Laman

Minggu, 05 November 2023

Sejarah Catur (7): Juara Catur, Juara Klub, Juara Perserikatan, Juara Internasional dan Juara Dunia; Boris Kostich dan Max Euwe


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Catur dalam blog ini Klik Disini

Juara Catur Dunia adalah pemain yang telah memenangkan pertandingan atau turnamen Kejuaraan Dunia catur. Sebelum tahun 1886, tidak ada kejuaraan resmi yang diadakan, namun beberapa pemain dianggap unggul. Sejak tahun 1948, Federasi Catur Dunia FIDE mengadakan kejuaraan tersebut. Juara Dunia pra-FIDE 1921–1927 José Raúl Capablanca (Kuba); 1927–1935 Alexander Alekhine (Rusia Perancis); 1935–1937 Max Euwe (Belanda).


Machgielis "Max" Euwe (20 May 1901 in Amsterdam – 26 November 1981 in Amsterdam) was the 5th World Chess Champion, from 1935 to 1937. He was a Dutch chess grandmaster, mathematician, and author. He was not a full-time professional player; he got his PhD in pure mathematics in 1926, and worked as a school and college teacher. He was made Professor of Mathematics in 1964. Against all expectations, Max won the world chess championship in a match with Alexander Alekhine in 1935. Max used his teaching skills in chess as well as mathematics. He wrote 20 chess books, most aimed at helping the club player improve. He invented a subscription correspondence course called The Chess Archives, but known everywhere as Euwe's Archives. This gave teaching on chess openings, which were then an area of great weakness for club players. The Archives were published in Dutch, German and English, and helped to give professional help to amateur players. Euwe served as President of FIDE, the World Chess Federation, from 1970 to 1978. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah juara catur, juara klub, juara perserikatan, juara internasional dan juara dunia? Seperti disebut di atas juara catur adalah pemain catur yang berusaha memenangkan pertandingan dan menjadi juara (turnemen dan kompetisi) mulai dari tingkat klub hingga federasi; Bagaimana dengan master-master catur Eropa seperti Boris Kostich dan Max Euwe. Lalu bagaimana sejarah juara catur, juara klub, juara perserikatan, juara internasional dan juara dunia? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Juara Catur, Juara Klub, Juara Perserikatan, Juara Internasional dan Juara Dunia; Boris Kostich dan Max Euwe  

Meski sudah sejak lama permainan catur popular di Hindia Belanda, dan sudah terbentuk klub-klub catur di berbagai kota, termasuk di Medan, pertandingan catur yang ada hanyalah biasa-biasa saja. Artinya pertandingan catur, jika tidak di rumah dan atau kanto militer, di klub catur hanya dianggap sebagai pertandingan sesame para peminat catur saja. Namun situasi sedikit heboh di Medan tahun 1904, dimana diberitakan di dalam surat kabar Medan, buku yang diterbitkan di Jerman yang ditulis oleh seorang planter Langkat Armin von Oefele sudah diterbitkan. Judul buku tersebut adalah Das schachspiel der Bataker: ein ethnographischer Beitrag zur Geschichte des Schach.


Armin von Oefele adalah seorang asssiten perkebunan dimana kebunnya terdapat di Langkat. Armin von Oefele paling tidak tahun 1901 sudah diketahui di Langkat sebagai asisten plantation Bindjey Estate (lihat De Sumatra post, 13-07-1901). Armin von Oefele berkebangsaan Jerman kelahiran Cincinati (Amerika). Armin von Oefele tetap berada di Langkat hingga bukunya terbit di Jerman tahun 1904 yang kemudian diberitakan surat kabar De Sumatra post, 17-12-1904. Yang menjadi pertanyaan mengapa Armin von Oefele menulis buku itu dalam bahasa Jerman dan diterbitkan di Leipzig.

Apa yang mendasari Armin von Oefele menulis buku tersebut besar dugaan karena Armin von Oefele kalah bermain catur dengan jago catur dari pedalaman di Tanah Karo, Si Narsar. Sejak kekalahan itu, Armin von Oefele mempelajari catur dan sejarah catur di Tanah Batak dengan mendapatkan narasumber dari orang-orang Karo termasuk Si Narsar. Terbukti Armin von Oefele benar dan melakukan pekerjaan di luar pekerjaan utamanya sebagai planter. Buku Armin von Oefele inilah yang kemudian menjadi heboh di Medan, dan juga dengan cepat heboh di kota-kota di Jawa termasuk Batavia. Juara caturt ditemukan Armin von Oefele, bukan pecatur Eropa tetapi seorang siswa di sekolah guru di Brastagi di wilayah pedalaman Karo.


Sejak terbitnya buku Armin von Oefele, para komunitas catur di Hindia Belanda tampaknya hanya tertarik dan kerap membicarakan mengapa terdapat caturt tradisi di Tanah Batak, suatu permainan yang sebenarnya mirip dengan permainan Eropa. Orang Batak dianggap hanya sekadar pemain berbakat diantara penduduk pribumi di Hindia Belanda. Hingga sejauh ini rasa superioritas orang Belanda terhadap permainan otak itu hanya dipandang sebelah mata, suatu kisah dan gambaran indah tentang orang Batak tentang catur tanpa memiliki pengaruh terhadap jalannya sejarah caturt orang Eropa/Belanda di Hindia Belanda. Hal itulah mengapa sejauh itu tidak terlalu banyak pemberitaan di surat kabar siapa saja yang menjadi juara-juara catur di berbagai kota termasuk di Medan yang juga telah memiliki klub catur.

Kekalahan Armin von Oefele dari Si Narsar menjadi alasan baginya untuk menulis dan menyelidiki sejarah catur di Tanah Batak. Jelasd bagi Armin von Oefele menulisnya bukan untuk tujuan komersil. Boleh jadi Armin von Oefele menganggap orang Batak adalah kekecualian dalam dunia permainan catur. Armin von Oefele lebih pada keinginan untuk menyebarkan pengetahuan yang agak ganjil ini. Bagaimana dengan Si Narsar? Si Narsar, sebagaimana umumnya orang Batak di wilayah pedalaman, terus bermain catur sebagai suatu permainan diantara pria di jambur-jambur dan di sopo-sopo. Seiring dengan waktu tingkat permainan Si Narsar terus meningkat hingga klub catur Medan tahun 1910 mengundang Si Narsar untuk bertanding di Medan. Sejak inilah dunia catur di Hindia Belanda yang umumnya orang Eropa/Belanda tersentak.


Suarat kabar yang terbit di Medan Sumatra Post edisi 17 dan 18 Juni 1910 memberitakan kedatangan dua anak Batak dari Tanah Karo di Medan untuk menantang pemain catur terkuat dari orang-orang Eropa yang tergabung dalam klub catur di Medan. Klub catur Medan ‘Die Witte Societeit’ disebut juaranya adalah Mr. Platte. Pecatur kuat orang Eropa/Belanda di Medan itu dapat dikalahkan dua anak muda ini. Koran

Heboh di Medan, heboh juga di kota-kota di Jawa. Suarat kabar yang terbit di Hindia melansir pemberitaan catur dari Medan tersebut. Ternyata berita heboh di Medan itu segera mendapat perhatian sejumlah surat kabar di Belanda. Mungkin para editor olaharaga di Belanda sudah lama mendengar tentang catur orang Batak melalui buku Armin von Oefele.


Het nieuws van den dag: kleine courant, 16-07-1910: ‘…dua anak Batak, telah datang ke Medan dan bermain catur di klub "Die Witte Societeit" dan ingin menantang pemain catur terkuat orang Eropa/Belanda yang ada di Medan…koran ini memberi latar terhadap orang pedalaman ini..mereka (kedua anak muda itu) datang dari kampong di pedalaman, dimana biasanya mereka bermain catur di rumah atau bale-bale yang hanya menggunakan perangkat catur yang sangat primitif, bijih catur yang dibuat sendiri, papan catur hanya ada di lantai bale-bale yang digoret dengan pisau, dimana penonton hanya melihat dengan jongkok dan setengah penonton lainnya hanya bisa bergayut di tiang-tiang bale-bale namun semuanya serius memperhatikan permainan. Koran tersebut lebih lanjut menggambarkan pertandingan tersebut sebagai berikut: 'Sekarang mereka (kedua anak muda itu) yang kelihatannya sopan dan lugu telah duduk di kursi kayu bagus dan meja terbuat dari marmer, dan kelihatan mereka sangat khidmat untuk memainkan permainan ini. Mereka tidak tampak sakit (maksudnya kali grogi), tetapi mereka tampak tenang di bawah tatapan semua mata penonton (yang umumnya bule). Anehnya lagi, mereka enggan melihat muka lawan, dan selalu melihat ke bawah tetapi sesekali diam-diam mengintip wajah lawannya dari balik tangannya yang menyangga dagu/pipinya' suatu penggambaran yang humanis]).

Berita di Medan itu telah menguak siapa sesungguhnya juara catur di Medan. Juara catur di Medan adalah Mr. Platte. Selama ini tidak terinformasikan bagaiaman aktivitas permainan dan pertandingan catur di klub catur Medan. Idem dito dengan klub-klub catur yang ada di berbagai kota khususnya di Jawa. Kotak pandora bakat permainan catur orang pribumi mulai terbuka. Perasaan superioritas diantara pecatur Eropa/Belanda mulai was-was.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Boris Kostich dan Max Euwe: Pemain Catur di Indonesia Masa ke Masa

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar