Laman

Senin, 13 Februari 2023

Sejarah Pers di Indonesia (16): Sarikat Surat Kabar; Dja Endar Moeda Radja Surat Kabar Sumatra dan The King of Java Press di Jawa


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Pers dalam blog ini Klik Disini

Apakah ada serikat perusahaan pers Indonesia pada era Pemerintah Hindia Belanda? Seperti halnya persatuan wartawan Indonesia yang tempo doeloe disebut persatoean djurnalis Indonesia (PERDI, juga ada serikat perusahaan pers yang disebut sarikat pengusaha surat kabar (SPS). O, begitu. Nah, itu dia! Hanya saja dalam narasi sejarah pers masa ini, jika tidak mau disebut tidak diinformasikan, ya kurang terinformasikan. Ada adagium, sejarah pers masa kini lebih hebat jika dibandingkan tempoe doeloe. Benarkah?


Serikat Perusahaan Pers atau SPS adalah sebuah organisasi tempat berkumpulnya para penerbit pers dan media cetak. SPS didirikan di Jogjakarta, 8 Juni 1946. Sebelumnya, organisasi ini bernama Serikat Penerbit Suratkabar mengganti namanya menjadi Serikat Perusahaan Pers pada 2011, bertepatan dengan hari jadi SPS yang ke-65. Penggantian nama ini terjadi dalam Kongres XXXIII di Bali pada 7-09 Juni 2010. Tidak hanya mengganti nama, SPS juga melakukan perubahan logo dan mentransformasi dirinya tidak hanya sebagai organisasi penerbit media cetak seperti suratkabar, tabloid, dan majalah, tetapi juga menjadi organisasi yang mewadahi para penerbit perusahaan pers. Setelah mengubah namanya menjadi Serikat Perusahaan Pers, SPS memperluas cakupannya tidak hanya di media cetak tetapi juga merambah ke media non cetak (media siber dan penyiaran). Perubahan ini dilatarbelakangi oleh dinamika yang terjadi pada bisnis industri media secara global. Hingga Desember 2014, SPS memiliki 471 anggota yang tersebar di 30 cabang seluruh Indonesia (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah sarikat surat kabar Indonesia? Seperti disebut di atas, dalam narasi sejarah pers masa kini, sarikat surat kabar Indonesia tempo doeloe kurang terinformasikan. Mengapa begitu? Yang jelas pada masa ini tidak hanya PWI, juga ada SPS. Demikian pula adanya tempoe doeloe. Nama yang perlu disebut tempoe doeloe antara lain Dja Endar Moeda radja persuratkabaran Sumatra dan Parada Harahap The King of Java Press di Jawa. Lalu bagaimana sejarah sarikat surat kabar Indonesia? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Pers di Indonesia (15): Organisasi Jurnalis Pribumi; Parada Harahap Memupuk Persatuan untuk Menyuarakan Protes Pers


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Pers dalam blog ini Klik Disini

Dalam narasi sejarah pers masa ini disebut Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) organisasi wartawan pertama di Indonesia, berdiri 9 Februari 1946. Apa. Iya? Benar bahwa PWI didirikan tanggal itu, tetapi bukan yang petama, toh! Pada era Pemerintah Hindia Belanda sudah ada organisasi sejenis namanya PERDI (Persatoean Djoernalis Indonesia). So, mengapa hari lahir PWI yang dijadikan sebagai hari kelahiran pers nasional? Yang jelas hari PWI adalah 9 Februari, tetapi apakah tanggal itu harus menjadi hari pers nasional (HPN) Indonesia?  


Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) organisasi wartawan pertama di Indonesia, berdiri 9 Februari 1946 di Surakarta (tanggal tersebut ditetapkan sejak 1985, sebagai Hari Pers Nasional). Berdirinya organisasi PWI menjadi awal perjuangan Indonesia dalam menentang kolonialisme di Indonesia. Sebelum didirikan, panitia persiapan dibentuk 9-10 Februari 1946 di balai pertemuan Sono Suko, Surakarta, saat pertemuan antar wartawan Indonesia. Pertemuan tersebut menghasilkan dua keputusan, diantaranya adalah: Disetujui membentuk organisasi wartawan Indonesia dengan nama Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), yang diketuai oleh Mr. Sumanang Surjowinoto dengan sekretaris Sudarjo Tjokrosisworo. Disetujui membentuk sebuah komisi beranggotakan: Sjamsuddin Sutan Makmur (Harian Rakyat Jakarta), BM Diah (Merdeka, Jakarta). Abdul Rachmat Nasution (kantor berita Antara, Jakarta). Ronggodanukusumo (Suara Rakyat, Mojokerto). Mohammad Kurdie (Suara Merdeka, Tasikmalaya). Bambang Suprapto (Penghela Rakyat, Magelang). Sudjono (Surat Kabar Berjuang, Malang), Suprijo Djojosupadmo (Kedaulatan Rakyat Yogyakarta). Delapan orang komisi yang telah dibentuk tersebut selanjutnya dibantu oleh Mr. Sumanang dan Sudarjo Tjokrosisworo, merumuskan hal-ihwal persuratkabaran nasional waktu itu dan usaha mengkoordinasinya ke dalam satu barisan pers nasional (Wikipedia). 

Lantas bagaimana sejarah organisasi jurnalis pribumi? Seperti disebut di atas, organisasi para jurnalis Indonesia sudah ada jauh sebelum PWI didirikan. Namun anehnya perjuangan jurnalis hanya disebut setelah tangga 9 Februari 1946. Itu menjadi masalah. Fakta bahwa Parada Harahap merupakan salah satu pelopor untuk memupuk persatuan diantara para jurnalis untuk menyuarakan protes pers. Lalu bagaimana sejarah organisasi jurnalis pribumi? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.