Laman

Sabtu, 09 Desember 2023

Sejarah Bahasa (165): Rumpun Bahasa di Pulau Hainan, Hlai, Yao dan Utsul; Rumpun Bahasa Austronesia - Bahasa Austroasiatik


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini

Hainan adalah sebuah provinsi yang terkecil dan terselatan dari Republik Rakyat Tiongkok. Disingkat sebagai Qiong.  Beribu kota di Haikou. Pada tahun 2002, luasnya adalah 33.920 km². Penduduknya berjumlah 8.030.000 jiwa. Secara kebudayaan, Hainan berbeda dengan Republik Rakyat Tiongkok dari segi budaya dan bahasa. Ada kelompok etnis Melayu juga yang mendiami pulau Hainan dengan populasinya yang banyak juga.


Orang Hainan yang dikenal sebagai Hainan dan suku Hainan, biasanya merujuk kepada orang yang berasal dari Hainan, provinsi Tiongkok terkecil dan paling selatan. Istilah "Hainan kemudian digunakan oleh Han pemakai bahasa Hainan yang merupakan mayoritas di pulau tersebut, untuk mengidentifikasikan diri mereka sendiri di luar negeri. Selain itu, orang-orang asli lainnya di pulau tersebut seperti Hlai, Yao dan Utsul juga menggunakan istilah tersebut. Di Hainan, Tionghoa Standar biasanya merupakan bahasa dagang seperti halnya di belahan China lainnya. Dengan kedatangan orang Hainan ke Guangdong, beberapa penduduk lokal juga menggunakan bahasa Kanton. Tionghoa Han lokal memakai bahasa Hainan, sebuah bahasa Min Selatan yang juga dikenal sebagai Qiongwen, sebagai bahasa ibu mereka. Dialek Wenchang dianggap sebagai dialek khas. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah rumpun bahasa di pulau Hainan, Hlai, Yao dan Utsul? Seperti disebut di atas ada sejumlah bahasa asli di pulau Hainan. Rumpun Bahasa Austronesia dan Rumpun Bahasa Austroasiatik. Lalu bagaimana sejarah rumpun bahasa di pulau Hainan, Hlai, Yao dan Utsul? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.Link   https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Rumpun Bahasa di Pulau Hainan, Hlai, Yao dan Utsul; Rumpun Bahasa Austronesia dan Rumpun Bahasa Austroasiatik

Keberadaan pulau Hainan sudah sejak lama. Sejak abad ke-17 pelaut Eropa mengidentifikasi pulau sebagai “Aynam” yang merupakan nama menurut dialek Hainan. Setelah orang Portugis dan orang Belanda, orang Inggris yang terus intens melakukan kontak perdagangan dengan Tiongkok. Dalam hal ini pulau Hainan juga menjadi penting bagi Inggris.


Opregte Haarlemsche Courant, 15-02-1840: ‘Mengenai niat pemerintah kita Inggris terhadap Tiongkok, berikut ini dilaporkan: "Tidak ada keraguan bahwa pemerintah, meskipun dituduh lamban, sangat rajin dalam mempersiapkan demonstrasi serius melawan Tiongkok, dan ini akan terjadi. dilanjutkan dengan penuh semangat. Sudah lama diputuskan untuk mengirimkan kekuatan militer untuk memberikan sedikit alasan kepada penduduk "Kerajaan Surgawi" yang terlalu percaya diri, tidak hanya untuk kepentingan negara ini, tetapi juga untuk seluruh dunia. disebabkan oleh kehati-hatian untuk memastikan jenis pasukan terbaik yang dapat dikirim dari India. Kekuatan militer penduduk asli [Cipaijers] akan digunakan pada kesempatan ini, dan tidak kurang dari 16.033 orang akan diberangkatkan. Sebagian besar dari pasukan ini akan terdiri dari kavaleri, yang kudanya dapat diperoleh di pulau Hainan, di sudut selatan Kekaisaran tersebut.Setelah kota Kanton ditempatkan di bawah upeti, atau jika perlu, menghancurkannya, dan dengan demikian Tiongkok akan memesan untuk mempertahankan kerajaan mereka, pasukan akan tiba-tiba berangkat lagi dan, memanfaatkan musim hujan selatan, menuju Teluk Petecheelee, mendarat di Takoo, yang kotanya berjarak 100 mil (33 jam) dari Peking dan meminta jaminan dari Kaisar dirinya untuk berperilaku yang baik di masa depan. “Semua ini mungkin tampak tidak masuk akal; tapi segala sesuatu mungkin terjadi’.

Pulau Hainan selalu dilewati jika dari Eropa melalui Hindia ke Cina. Misalnya pada tahun 1840 kapal Sunda yang dinakhodai Greg dari Londen dengan tujuan Cina melalui Hainan di Laut Can yang mana di dalam kapal ada enam penumpang. Pulau ini (dan juga pulau Bangka) juga menjadi persinggahan kapal-kapal jung antara Kanton dan Batavia (dan sebaliknya).


Javasche courant, 05-04-1845: ‘Kapal Kene, yang tiba di Singapoera pada tanggal 17 Maret lalu dari Poelo Aor, membawa serta tiga penumpang Tiongkok, yang menyatakan bahwa mereka satu-satunya yang masih hidup awak kapal jung Tiongkok yang jatuh dalam perjalanan dari Jawa ke Tiongkok. Dari apa yang dibagikan orang-orang ini, nampaknya kapal jung tersebut melakukan perjalanan dari Kanton ke Batavia pada tahun 1843, dengan lancar menyelesaikannya, tinggal di Ratavia selama tiga bulan, dan dari sana berangkat ke Banka dan membawa 140 penumpang ke Tiongkok, kemudian mencapai Hainan, menurunkan 100 penumpang disana dan melanjutkan perjalanan ke Kanton dengan sembilan puluh orang di dalamnya. Sehari setelah meninggalkan Hainan, jung tersebut dilanda topan besar, yang menghancurkan kapal, menewaskan semua penumpang, kecuali tujuh orang, yang berusaha menyelamatkan diri di tangki air rongsokan, membawa serta beras dalam jumlah kecil, yang hanya cukup untuk memberi makan mereka selama sepuluh hari. Di dalam perahu aneh ini, menurut uraian mereka, mereka terapung sekitar 50 hari, mengikuti arus dan angin, karena baru-baru ini mereka hanya mengandalkan burung laut yang mereka tangkap secara kebetulan, dan beberapa ikan yang juga mereka kuasai. air hujan begitu banyak sehingga mereka mampu menampungnya. Empat dari orang malang ini meninggal. Akhirnya perahu persegi itu terhanyut ke Poelo Aor, dimana ia ditemukan oleh beberapa nelayan, yang membawa tiga orang Tionghoa yang tersisa ke dalam perahu mereka dan membawa mereka ke darat, di mana mereka diperlakukan dengan baik dan tinggal selama empat bulan. Pemuda itu mungkin tewas pada bulan November, dengan asumsi bahwa orang-orang yang tersisa mengembara di laut selama lima belas hari, bukannya lima puluh hari, seperti yang dinyatakan oleh mereka. Salah satu orang yang terdampar tetap bersikeras dalam penjelasannya tentang jumlah hari yang mereka habiskan mengambang di perahu aneh mereka; yang lain berbicara kurang positif mengenai hal ini, karena mereka tampaknya tidak memiliki gagasan yang akurat tentang lamanya waktu; pernyataan mereka menyetujui semua rincian lainnya."

Orang-orang Hainan terhubung antara Kanton dan Batavia dan sebaliknya. Dalam hal ini antara Hainan dan Bangka. Hainan dekat ke Kantor di utara, Bangka dekat ke Batavia di selatan. Sebagaimana diketahui sejak dibentuk Pemerintah Hindia Belanda (setelah VOC dibubarkan tahun 1799) banyak tenaga keraja didatangkan dari Tiongkok ke Bangka untuk pertambangan timah. Hal itulah dalam perkembangannya di Bangka sudah banyaak terdapat orang Hainan.


Pada tahun 1822 terjadi satu kecelakaan hebat di sekitar pulau Bangka dan Belitung dimana satu kapal yang sarat penumpang mengalami malapetaka di selat Gaspar (lihat Bataviasche courant, 16-03-1822). Kecelakaan kapal karam di selat Gaspar ini adalah suatu tragedi besar dalam navigasi pelayaran (yang dapat dianggap mendekati tragedi kapal Titanic seabad kemudian). Kapal karam Cina di selat Gaspar ini berbobot mati delapan atau sembilan ratus ton yang berangkat dari (Pelabuhan) Canton membawa penumpang 1.600 orang dan di dalamnya banyak kargo. Hanya sebagian kecil yang dapat diselamatkan, Menurut laporan kapal Diana di kawasan peraiatan dimana tempat TKP mayat mengapung terdapat dimana-mana. Kapal di Diana, dengan Capt. Jatnet Pearl, dalam perjalanan dari Batavia melalui selat Gaspar ke Pontianak, dll, menemukan satu kecelakan kapal (di ujung timur pulau Gaspar) yang sarat dengan penunmpang Cina di sekitar selat Gaspar, kapal dalam posisi terbalik yang dimana-mana terhampar banyak keping kayu dan benda-benda lain terapung. Sebagian penumpang masih dapat bertahan dengan bergantung pada kayu-kayu. Kapten mengerahkan para crewnya untuk menemukan yang masih hidup. Akhirnya dapat diselamatkan pertama sebanyak 95 orang yang semuanya orang Cina yang menggunakan kapal Cina. Hampir semua korban yang ditemukan hidup tidak berpakaian. Total ada 190 orang yang dapat diselamatkan yang kemudian, setelah diberi pakaian, para korban kapal karam dibawa ke Pontianak untuk mendapatkan perawatan. Dalam perkembangannya sebagian besar para migran ini ingin menetap di Pontianak, tetapi ada 10 orang penumpang yang ingin (melanjutkan perjalanan) ikut berlayar ke Batavia.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Rumpun Bahasa Austronesia dan Rumpun Bahasa Austroasiatik: Bahasa Orang Hainan di Pulau Hainan

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar