalah seorang pecatur Indonesia. Ia sering dianggap sebagai pecatur terbaik yang pernah dimiliki Indonesia. Ia adalah Grandmaster (GM) dengan peringkat tertinggi di Indonesia saat ini. Pada tahun 1973, saat berusia 8 tahun belajar di klub catur Kencana Chess Club. Pada tahun 1978 memenangkan Kejuaraan Junior Jakarta pada usia 12; Juara Junior Nasional pada tahun 1979; memenangkan Kejuaraan Catur Indonesia 1982. Utut Adianto dianugerahi gelar Grandmaster pada tahun 1986 sebagai termuda Indonesia usia 21 tahun (kini rekor itu Susanto Megaranto pada usia 17 tahun). Antara 1995 dan 1999, Utut Adianto Utut Adianto mempertahankan peringkat Elo lebih dari 2600. Pada tahun 1999 berpartisipasi dalam kejuaraan dunia FIDE di Las Vegas. Utut Adianto kini adalah ketua Federasi Catur Indonesia (PERCASI), bersama Machnan R. Kamaluddin, Eka Putra Wirya dan Kristianus Liem. Utut Adianto mendirikan sekolah catur. Pada tahun 2005, Adianto dianugerahi gelar Pelatih Senior FIDE. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah juara-juara catur Indonesia sejak era Percasi? Seperti disebut di atas, juara catur adalah pecatur berbakat yang mampu melewati berbagai pertandingan dalam kejuaraan/turnamen catur. Gelar (master/grands master) diraih dalam kejuaraan. Master pertama Indonesia Han Liong Tan dan para grandmaster Indonesia. Lalu bagaimana sejarah juara-juara catur Indonesia sejak era Percasi? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.Link   https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Juara-Juara Catur Indonesia Sejak Era Percasi; Master Pertama Indonesia Han Liong Tan dan Para Grandmaster Indonesia

Juara catur Indonesia pertama sejak era Percasi (baca: Pertjasi) adalah Arovah Bachtiar. Itu terjadi pada tahun 1953 di Semarang. Saat itu perserikatan catur Djakarta belum bergabung. Pada kejuaraan catur Pertjasi tahun 1954, Baris Hutagalung mewakili Djakarta langsung menjadi juara. Sejak itu Arovah tidak pernah juara lagi. Juara catur Indonesia tetap dipegang Baris Hutagalung hingga Arovah Bachtiar menjadi juara pada tahun 1962.


Sejak tahun 1962 Baris Hutagalung tidak pernah lagi menjadi juara. Namun tidak lama muncul nama Ong Yok Hwa yang menjuari kejuaraan tahun 1965. Dalam konteks inilah dunia catur Indonesia menggeliat kembali di dunia internasional. Sepulang dari Olimpiade Baris Hutagalung mengundurkan diri dari catur, memilih bermain bridge. Pada kejuaraan berikutnya tahun 1967 Arovah Bachtiar kembali menjadi juara. Foto: Arovah Bachtiar (De Telegraaf, 12-01-1966).

Dalam olimpiade catur FIDE yang ke-17 tahun 1866 di Havana Indonesia berpartisipasi. Indonesia di Grup-2 bersama, Yugoslavia, Islandia, Indonesia, Austria, Turki, Mongolia dan Meksiko. Ada tujuh grup. Di Grup-6 terdiri dari Hungaria, Kuba, Belanda, Belgium, Venezuela, Tunisia, Panama, dan Libanon. Tim Indonesia            terdiri Arovah Bachtiar, Max Wotulo, Lim Hong Gie, Suwandhio, Baris Hutagalung dan Herman Suradiradja. Sementara di tim Belanda terdiri Bouwmeester, Lodeiwjk Prins, Zuidema, Langeweg, Ree, dan Kapsenberg (namun hanya bermain empat setiap pertandingan beregu).


Dalam tim Belanda ada juara catur Belanda Lodewijk Prins. Lantas mengapa tidak ada nama Ong Yok Hwa yang menjadi juara catur Indonesia? Ini mirip dengan olimpiade catur FIDE ke-14 di Leipzig yang mana tidak ada nama Baris Hutagalung juara catur Indonesia. Saat itu tim Indonesia tidak pernah bertemu tim Belanda. Sejauh ini Indonesia baru untuk kedua kali berpartisipasi olimpiade (1960 dan 1966). Tim Indonesia tahun 1960 adalah Han Liong Tan, Arovah Bactiar, Max Warulo dan D Panggabean.  

Hasil babak grup Olimpiade 1966 baik Belanda dan Indonesia tidak mampu masuk fase berikutnya (Final A, kelas pertama) tetapi sama-sama masuk Final B (kelas kedua). Ini dengan sendirinya tim Indonesia dan tim Belanda akan bertemu. Ini suatu kemunduran bagi Belanda sebab pada olimpiade 1960 masuk Final A, sementara Indonesia masuk Final C (kelas ketiga). Sedangkan bagi Indonesia tahun 1966 suatu kemajuan karena masuk Final B (menjadi bertemu Belanda).


Pecatur Belanda bukanlah pecatur yang tidak bisa dikalahkan. Grandmaster Lodewijk Prins pernah dikalahkah oleh Baris Hutagalung pada tahun 1956 ketika Prins melakukan tur ke Indonesia (tetapi menang melawan Arovah Bachtiar). Bouwmeester (saat itu masih masrer) pernah dikalahkan oleh Han Liong Tan di kejuaraan Bevewijk (Belanda) tahun 1960. Pada tahun 1961 Han Liong Tan menjadi juara Belanda (lebih dahulu daripada Lodewijk Prins). Jadi, pertarungan Indonesia dan Belanda di Final B akan seru. Seperti kita lihat nanti Hans Ree menjadi juara Belanda tahun 1967 dan Coen Zuidema tahun 1970.

Di Final B pada ronde ke 7 Indonesia bertemu dengan Belanda. Hasil bagi Indonesia tidak memuaskan. Lodewiij Prins mengalahkan Arovah Bachtiar; Coen Zuidema mengalahkan Max Watulo dan Langeweg mengalahkan Lim Hong Gie. Sementara Suwandhio mampu menahan remis Ree. Indonesia kalah dengan skor 3 ½ vs ½. Namun sebenarnya bukan Indonesia lemah, tetapi pecatur Belanda saat itu cukup kuat. Di dalam Final B ini hasil akhir Belanda berada di peringkat atas (sementara Indonesia dua terbawah).


Negara-negara dalam Final B ini adalah Netherlands, Poland, Austria, Switzerland, Israel, Finland, England, Colombia, Canada, Sweden, Belgium, France, Indonesia dan Scotland. Indonesia bermain imbang 2-2 dengan Austria, imbang dengan Swiss (2-2), menang lawan Skotland (3-1). Total Indonesia hanya mendapat poin 18 (Belanda sebanyak 37). 

Lantas mengapa Han Liong Tan tidak berada di dalam tim Indonesia seperti tahun 1960. Tan tahun 1965 masih berpartisipasi dalam turnamen catur di Belanda. Seperti disebut di atas yang menjadi juara Belanda tahun 1961 adalah Han Liong Tan. Namun mengapa Tan tahun 1966 di Havana tidak berpartisipasi dengan Indonesia. Apakah Tan sudah menjadi warga negara Belanda?


Hiong Liong Tan atau Tan Hoan Liong atau Hal Liong Tan (HL Tan).Tan mendapatkan gelar Master Internasional (IM) pada tahun 1963 di turnamen Hoogovensehaaktoernooi ke-25 di Berverwijk. Pada klassemen sementara Tan berada di peringkat kedua dengan poin 3 ½ (lihat Het vrije volk: democratisch-socialistisch dagblad, 14-01-1963). Pada posisi pertama bertengger Donner dan Parma masing-masing dengan empat poin. Tan akhirnya mendapat gelar master setelah mampu mendapatkan poin 6 ½ (lihat Twentsch dagblad Tubantia, 22-01-1963). Tan kalah dengan Donner (lihat Trouw, 25-01-1963). Akhirnya pada ronde 17 klassemen akhir posisi pertama adalah Donner dengan poin 12 dan Tan dengan poin 7 ½ (lihat Trouw, 28-01-1963). Jan Hein Donner pernah tiga kali uara Belanda (pada saat ini juara Belanda adalah Franciscus Kuijpers). Tan sendiri dalam hal ini pernah menjadi juara Belanda pada tahun 1961. Ini dimulai pada Schaak-kampioenschap. Pada ronde pertama Tan kalah dari Donner dan kemudian remis pada ronde kedua dengan van der Pol (lihat Algemeen Dagblad, 01-05-1961). Namun Tan bangkit dan hingga ronde kelima Tan memimpin dengan poin 3 1/2 (lihat De Volkskrant, 06-05-1961). Pada ronde ke 10 Tan berhasil juara dengan poin 7 ½ (lihat De waarheid, 15-05-1961). 

Tunggu deskripsi lengkapnya

Master Pertama Indonesia Han Liong Tan dan Para Grandmaster Indonesia: Utut Adianto

Utut Adianto menjadi juara catur junior di Indonesia pada tahun 1979. Namanya mulai dikenal di tingkat internasional Ketika memulai berpartisipasi di di turnamen internasional junior (under 15) di San Juan, bulan Agustus 1979. Dalam klassemen akhir Utut Adianto berada di posisi kedua. Pada posisi pertama adalah Thorstein dati Islandia dengan poin 7 ½ dari Sembilan game.


Utut Adianto dalam turnamen junior di San Juan, Puerto Riko sudah cukup baik mengingat usianya baru 14 tahun. Pecatur Indonesia yang bertanding di luar negeri sebelumnya jarang semuda tersebut. FKN Harahap pada tahun 1934 di Belanda pada usia 17 tahun. Han Liong Tan di Belanda pada tahun 1959 pada usia 20 tahun.

Utut Adianto meski masih muda sudah matang dalam permainan. Dalam suatu turnamen internasional yang diadakan di Jogjakarta Indonesia pada November/Desember 1983 Utut Adianto berpartisipasi. Dalam turnamen ini juga berpartisipasi juara Belanda Jan Timman. Ini untuk kesekian kalinya juara-juara Belanda bertanding dengan pecatur Indonesia.


Utut Adianto sudah disertakan dalam Olimpiade ke 25 di Lucerne tahun 1982. Tim Indonesia terdiri Ardiansyah, Edi Handoko, Utut Adianto, Ediwan Miolo, Nasib Ginting dan Achmad Fauzi. Indonesia berada di peringkat 27 dari 91 negara. Tidak buruk karena di atas Indonesia dari Asia hanya Filipina. Sementara itu tum Wanita yang terdiri Tamin, Wijayanti, Mun, S Punyanan berada di peringkat 24 dari 44 negara.

Dalam turnamen di Jogja 1983 ini juga ada pecatur dari Bulgaria, Hongaria, Amerika Serikat, Yugoslavia, Ono Soviet dan Filipina. Pecatur Indonesia lainnya yang berpartisipasi dalam turnamen ini adalah Ardiansyah (ketua Percasi). Ediwan Miolo, Gunawan, Edhi Handoko. Turnamen ini dimenangkan oleh Timman dengan poin 15. Dari Indonesia teratas hanya Gunawan di peringkat 9 dengan 10 ½ poin. Utut Adianto mendapat poin 6 ½. Pertandingan Portisch dari Hingaria dengan Utut Adianto.


Sejak 1970 pemeringkatan dalam catur mulai dilakukan dengan metode Elo. Pemeringkatan Elorating ini juga sangat menentukan seorang pemain catur untuk mendapat gelar (master dan grandmaster). Tambahan rating bagi pemain dipengaruhi oleh peringkat lawannya. Dalam hal ini, frekuensi pertandingan yang dilakukan seorang pecatur apalagi pada turnamen internasional dimana juga pecatur kuat berpartisipasi dapat dengan cepat meningkatkan peringkatnya. Turnamen dengan kriteri norma menjadi penting. Syarat minimal untuk menjadi grandmaster adalah elo rating 2500. Sebelum itu pada elo rating 2400 untuk master internasional dan 2300 untuk master FIDE.

Pada usia muda Utut Adiantor sudah banyak melakukan pertandingan pada tingkat internasional. Elo rating Utut Adianto sudah jauh meningkat pada tahun-tahun teakhir. Dalam turnamen yang diadakan di Islandia tahun 1986 Utut Adianto berpartisipasi. Utut Adianto dengan gelar MI berada diantara 74 peserta dimana terdiri dari 23 grandmaster dan 19 master. Disebutkan Adianto dari Indonesia sebagai pemain yang tidak dikenal. Namun situasi berubah Ketika Adianto membuat kejuatan dengan mengalahkan pecatur Tony Miles dari Inggris.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar