Laman

Kamis, 11 Januari 2024

Sejarah Bahasa (231):Dialek Bahasa Melayu Maluku di Wilayah Bahasa di Papua; Bahasa Batak-Melayu Wilayah Bahasa Bagian Barat


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini

Bahasa Melayu Papua atau dalam keseharian masyarakat sering disebut dengan Bahasa Papua adalah bahasa yang dituturkan di Papua, Indonesia. Jumlah penuturnya kini mencapai sekitar 500.000 dan cenderung meningkat. Bahasa Melayu Papua dianggap mirip dengan bahasa Melayu Ambon dan bahasa Melayu Manado.


Menjejaki Bahasa Melayu Maluku di Papua: Kerangka Pengenalan. Sukardi Gau. Kantor Bahasa Provinsi Gorontalo, Indonesia. Abstrak. Meskipun sudah lama diketahui oleh komunitas sarjana global bahwa sejarah bahasa Melayu modern mulai dijejaki di Indonesia Timur (lihat Collins 1982, 1996b, 2010), tetapi perhatian sebagian sarjana mengenai sejarah maupun wujudnya bahasa Melayu di Papua rupa-rupanya masih kurang mendapat perhatian dan tumpuan yang memadai. Bukan saja menyangkut kurangnya sumber literatur yang cukup tetapi juga mengenai rendahnya minat perhatian para sarjana untuk menyelami dan mengkaji kompleksitas bahasa Melayu di Papua. Oleh karena itu, pada bagian ini ada dua aspek akan diperbincangkan. Pertama, varian Melayu Papua sebagai Cabang Bahasa Melayu Maluku. Kedua, jalinan linguistik dan jalinan historis antara Papua dan Kepulauan Maluku akan ditelusuri pula. (http://mlc.alc.nie.edu.sg/docs/)

Lantas bagaimana sejarah bahasa Melayu Maluku di wilayah bahasa di Papua? Seperti disebutkan di atas bahasa Melayu mengalir dari barat ke timur hingga Papua. Bahasa Batak bahasa Melayu di wilayah bahasa bagian barat. Lalu bagaimana sejarah bahasa Melayu Maluku di wilayah bahasa di Papua? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.Link   https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Bahasa Melayu Maluku di Wilayah Bahasa di Papua; Bahasa Batak Bahasa Melayu di Wilayah Bahasa Bagian Barat

Bagaimana bahasa Melayu mencapai wilayah Maluku dan wilayah pesisir Papua (pantai barat dan pantai utara)? Pertanyaan ini sulit dijelaskan jika belum bisa menjawab pertanyaan: Bagaimana bahasa Melayu terbentuk? Dengan demikian akan muncul dua pertanyaan: Bagaimana bahasa Melayu terbentuk di masa lampau di satu waktu, bagaimana terbentuk bahasa mirip bahasa Melayu di wilayah pesisir Papua di waktu yang lain.


Salah satu catatan terawal tentang bahasa di nusantara adalah prasasti-prasasti yang ditemukan di pantai timur Sumatra. Dalam prasasti Kedukan Bukit (682 M) ada beberapa aspek bahasa yang dapat diperhatikan: kosa kata vulan (bulan?), vanua (banua?), kata depan (dari), imbuhan ma/mar dalam manalap (mangalap), marlapas, mamava (mamawa), marvuat (marbuat) dan imbuhan di dalam ‘di samvau’. Akhiran na dalam vanakna (banyaknya?). Sinonim imbuhan di adalah ni (lihat prasasti Kota Kapur). Sebutan bilangan dua laksa, duaratus, sarivu tlurātus sapulu dua. Dalam hal ini ribu dan ratus sudah dikenal. Jika satuan adalah sa (satu), dua, tlu (tolu/tiga) dan sapulu (sepuluh). Lalu bagaimana dengan sebutan belasan? Apakah itu ‘sapulu dua’? Sapulu dua (10-2 jadi 12 (dua belas?). Jika sa menjadi se dalam bahasa Melayu, apakah sa adalah kata yang muncul lebih awal (bahasa asli?). Demikian juga dengan imbuhan ma/mar yang dalam bahasa Melayu menjadi me/ber. Oleh karena masih ada dalam bahasa-bahasa sekarang untuk sa, tlu/tolu, awalan ma/mar dan di serta akhiran na, haruslah diartikan bahwa bahasa Melayu terbentuk kemudian. Bahasa pendahulu (predecessor) adalah bahasa-bahasa yang masih menggunakan kosa kata, imbuhan awalan dan akhiran tersebut di atas hingga masa kini. Dalam hal ini, tentu saja, awal bahasa Melayu tidak muncul tiba-tiba (secara random) tetapi hasil dari proses transformasi dari bahasa-bahasa yang sudah ada (dan masih eksis hingga ini hari). Dalam konteks masa kini bahasa Indonesia dapat dikatakan berasal dari bahasa Melayu dan bahasa Melayu sendiri terbentuk dari bahasa-bahasa daerah (di Sumatra).   

Bukti keberadaan bahasa Melayu terawal, paling tidak berdasarkan prasasti Kedukan Bukit (682 M) ditemukan di pantai timur Sumatra. Tentang (kosa kata) bahasa dalam prasasti konteksnya sudah ada kerajaan sebagai wujud peradaban maju. Disebutkan dalam teks prasasti ada pasukan yang banyak yang menggunakan sampan (kapal?). Penggunaan sampan/kapal ini dapat diperhatikan dalam prasasti Kota Kapur (686 M) yang mana pasukan menuju Jawa.


Prasasti Kedukan Bukit dan Kota Kapur disebut ditulis dalam aksara Pallawa. Pertanyaannya: Apakah aksara Pallawa sebagai aksara terawal di nusantara? Pada tahun 1927 Schröder, seorang Jerman menemukan ada kemiripan aksara Funisia dengan aksara Batak (lihat A Phoenician Alphabet on Sumatra by EEW Gs Schröder ini Journal of the American Oriental Society, Vol. 47, 1927). Sebagaimana diketahui bangsa Fenisia atau Funisia (Phoenices) adalah bangsa kuno yang pernah menguasai pesisir Laut Tengah. Mereka berasal dari wilayah Timur Tengah, atau sekarang Lebanon dan Suriah. Penemuan aksara oleh Schröder tentulah menarik perhatian dunia internasional di bidang linguistic dan aksara. Jarak antara Laut Tengah dan pantai barat Sumatra sangat berjauhan. Selama ini dipahami bahwa dari dua kelompok aksara Semit Utara yang terdiri dari aksara Aramee dan aksara Fenesia. Aksara Aramee diduga yang menurunkan aksara Jawa melalui aksara Pallawa dan ke atas aksara Brahmi. Sedangkan aksara Fenesia (silabis) menurunkan aksara Yunani (alfabet) hingga ke aksara Latin. Jika kesimpulan Schröder benar bahwa aksara Fenesia mirip bahasa Batak, maka aksara-aksara di nusantara berasal dari sumber yang berbeda. Seperti disebut di atas, aksara Jawa di satu sisi dan aksara Batak di sisi lain. Pada masa ini aksara Batak mirip dengan semua aksara di Sumatra di Sulawesi, Filipina dan Maluku. Aksara Jawa atau yang mirip hanya terbatas di Jawa, Bali dan Lombok. Pertanyaannya: Apakah aksara Batak lebih tua dari aksara Pallawa? Penulisan angka/bilangan bahasa Batak (garis dan bidang) mirip bahasa Latin/Romawi. Dalam perkembangannya alsara Romawi mengadopsi penulisan bilangan Arab.

Bahasa dan aksara saling terkait. Bahasa lisan ditulis (tertulis) dengan menggunakan aksara. Teks dalam prasasti adalah bukti tertua tentang bahasa dan aksara. Daftar aksara Batak disebut Ina ni Surat (ibu dari tulisan). Ina adalah kosa kata elementer dalam bahasa Batak (ayah=ama). Kosa kata ina dan ama tidak ditemukan di Jawa (serta Bali dan Lombok), tetapi ditemukan di pantai utara Kalimantan, pulau-pulau Filipina (termasuk Tagalog), Formosa (Taiwan), Sulawesi, Maluku hingga kepulauan Aru dan Timor/Flores. Apakah ini mengindikasikan sebelum bahasa Melayu menyebar ke timur (Maluku dan Papua), sudah ada bahasa yang lebih awal menyebar?


Dalam memahami bahasa-bahasa di Maluku (dan Papua) haruslah terlebih dahulu memperhatikan bahasa-bahasa asli/bahasa local (bahasa yang terbentuk lebih awal). Kosa kata bahasa asli dapat diasumsikan adalah kosa kata yang digunakan dalam bahasa local tetapi tidak memiliki padanan di tempat lain (dalam arti luas). Untuk itu yang pertama dipisahkan kosa kata yang mirip bahasa Melayu/Indonesia. Sisanya dipisahkan kosa kata yang tidak mirip bahasa Melayu, tetapi memiliki kemiripan dengan bahasa-bahasa lainnya di wilayah yang berbeda. Dengan demikian, sisa kosa kata yang unik (dan hanya digunakan setempat) diduga yang menjadi sisa bahasa asli. Semakin sedikit jumlahnya mengindikasikan bahasa asli semakin punah karena lebih banyak kosa kata yang eksis bersumber (dipinjam) dari bahasa lain. Sebaliknya, jika kosa kata bahasa Melayu semakin sedikit di dalam bahasa-bahasa yang diperhatikan (di Maluku, terutama di Papua), maka pengaruh bahasa Melayu semakin keci;/lemah. Mulailah dari kosa kata elementer.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Bahasa Batak Bahasa Melayu di Wilayah Bahasa Bagian Barat: Kerajaan Aru dan Navigasi Pelayaran Perdagangan Nusantara

Kosa kata beta tidak ditemukan di wilayah Papua (lihat Sukardi Gau). Kita mulai dari sini untuk memahami bahasa Melayu di wilayaj Papua. Pertanyaannya: seberapa tua kosa kata beta? Beta adalah kita, Penggantian saya (ahu) dalam bahasa Batak umumnya menjadi hita. Dalam bahasa Batak hamu untuk menyatakan engkau/kamu. Hita dan hamu adalah untuk kesopanan umum dalam bahasa Batak Apakah demikiam kata beta (kota) dalam bahasa Ambon?


Kosa kata beta sudah dicatat oleh Cornelis de Houtman di Madagaskar dalam laporan navigasi pertamanya yang diberi judul Journael vande reyse der Hollandtsche schepen ghedaen in Oost Indien, haer coersen, strecking hen ende vreemde avontueren die haer bejegent zijn, seer vlijtich van tijt tot tijt aengeteeckent, ...1598. Ini mengindikasikan bahwa kosa kata beta sudah lama, karena kosa kata ini eksis di Madagaskar tahun 1596.

Bagaimana bahasa nusantara ini mencapai sejauh itu? Besar kemungkinan karena jalur perdagangan orang Moor dan orang Portugis dari Eropa ke musantara.

Tunggu deskripsi lengkapnya


 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar