Laman

Sabtu, 13 Januari 2024

Sejarah Bahasa (235): Bahasa Ma’ya Pulau Misool, Pulau Salawati dan Pulau Waigeo; Bahasa Austronesia dan Bahasa di Papua


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini

Bahasa Ma’ya dituturkan di kampong Sapordanco, distrik Waigai di pulau Waigeo. Pulau Waigeo dikenal juga dengan nama Amberi atau Waigiu. Pulau Waigeo adalah pulau terbesar dari empat pulau utama dari Kepulauan Raja Ampat. Pulau ini berada antara Pulau Halmahera dan Pulau Papua.


Bahasa Ma'ya adalah bahasa Austronesia di kepulauan Raja Ampat di Papua Barat Daya. Bahasa Ma’ya dituturkan oleh sekitar 6.000 orang di desa-desa pesisir di pulau Misool, Salawati, dan Waigeo (perbatasan antara bahasa Austronesia dan bahasa Papua. Ma'ya) memiliki lima dialek, tiga di pulau Waigeo (Laganyan, Wauyai, dan Kawe), satu di pulau Salawati, dan satu (punah atau hampir punah) di pulau Batanta. Dialek prestise yang ada di Salawati. Dialek Waigeo memiliki /s/ dan /ʃ/, dimana varietas yang diucapkan di Salawati dan Misool memiliki /t/ dan /c/ masing-masing. Batanta, yang sudah punah, ternyata tidak dapat dipahami oleh tetangganya. Di Pulau Waigeo, ketiga dialek tersebut adalah: Dialek Kawe dituturkan di desa Selpele dan Salyo di bagian barat laut pulau; Dialek Laganyan dituturkan di desa Araway, Beo, dan Luptintol di pantai Teluk Mayalibit; Dialek Wauyai dituturkan di desa Wauyai di pesisir Teluk Kabui. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah bahasa Ma’ya di pulau Misool, pulau Salawati dan pulau Waigeo? Seperti disebut di atas bahasa Ma’ya di pulau Waigeo.Bahasa Austronesia dan bahasa Papua. Lalu bagaimana sejarah bahasa Ma’ya di pulau Misool, pulau Salawati dan pulau Waigeo? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.Link   https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Bahasa Ma’ya di Pulau Misool, Pulau Salawati dan Pulau Waigeo; Bahasa Austronesia dan Bahasa Papua 

Tunggu deskripsi lengkapnya

Bahasa Austronesia dan Bahasa Papua: Bardampingan, Apakah Bercampur?

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar