Laman

Sabtu, 20 April 2024

Sejarah Sepak Bola Indonesia (29): Pemain Diaspora Naturalisasi dalam Bingkai NKRI; Nathan Tjoe-A-On dan Kawan-Kawan


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Sepak Bola Indonesia di blog ini Klik Disini

Dalam sejarah Indonesia, sejak era Pemerintah Hindia Belanda sudah terjadi proses naturalisasi. Saat itu orang Eropa non Belanda, orang Cina dan orang pribumi banyak yang dinarturalisasi menjadi warga negara Belanda (di Eropa). Pada masa ini, sejak era Pemerintah Republik Indonesia banyak yang telah dinaturalisasi menjadi warga negara Indonesia. Tidak ada salahnya, sejarah naturalisasi sendiri sudah lama adanya. Namun menjadi menarik, belakangan ini kriteria yang dapat dinaturalisasi Indonesia adalah muda, dapat memberi kontribusi langsung terhadap Indonesia serta diutamakan pemain diaspora (pemaian berdarah Indonesia d luar negeri, terutama di Belanda).


Fakta Unik dan Menarik Keluarga Nathan Tjoe-A-On. okezone.com. Kamis 7 Desember 2023. Nathan Tjoe-A-On, pemain Swansea City merupakan seorang pemain keturunan dengan latar belakang yang menarik. Pemain yang lahir di Rotterdam, Belanda pada 22 Desember 2001 ini diketahui menuruni darah Indonesia dari sang kakek lahir di Kota Semarang. Kakek buyutnya atau ayah dari sang kakeknya meninggal di Indonesia saat terjadi perang. Sang kakek yang saat itu masih muda bersama sang ibunya memutuskan pindah ke Belanda. Meski kakeknya berasal dari Indonesia namun sang ibu tidak 100 persen berdarah Indonesia. Saat kakeknya pindah ke Belanda, ia menikahi seorang wanita Belanda. Dari pernikahan tersebut, lahirlah ibunda Nathan (di Belanda). Ibu Nathan 50 persen keturunan Indonesia. Sang ayah Nathan berasal dari Suriname. Ayahnya merupakan seorang mantan pemain American Football. Nathan Tjoe-A-On memang memiliki darah keturunan Indonesia, namun belum bisa berbahasa Indonesia (https://bola.okezone.com/)

Lantas bagaimana sejarah pemain diaspora dinaturalisasi dalam ningkai NKRI? Seperti disebut di atas proses naturalisasi sudah lama berlangsung bahka sejak era Pemerintah Hindia Belanda, termasuk menaturalisasi orang Indonesia asli (pribumi) menjadi warga negara Belanda (di Eropa). Kini strategi naturalisasi baru Indonesia memilih kriteria muda dan diaspora seperti Nathan Tjoe-A-On dan kawan-kawan. Lalu bagaimana sejarah pemain diaspora dinaturalisasi dalam ningkai NKRI? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Pemain Diaspora Dinaturalisasi dalam Bingkai NKRI; Nathan Tjoe-A-On dan Kawan-Kawan 

(1) Nathan Tjoe-A-On

Keluarga Tjoe-A-On dari Semarang berangkat ke Belanda. Itu yang dikisahkan oleh Nathan Tjoe-A-On. Saat itu kakek Nathan Tjoe-A-On masih muda belia.  Pada masa ini Nathan juga menambahkan nama Tjoe-A-On di belakang namanya. Dalam hal ini nama Tjoe-A-On dijadikan oleh Nathan sebagai marganya. Tjoe-A-On menjadi marga berasal dari Indonesia.


Pada tahun 1952 Robby Abhan Tjoe-A-On menikah dengan Atjauw Aimable Juliette Lee-A-Fong di Paramaribo Suriname (lihat Het nieuws: algemeen dagblad, 02-12-1952). Masih di Suriname juga terinformasikan nama Paul Pagi Tjoe-A-On dengan istrinya Jacqueline Georgetine van Heckers (lihat Het nieuws: algemeen dagblad, 22-11-1954). Nama Tjoe-A-On pada tahun 1956 juga terinformasikan di Suriname yang masih duduk di sekolah menengah pertama MULO (lihat Het nieuws: algemeen dagblad, 23-08-1956). Disebutkan nama-nama pemenang lomba esai adalah: Pemenang di sekolah Mulo adalah: L. Gilhuys, St Louiseschool, juara 1 (5 kamus), A. Engeldal, St. Paulusschool, juara 2 (4 kamus), N. Pinas, C.R. Froweinschool, hadiah ke-3 (kamus 3'), Tjoe-A-On dari St. Paulusschool menerima "hadiah A van der Voet" (kamera foto) untuk esai paling orisinal.

Ada tiga orang yang menggunakan nama Tjoe-A-On di Suriname, dua sudah menikah dan satu lagi masih sekolah. Hingga tahun 1960 Paul Pagi Tjoe-A-On dengan istrinya Jacqueline Georgetine van Heckers masih tinggal di Suriname (lihat Nieuw Suriname: Surinaams nieuws- en advertentieblad, 01-09-1960). Pada tahun 1962 diberitakan di Suriname menikah Erwin Aloi Tjoe-A-On dengan Miena Wong-Yen-Kong tanggal 2 Oktober (lihat Nieuw Suriname: Surinaams nieuws- en advertentieblad, 11-10-1962). Abhan Tjoe-A-On Tjoe-A-On dan Atjauw Aimable Juliette Lee-A-Fong masih di Suriname pada tahun 1963 (lihat Nieuw Suriname: Surinaams nieuws- en advertentieblad, 23-02-1963)..


Dari berbagai informasi tersebut di atas, sudah ada beberapa keluarga Tjoe-A-On (pasangan yang sudah menikah) di Paramarobo. Besar dugaan semuanya merupakan anak-anak dari Tjoe-A-On yang berasal dari Indonesia. Sebagaimana diketahui selama ini Suriname merupakah salah satu tujuan migrasi orang Indonesia. Arus migrasi pertama terjadi pada era Pemertintah Hindia Belanda tahun 1880an dimana sejumlah keluarga dari Jawa didatangkan ke Suriname untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja oleh para pengusaha di Suriname.

Pada tanggal 19 Agustus 1963 diberitakan Marsinah Tjoe-A-On meninggal dunia di Paramaribo pada usia 56 tahun (lihat Nieuw Suriname: Surinaams nieuws- en advertentieblad, 29-08-1963). Besar dugaan Marsinah adalah istri dari Tjoe-A-On, keduanya berasal dari Indonesia. Dengan kata lain Marsinah adalah nenek buyut dari Nathan Tjoe-A-On. Namun kapan keluarga Tjoe-A-On dan keluarga Marsinal migrasi ek Suriname tidak terinformasikan. Nama Marsinah diduga merupakan nama perempuan Jawa. Anak-anak mereka inilah diduga yang menggunakan nama Tjoe-A-On di Suriname (termasuk kakek Nathan Tjoe-A-On).


Pada tahun 1965 diberitakan di Amsterdam lahir (anak laki-laki) yang diberinama Stephanus FA Tjoe-A-On (lihat Het Parool, 09-06-1965). Pada tahun 1977 diberitakan di Paramaribo pengangkatan beberapa direktur C Kersten en Co diantaranya F Tjoe-A-On (lihat Vrije Stem: onafhankelijk weekblad voor Suriname, 31-03-1977). 

Dalam perkembangannya marga Tjoe-A-On yang berasal dari Indonesia terdapat di Suriname dan juga di Belanda. Pada tahun 1984 terinformasikan Werner Tjoe-A-On sebagai salah satu pemain American Football di Rotterdam (lihat Het vrije volk: democratisch-socialistisch dagblad, 20-10-1984). Disebutkan Werner Tjoe-A-On berusia 26 tahun. Nama klub Werner Tjoe-A-On adalah Rotterdam Trojan.


UJ Tjoe-A-On, perempuan, meninggal dunia di Rotterdam, lahir 1929 (lihat Het vrije volk: democratisch-socialistisch dagblad, 07-01-1988). Monica Tjoe-A-On juga terinformasikan tinggal di Rotterdam (lihat Het vrije volk: democratisch-socialistisch dagblad, 29-07-1989). Diberitakan GS Tjoe-A-On meninggal dunia di Rotterdam, laki-laki, labir 1957 (lihat Het vrije volk: democratisch-socialistisch dagblad. 12-05-1990). Michelle AK Tjoe-A-On, putri, lahir di Amsterdam (lihat Het Parool, 27-02-1992). 

Sebagaimana dikutip di atas, Nathan Tjoe-A-On menyebut ayahnya adalah seorang pemain American Football, lantas apakah Werner Tjoe-A-On adalah ayah dari Nathan Tjoe-A-On? Werner Tjoe-A-On diduga kuat berasal dari Suriname (dari keluarga Tjoe-A-On). Lalu siapa ayah Werner Tjoe-A-On atau kakek dari Nathan Tjoe-A-On? Apakah Robby Abhan Tjoe-A-On (1952), Paul Pagi Tjoe-A-On (1954), Erwin Aloi Tjoe-A-On (1962) atau F Tjoe-A-On? Oleh karena Werner Tjoe-A-On berusia 26 tahun pada tahun 1984 besar dugaan kakek Nathan Tjoa-A-On adalah Robby Abhan Tjoe-A-On atau Paul Pagi Tjoe-A-On. Lantas sejak kapan keluarga Tjoe-A-On bermigrasi ke Suriname?


Hubungan antara Indonesia (baca: Hindia Belanda) dan Suriname terjadi pada era Pemerintah Hindia Belanda. Gagasan emigrasi orang Jawa ke Suriname bermula pada tahun 1887 yang mana dalam rapat umum asosiasi untuk Suriname (Vereeniging voor Suriname) mulai mensosialisasi mendatangkan emigrasi permanen dari Jawa ke Suriname yang dinyatakan dalam laporan tahunan mereka (lihat De West-Indier: dagblad toegewijd aan de belangen van Nederlandsch Guyana, 03-04-1889). Disebutkan dalam sidang Tweede Kamer di Belanda, Menteri Koloni telah menyampaikannya. Tidak ada keberatan, tetapi ditekankan jangan seperti sebelumnya yang mendatangkan emigrant dari India-Inggris dan sudah berlangsung bertahun-tahun dan kemudian distop tahun 1876. Berbagai korespondensi telah dilakukan antara Vereeniging voor Suriname (semacam perkumpulan pengusaha perkebunan), tidak hanya dengan Gubernur Jenderal juga dengan Menteri Koloni. Hal itulah mengapa Menteri Koloni telah menyampaikannya dalam siding Tweede Kamer. Dalam perkembangannya terbit berslit yang di dalamnya termasuk soal emigrasi dari Jawa (lihat Suriname: koloniaal nieuws- en advertentieblad, 03-01-1890). Dalam Art, 68. sejumlah 20.000 gulden dianggarkan oleh Pemerintah, untuk sebuah percobaan mendatangkan emigrasi ke Suriname yang tidak akan melanggar Indisch Staatsblad 1887 No. 8, Art. 5 tentang pelanggaran hak azasi. Pemerintah Hindia Belanda meminta di Surinama bahwa orang Jawa dipekerjakan berdasarkan hak dan keuntungan, jika tidak akan dibatalkan. Bagaimanapun, jika tidak ada keberatan untuk memasukkan unsur Mahomedan (Islam) ke Amerika dengan cara ini, yang diyakini belum pernah terjadi sebelumnya, namun jika ini terbukti ada keberatan yang nyata, pemukim dari desa Kristen Soerabaija bisa memenuhi syarat, namun hal itu Kristen di antara penduduk asli di Jawa, yang tidak terlalu banyak, akan berkurang sebagai akibatnya. Jelas dalam hal ini mendatangkan emigrant dari Jawa tidak mudah, semudah yang dipikirkan oleh asosiasi di Suriname. Perdebatan di Tweede Kamer menunjukkan sulitnya keputusan dibuat setelah mendengarkan berbagai argumen. Tentu saja persoalan emigrasi antar pulau di Hindia Belanda tidak terlalu besar permasalahannnya. Sebab keputusannya dapat dilakukan sendiri oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda sendiri. Pengusaha-pengusaha di Suriname tampaknya harus melirik Hindia Belanda. Pengusaha pengerah tenaga kerja di Jawa yang selama ini sudah eksis, terutama ke Deli merespon demand tersebut. Seperti hal isu pengasingan para pemberontak Banten ke Suriname, isu ketenagakerjaan ini juga menjadi polemik. Persoalan Pemerintah Hindia Belanda berdiam diri meski ada yang mengusulkan agar pemerintah memperhatikan isu ini. Berbeda dengan kasus pengasingan para pembentontak, besar dugaan pemerintah tidak ambil pusing dalam isu ketenagakerjaan ini karena bukan persoalan G to G tetapi lebih pada B to B (antar bisnis antar negara). Polemik isu ketenagakerjaan di Hindia Belanda dengan sendirinya mereda. Tangan-tangan tidak kelihatan (invisible hand) tetap bekerja. Seakan tidak ada angin dan tidak awan, tiba-tiba perusahaan pengerah tenaga kerja di Semarang akan mengirimkan sejumlah tenaga keraja berasal dari Jawa untuk dikirim ke Suriname. Tampaknya tidak menjadi isu panas lagi. Yang ada di surat kabar hanya sekadar pemberintaan tentang kebutuhan tenaga kerja di Suriname (lihat antara lain Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 13-01-1890). Perusahaan pengerah tenaga kerja di Semarang tersebut adalah Firma E.’t Sas. Pada tanggal 27 Juni 1890 surat kabar terbit di Semarang, De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 27-06-1890 memberitakan kapal ss Koningin Emma berangkat ke Batavia pada tanggal 27 Juni. Berita lain pada edisi ini juga melaporkan kapal ss Koningin Emma yang berangkat dari Semarang dengan tujuan Batavia dimana para penumpang, diantaranya terdapat 33 orang Jawa (Javaan), 15 orang wanita pribumi dan satu anak yang turut didampingi oleh E. ‘t Sas dengan tujuan akhir Suriname. Kapal ss Koningin Emma akan berangkat dari Batavia tanggal 2 Juli dengan tujuan akhir Amsterdam (lihat Bataviaasch handelsblad, 01-07-1890). Penumpang masih terdapat pribumi sebanyak 49 orang. Tidak ada nama E. ‘t Sas. Tidak diketahui siapa yang mendampingi diantara penumpang lain. Boleh jadi sudah ada agen yang menunggu di Belanda. Akhirnya kapal ss Koningin Emma tiba di Amsterdam (lihat Haagsche courant, 16-08-1890). Disebutkan kemarin [tanggal 15 Agustus] kapal ss Koningin Emma tiba di Amsterdam. Sesampai di Amsterdam, para pribumi yang berasal dari Jawa segera diberangkatkan ke West Indie dengan menggunakan kapal ss Prins Willem II dan tiba di Suraname pada awal September. Disebutkan penumpang sebanyak 42 Javanen dan dua orang mandoer. Disebutkan mereka hari itu diberangkatkan ke tempat di perkebunan Marienburg. Disebutkan salah satu dari mereka yang menjadi juru bicara yang bisa sedikit berbahasa Belanda yang pernah di militer selama lima tahun. Gubernur telah mengunjungi para pekerja di perkebunan Marienburg. Catatan: saat berangkat dari Jawa sebanyak 39 orang, tetapi telah bertambah menjadi 42 plus dua mandoer. Besar dugaan tambahan lima orang lagi bergabung di Amsterdam dimana dua diantaranya sebagai mandur yang salah satu menjadi juru bicara. Dalam perkembangannya diketahui orang yang bertanggungjawab dalam permintaan kebutuhan tenaga kerja ditu di Jawa adalah Teves (lihat De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 25-09-1890). Disebutkan Teves berasal dari Suriname yang telah 20 tahun di Suriname. Pemilik perkebunan sendiri adalah FC Gefken.

Satu yang jelas warga Indonesia dari Jawa mulai hadir di Suriname pada awal tahun 1890an. Lantas bagaimana dengan orang Cina? Jauh sebelum kehadiran orang Jawa, sudah sejak lama kehadiran orang Cina di Suriname. Misalnya disebutkan tanggal 8 Desember meninggal Tjoe-A-Fat imingran Cina (lihat Surinaamsche courant en Gouvernements advertentie blad, 14-12-1861). Tjoe-A-Fat diduga menjadi bagian dari rombongan imingran Cina pertama di Suriname (Amerika selatan).


Orang-orang Cina pada fase awal di Suriname diduga kuat didatangkan dari Hindia. Hal ini karena mereka di Suriname diberikan kesempatan untuk memiliki kontrak untuk mengusahakan lahan perkebunan pemerintah. Pada akhir tahun 1863 pemerintah di Suriname mengumumkan kontrak lahan yang diberikan kepada orang-orang imigran Cina (lihat Surinaamsche courant en Gouvernements advertentie blad, 20-02-1864). Jumlah keseluruhan kontrak yang diumumkan sebanyak enam termin berjumlah ratusan buah kontrak.

Dalam perkembangannya diketahui tanggal 21 September di district Nickerie menikah Tjon-A-Kien dengan Jacquelina Medina Moor dan di district Beneden Suriname menikah Tjoe-A-Wie dengan Mophina Tijrol serta Hok-A-Hien dengan Diana Golf (lihat Surinaamsche courant en Gouvernements advertentie blad, 29-09-1866). Disebutkan 18 Desember meninggal Tjoe Aloe Liem usia 40 tahun (lihat Surinaamsche courant en Gouvernements advertentie blad, 26-12-1868). Selain di Suriname orang Cina juga ada di Guyana (lihat De West-Indiër: dagblad toegewijd aan de belangen van Nederlandsch Guyana, 12-09-1869). Disebutkan tanggal 10 September menikah Tjoe-Lion-Sjin dengan Martha Silvestina Werther.


Disebutkan lahir di Paramaribo Dorothea Grampon, laki-laki dari keluarga Tjoe Tjam Sin (lihat Suriname: koloniaal nieuws- en advertentieblad, 17-05-1871); meninggal Elisabet Adolphina Tjoe-A-Wie tanggal 7 November, perempuan usia 4 tahun dan lahir Mophina Tijril anak dari Tjoe-A-Wie tanggal 11 November (lihat Suriname: koloniaal nieuws- en advertentieblad, 26-11-1872); Izin diberikan kepada Tjan-A-Sin untuk menjalankan usaha pemilik toko (lihat Suriname: koloniaal nieuws- en advertentieblad, 23-07-1875); meninggal Tjoe-Jong usia 54 tahun (lihat Suriname: koloniaal nieuws- en advertentieblad, 25-05-1880); diberikan konsesi kepada Tjong-Joe-Wai tanah seluas 200 Ha (lihat Suriname: koloniaal nieuws- en advertentieblad, 12-08-1898).

Relasi Indonesia dan Suriname (juga Guyana plus Curacao/Aruba) di Amerika selatan haruslah dikaitkan dengan Pemerintah Hindia Belanda. Sebagaimana koloni Belanda ada di Hindia dan juga ada di Amerika selatan. Relasi ini dihubungkan oleh pemerintah Belanda di Eropa. Kahadiran orang Jawa dan juga orang Cina dari Hindia dikaitkan dengan pemerintah Belanda. Oleh karenanya orang Cina di Suriname haruslah melalui Indonesia (Hindia Belanda). Para imigran Cina dan pribumi dari Hindia ke Suriname menggunakan kapal laut melalui jalur pelayaran jarak jauh via Belanda (lihat Surinaamsche courant en Gouvernements advertentie blad, 09-06-1874). Disebutkan kapal Paramaribo tanggal 8 Juni berangkat dengan tujuan akhir Belanda dimana terdapat penumpang San-A-Sjou dan Tjan-A-Tjoe.


Sejak 1908 sudah banyak orang pribumi asal Hindia di Belanda yang mana pada tahun ini di Leiden didirikan organisasi pribumi (umumnya pelajara/mahasiswa) yang diberi nama Indisch Vereeniging. Lalu pada tahun 1911 di Belanda didirikan organisasi pelajar/mahasisa Cina asal Hindia yang diberi nama Chung Hwa Hui. Dalam konteks hubungan migran antara Hindia dan Suriname tidak langsung tetapi melalui Belanda. Lalu seiring dengan perkembangan jumlah orang Jawa di Suriname semakin memperbesar peluang bisnis bagi pengusaha Cina di Suriname.

Sudah barang tentu dengan meningkatnya jumlah orang Indonesia dari Jawa (Cina dan Jawa) di Suriname, semakin banyak pula migran Cina asal Hindia secara sukarela juga menyusul ke Suriname. Semakin banyaknya orang Jawa di Suriname dari waktu ke waktu juga semakin meningkatkan peluang bisnis bagi pengusaha Cina asal Jawa ke Suriname. Lalu kapan keluarga Tjoe-A-On pertama ke Suriname? Yang jelas pada tahun 1871 sudah ada marga Tjoe-Tjam-Sin di Suriname (Tjoe adalah nama asal marga). Jumlah orang Cina di Suriname dari waktu ke waktu semakin banyak dan bahkan banyak yang menjadi pengusaha sukses dan juga diangkat sebagai pejabat.


Suriname: koloniaal nieuws- en advertentieblad, 14-11-1930: ‘Kong-Ngie-Tong dipulihkan kembali. Sebuah perkumpulan baru telah didirikan oleh orang Cina di kota tersebut, bernama Kong Ngie Tong. Perkumpulan ini sudah mempunyai 400 anggota. terdaftar, dan berdasarkan permintaan tertanggal 4 November yang lalu meminta pengakuan moral kepada Gubernur. Susunan pengurus sebagai berikut: Ketua Jap Tjong; Chin A Kong, sekretaris; Tjoe A Long, bendahara; Chin Sie Fat, Tjin A Kong, Lie Kam dan Fung A Tsoi sebagai komisaris. Catatan khusus, ketuanya, Jap Tjong, berusia 80 tahun, 61 orang diantaranya tinggal di koloni (di pedalaman)’.

Orang-orang Cina di Suriname diketahui banyak yang aktif dalam olah raga seperti sepak bola dan kriket. Bahkan di Paramaribo juga sudah terbentuk klub basket Cina yang ikut berpartisipasi dalam kompetisi local. Hal serupa juga terjadi di Indonesia dimana orang-orang Cina selama Pemerintah Hindia Belanda banyak yang aktif dalam olah raga dan memiliki klub-klub sepak bola tangguh.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Nathan Tjoe-A-On dan Kawan-Kawan: Pertukaran Warga Negara di Era Dunia Baru

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar