Laman

Senin, 05 Februari 2024

Sejarah Bahasa (281): Bahasa Maori Asli di Selandia Baru, Bahasa Terpinggirkan Kini Dibangkitkan; Era Portugis Belanda Inggris


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini

Sebutan bilangan dalam bahasa Maori 1=tahi, 2=rua, 3=toru, 4=wha, 5=rima, 6=ono, 7=whitu, 8=waru, 9=iwa dan 10=tekau, ngahuru. Bagaimana bisa mirip dengan sebutan bilangan/angka satu dalam bahasa Batak disebut sada, sementara dalam bahasa Jawa adalah sidji: 2=dua (loro), 3=tolu (telu), 4=opat (papat), 5=lima (lima), 6=onom (enem), 7=pitu (pitu), 8=walu (wolu), 9=sia (sanga)=10=sapulu (sepuluh).

 

Bahasa Māori (Te Reo Māori) adalah bahasa digunakan bangsa Maori, suku asli di Selandia Baru (Aotearoa). Sebagai bagian subrumpun Oseanik dari rumpun bahasa Austronesia, bahasa ini memiliki hubungan erat dengan bahasa Rarotonga (Kepulauan Cook) dan Tahiti, hubungan sedikit lebih jauh dengan bahasa Hawaii, dan lebih jauh lagi dengan bahasa Samoa dan Tonga. Mulai tahun 1860-an, bahasa Māori mulai terdesak oleh bahasa Inggris. Di akhir abad ke-19, sistem pendidikan Inggris mulai diperkenalkan bagi seluruh penduduk, dan dari tahun 1880-an penggunaan bahasa Māori di sekolah dilarang. Mulai tahun 1980an, para pemimpin bangsa Māori mulai menyadari bahaya hilangnya bahasa mereka, yang dapat berakibat buruk pada identitas budaya bangsa Māori. Kebudayaan Māori yang mulai pupus dicoba diangkat penghidupan kembali bahasa Māori. Umumnya, pelafalan konsonan dalam bahasa Māori mirip dengan bahasa Indonesia/Melayu, termasuk dalam pelafalan konsonan <ng>. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah bahasa Maori di Selandia Baru, bahasa terpinggirkan kini dibangkitkan? Seperti disebut di atas bahasa Maori di Selandia Baru. Mengapa sebutan bilangan mirip bahasa Jawa dan bahasa Batak? Era Portugis, Belanda hingga era Inggris. Lalu bagaimana sejarah bahasa Maori di Selandia Baru, bahasa terpinggirkan kini dibangkitkan? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.Link   https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Bahasa Maori di Selandia Baru, Bahasa Terpinggirkan Kini Dibangkitkan; Era Portugis, Belanda hingga Era Inggris

Dua bahasa Austronesia di barat adalah bahasa Batak dan bahasa Jawa. Bilangan/angka satu dalam bahasa Batak disebut sada, sementara dalam bahasa Jawa adalah sidji: 2=dua (loro), 3=tolu (telu),  4=opat (papat), 5=lima (lima), 6=onom (enem), 7=pitu (pitu), 8=walu (wolu), 9=sia (sanga)=10=sapulu (sepuluh). 


Sebutan bilangan dalam bahasa Māori: 1=tahi, 2=rua, 3=toru, 4=whā, 5=rima, 6=ono, 7=whitu, 8=waru, 9=iwa, 10=      ngahuru. Mengapa sebutan bilangan dalam bahasa Maori mirip dengan bahasa Batak dan bahasa Jawa. Pulau Sumatra dan pulau Jawa begitu jauh dengan pulau Aucland di Selandia Baru. Fakta bahwa dari beragam bahasa-bahasa di pulau Papua, hampir tidak ada yang mirip sebutan bilangan dengan bahasa Batak dan bahasa Jawa dan juga dalam hal ini bahasa Maori.

Secara khusus mengapa sebutan bilangan bahasa Maori mirip bahasa Batak? Bukankah antara Batak di Sumatra (Indonesia) dan Maori di Aucland (Selandia Baru) begitu sangat jauh. Ada baiknya kita kutip pendapat seorang atropolog Prancis, Hamy dalam studinya berjudul Les Races malaiques et américaines (L'Anthropologie 1896. Paris).


Hamy berpendapat bahwa  Bataks van Sumatra, de bewoners van Nias en Engano, vele Dajakstammen van Borueo, de meeste Jilolo en de inboorlingen der Philippijnen, alsook het groote bruine ras van Oost-Polynesië — de Samoa's, Maori, Tahitianen, Marquesa en de inlanders van Hawaï lebih mungkin dikelompokkan sebagai satu ras non Melayu yang berasal dari Kaukasoid dari pada ras Mongoloid (lihat Bijdrage tot de anthropologie der Menangkabau-Maleiers, 1908).

Apa yang menjadi pendapat Hamy adalah satu hal. Dalam hal ini sebutan bilangan, fakta bahwa bahasa Batak mirip bahasa Maori. Apakah kedua penduduk yang berjauhan ini pada awalnya berbahasa satu (sama) atau ada diantara salah satu yang melakukan migrasi? Pada masa ini kerap diperbincangkan ada kemiripan bahasa Maori dengan bahasa-bahasa di Indonesia. Namun tentu saja itu menarik, tetapi seberapa banyak kosa kata yang mirip? Yang jelas sebutan bilangan, seperti yang disebut di atas ada kemiripan antara bahasa Maori dan bahasa Batak dan bahasa Jawa.


Sejumlah kosa kata yang pada masa kerap diperbincangkan antara bahasa Maori dengan bahasa-bahasa di Indonesia adalah sebagai berikut: mata bahasa Maori mirip dengan mata di Indonesia; lima" (lima), taringa (telinga), kaki (kaki), ika (ikan), mate (mati), rangi (langit), kutu (kutu), turi (tuli), apa (aha), hua (buah), ia (dia). tangi (tangis), ate (hati), au (aku), manu (ayam), tau (tahun), wai (air), ihu (hidung) dan lainnya.

Sekarang mari kita fokuskan dengan bahasa Batak yang direlasikan dengaan bahasa Maori. Sepertii disebut di atas sebutan bilangan bahasa Batak di satu sisi mirip bahasa Jawa dan di sisi lain bahasa Batak mirip bahasa Maori: Bilangan/angka satu dalam bahasa Batak disebut sada, sementara dalam bahasa Maori adalah Jawa adalah tahi; 2=dua (rua), 3=tolu (toru), 4=opat (wha), 5=lima (rima), 6=onom (ono), 7=pitu (whitu), 8=walu (waru), 9=sia (iwa)=10=sapulu (ngahuru atau tekau).


Lantas apakah ada bahasa Maori lainnya mirip bahasa Batak? mata (mata), ika (ihan), mate (mate), rangi (langit), kutu (hutu), aha (aha), hua (buah), ia (ia). tangi (tangis), ate (ate), au (au), manu (manuk), tau (taon), ihu (igung), matua (matua), niho (ipon), aroha (roha), inu (inum), koe (ho), ingoa (goar), hiku (ikur), waha (baba), whenua (banua), ahi (api), hoimatua (simatua), tahi (tahi),

Dalam bahasa Batak kosa kata matua terkait dengan orang tua (parent, yang dituakan, father dan leluhur, abadi dan sebagainya). Kita tidak sedang membicarakan Akhir Matua Harahap, tetapi matua dalam bahasa Maori adalah ayah (father). Seperti disebut di atas, sebutan bilangan bahasa Maori sepenuhnya mirip dengan bahasa Batak kecuali bilangan satu yang dalam bahasa Maori disebut tahi, Sementara tahi dalam bahasa Batak adalah Bersama (together), dan jika ditambahkan angka satu (sada) akan menjadi satahi (semua sekata, satu suara bersama, bulat atau pulu dalam mengambil keputusan).


Sebutan bilangan belasan bahasa Maori mirip sebutan bilangan belasan bahasa Batak (system biner). Dalam bahasa Jawa angka 11 disebut sebelas, 12=duawelas, tetapi dalam bahasa Batak mengikuti pola sapulu dua (12). Sapulu tolu (13). Dalam bahasa Maori bilangan 11 disebut tekau ma tahi, 12-tekau ma rua, dan 13=tekau ma toru.   

Meski mirip sebutan bilangan/angka bahasa Batak dan bahasa Maori, tetapi secara fonologis ada perbedaan: 2=dua (rua), 3=tolu (toru), 4=opat (wha), 5=lima (rima), 6=onom (ono), 7=pitu (whitu), 8=walu (waru), 9=sia (iwa). Sebutan bilangan rua dan rima ditemukan di wilayah bahasa Ende. Sebutan bilangan dalam bahasa Ende: 1=esa, seesa, 2= rua, esa rua, 3=terhu, esa terhu, 4=wutu, esa wutu, 5=rhima, esa rhima. 6=rhima esa; 7=rhima rua, 8 =rua mbutu, 9=tera esa, 10=semburhu, 11=semburhu se esa; 12=semburhu esa ruam. Dalam hal ini sebutan bilangan rua dan rima mirip bahasa Maori dan bahasa Lamagolot/Ende.


Ada sebutan bilangan bahasa Ende dan bahasa Maori mirip yakni hanya angka dua dan angka lima. Bagaimana antara bahasa Ende dengan bahasa-bahasa di sebelah timur kota Ambon seperti di Saparua, Nusa Laut dan Haruku? Salah satu peneliti yang mencatat sebutan bilangan di Saparua dan sekitar adalah Hans Hallier dalam bukunya berjudul Über frühere Landbrücken, Pflanzen- und Völkerwanderungen zwischen Australien und Amerika yang diterbitkan tahun 1912. Hans Hallier mencatat sebutan bilangan dalam bahasa Saparua. Haruku dan Nusa Laut sebagai berikut: 1=usai, 2=rua, 3=oru, 4=        ha-a, 5=rima, 6=no-o, 7=hitu, 8=waru, 9=siwa dan 10=husane, huu sai.

Sebutan bilangan rua dan rima memiliki kemiripan dalam bahasa Lamaholot/Ende, bahasa Saparua dan bahasa Maori. Lantas apa yang menyebabkan sebutan-sebutan bilangan tersebut memiliki kemiripan satu sama lain? Bukankah letak geografisnya saling berjauhan? Sudah barang tentu hal itu akan sulit dijelaskan secara linguistik.


Dalam bahasa Lamaholot (bahasa Ende dan bahasa Batak) 1=toe (saasa-sada), 2=rua (sarua-dua), 3=tollo (taru/tolu), 4=paa (wutu/opat), 5=lema (rima/lima), 6=nam (rimaasa/onom), 7=pito(rimarua/pitu), 8=buto (ruanbutu, 9=hiwa (taraasa/sia), 10=puloh (samburu/sampulu). Untuk bilangan belasan: 11=puloh katou (samburu sasa-sampulu sada), 12=puloh karua (sambnru asarua-sampulu dua), dst.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Era Portugis, Belanda hingga Era Inggris: Navigasi Pelayaran Perdagangan

Sebutan bilangan adalah kosa kata dalam bahasa-bahasa yang penting digunakan dalam pertukaran (exchange) tidak hanya sebagai komunikasi juga dalam hal perdagangan komoditi. Dalam hal yang secara geografis sangat berjauhan, satu factor penting yang menjadi motivasi bergerak adalah karena terkait dengan urusan perdagangan, suatu penjelajahan dengan navigasi pelayaran dengan menggunakan perahu/kapal untuk mendapatkan komoditi berharga yang dapat diperdagangkan.


Dalam kaitannnya dengan kehendak dan kebutuhan perdagangan, proses bahasa antara kedua belah pihak mengikutinya, antara pedagang yang datang dan penduduk yang menyediakan komoditi perdagangan. Dengan perdagangan ini juga terjalin hubungan antar manusia yang saling belajar yang kemudian terjadi perbauran kebiasaan, adat dan budaya. Apa yang dimaksud Hamy seperti disebut di atas, ada argumentasinya bahwa  Bataks van Sumatra, de bewoners van Nias en Engano, vele Dajakstammen van Borueo, de meeste Jilolo en de inboorlingen der Philippijnen, alsook het groote bruine ras van Oost-Polynesië — de Samoa's, Maori, Tahitianen, Marquesa en de inlanders van Hawaï lebih mungkin dikelompokkan sebagai satu ras non Melayu yang berasal dari Kaukasoid dari pada ras Mongoloid (lihat Bijdrage tot de anthropologie der Menangkabau-Maleiers, 1908).

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar