Laman

Minggu, 15 Januari 2023

Sejarah Surakarta (38): Klaten Kota Antara Surakarta dan Jogjakarta;Candi Sewu Bukan Candi Hindoe, Mirip Candi Simangambat?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini

Bagaimana sejarah Klaten? Tentu saja sudah ditulis. Klaten cukup dikenal di masa lalu karena keberadaan candi-candi Hindoe dan Boedha seperti candi Sewu. Tentu saja karena letaknya yang tepat berada di jalan utama antara Jogjakarta dan Surakarta. Oleh karenanya sejarah wilayah Klaten seakan berada di bayang-bayang sejarah Surakarta dan Jogjakarta. Hal itukah yang menyebabkan sejarah Klaten masih silang pendapat? Tentu saja juga karena ada silang pendapat antara kemiripan candi Sewu dengan candi Simangambat di Tapanuli Selatan. 


Klaten adalah kabupaten di provinsi Jawa Tengah. Pusat pemerintahan berada di Kota Klaten, 36 km sebelah barat Kota Surakarta. Wilayah Kabupaten Klaten terbagi menjadi tiga dataran yakni Sebelah Utara Dataran Lereng Gunung Merapi, Sebelah Timur Membujur Dataran Rendah, sebelah Selatan Dataran Gunung Kapur. Menurut topografi kabupaten Klaten terletak di antara gunung Merapi dan pegunungan Seribu dengan ketinggian antara 75-160 M dpl. Sejarah Klaten dapat ditelusuri dari keberadaan candi-candi Hindu, Buddha maupun barang-barang kuno. Daerah Kabupaten Klaten pada mulanya adalah bekas daerah swapraja Surakarta. Kasunanan Surakarta. Pada zaman penjajahan Belanda, tahun 1749, terjadi perubahan susunan penguasa di Kabupaten dan di Distrik. Ada yang menyebut tentang asal muasal nama Klatèn berasal kelathi atau buah bibir. Kata kelathi ini kemudian mengalami disimilasi menjadi Klaten. Klaten sejak dulu merupakan daerah yang terkenal karena kesuburannya. Sampai sekarang sejarah kota Klaten masih menjadi silang pendapat. Belum ada penelitian yang dapat menyebutkan kapan persisnya kota Klaten berdiri. Nama-nama kecamatan di kabupaten Klaten, antara lain Bayat, Cawas, Ceper, Delanggu, Gantiwarno, Jatinom, Jogonalan, Juwiring, Kalikotes, Karanganom, Kebonarum, Kemalang, Klaten Tengah, Manisrenggom, Pedan, Polanharjo, Prambanan, Trucuk, Tulung, Wedi, Wonosari (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Klaten, diantara Surakarta dan Jogjakarta? Seperti disebut di atas, sejarah Klaten masih terdapat silang pendapat. Apakah dalam hal ini juga termasuk silang pendapat antara candi Sewu diantara Candi Hindoe yang dikatakan mirip dengan candi Simangambat di Tapanuli Selatan? Lalu bagaimana sejarah Klaten, diantara Surakarta dan Jogjakarta? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Surakarta (37): Boyolali Soerakarta, Antara Kartasura - Salatiga; Kampong Selo Doeloe Antara Gunung Merapi dan Merbabu


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini

Sejarah nama geografi tidak hanya soal asal usul nama (boya, boyo, baya lali). Lebih dari itu. Bagaimana sejarahnya. Tampaknya belum ditulis, mungkin tidak ada yang berminat. Okelah, sebelum lupa, dan nama Boyolali terlupakan ada baiknya kita angkat lagi lebih tinggi. Sejarahnya yang jauh di masa lampau, tenggelam begitu saja. Padahal di wilayah Boyolali, juga ada nama kampong tempo doeloe, kampong Selo diantara gunung Merapi dan gunung Merbabu.


Boyolali adalah sebuah wilayah kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Ibu kotanya adalah kecamatan Boyolali, terletak sekitar 25 km sebelah barat Kota Surakarta. Kabupaten ini termasuk kawasan Solo Raya. Menurut cerita serat Babad Pengging Serat Mataram, nama Boyolali tak disebutkan. Demikian juga pada masa Kerajaan Demak Bintoro maupun Kerajaan Pengging, nama Boyolali belum dikenal. Menurut legenda nama Boyolali berhubungan dengan ceritera Ki Ageng Pandan Arang (Bupati Semarang pada abad XVI). Dalam perjalananannya dari Semarang menuju Tembayat Ki Ageng dirampok oleh tiga orang ternyata dugaan itu keliru maka tempat inilah sekarang dikenal dengan nama Salatiga. Perjalanan diteruskan hingga sampailah di banyak pohon bambu kuning atau bambu Ampel sekarang dikenal dengan nama Ampel. Ki Ageng Pandan beristirahat di sebuah Batu Besar yang berada di tengah sungai. Dalam istirahatnya Ki Ageng berucap "Båyå wis lali wong iki" yang dalam bahasa Indonesia artinya "Sudah lupakah orang ini". Dari kata "Båyå Wis Lali" maka jadilah nama Boyolali. Kini ama-nama kecamatan di kabupaten Boyolali antara lain Ampel, Andong, Banyudono, Boyolali, Cepogo, Gladagsari, Juwangi, Karanggede, Kemusu, Klego, Mojosongo, Musuk, Ngemplak, Sambi, Sawit, Selo, Simo, Tamansari, Teras, Wonosamodro (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Boyolali di Soerakarta, antara Kartasura dan Salatiga? Seperti disebut di atas, sejarah Boyolali kurang terinformasikan. Namun sebelum lupa dan dilupakan mari kita mulai dari kampong tempo doeloe, kampong Selo diantara gunung Merapi dan gunung Merbabu. Lalu bagaimana sejarah Boyolali di Soerakarta, antara Kartasura dan Salatiga? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.